KPK Ungkap Alasan Hitung Sendiri Dugaan Kerugian Negara di Kasus RJ Lino

KPK Ungkap Alasan Hitung Sendiri Dugaan Kerugian Negara di Kasus RJ Lino

Azhar Bagas Ramadhan - detikNews
Rabu, 22 Des 2021 09:42 WIB
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (Azhar-detikcom)
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (Azhar/detikcom)
Jakarta -

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan penyidik sering mengeluh lamanya audit yang dilakukan BPK maupun BPKP. Hal itu, katanya, menjadi salah satu alasan KPK menghitung sendiri kerugian negara pada kasus korupsi mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino atau RJ Lino.

"Mereka selalu mengeluhkan lamanya audit, meskipun mereka tidak hanya meminta BPK, tapi lebih banyak sebetulnya BPKP. Dari situ saja sebetulnya SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) ini sudah secara kehilangan maknanya, karena teman-teman penyidik meminta bantuan BPKP untuk audit," kata Alexander di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (22/12/2021).

Alexander mengatakan ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan penyidik bisa menghitung dugaan kerugian keuangan negara sendiri. Menurutnya, kerugian keuangan negara dapat diketahui tanpa adanya audit karena dapat dilihat dari sisi anggaran awal dan hasil dari anggaran tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kembali apakah harus lewat audit? Apakah itu BPK, inspektorat, BPKP dan sebagainya. MK dalam putusannya itu kan menyebutkan, bahkan penyidik sendiri bisa melakukan penghitungan kerugian negara," kata Alexander.

"Saya contohnya begini, dalam berbagai kesempatan, kalau pekerjaan fiktif negara atau daerah sudah keluar uang, sudah dibayar, tapi prestasi itu tidak ada, barang yang dibeli itu tidak ada, apakah masih perlu audit? Wartawan pun pasti sudah bisa hitung kerugian negara, ya sejumlah uang itulah yang dikeluarkan, berarti nggak perlu audit, kasarnya seperti itu. Jadi penyidik juga bisa, hakim dengan bukti pengeluaran uang, nggak ada imbalannya, pasti juga yakin, kan gitu," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Meski demikian, dia menegaskan yang menentukan benar-tidaknya kerugian negara dalam suatu kasus adalah majelis hakim. Dia menyebut proses audit hanya alat bantu mengungkapkan kerugian negara tersebut.

"Pertanyaan selanjutnya sebetulnya siapa sih dalam perkara korupsi itu yang menentukan besarnya kerugian negara, yang nanti akan dibebankan ke pidana? Bukan BPK, bukan BPKP, bukan penyidik, dan sebagainya, tetapi yang menentukan itu hakim, lewat putusannya tadi," ujarnya.

"Di putusan kan disebut kan di situ berapa kerugian negara dan siapa yang nanti yang harus bertanggung jawab untuk mengembalikan kerugian negara. Jadi putusan hakim sebetulnya, jadi hasil audit itu sebetulnya hanya menjadi semacam alat bantu bagi hakim untuk mengungkap terjadinya proses kerugian negara itu," sambungnya.

Sebelumnya, RJ Lino divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. RJ Lino bersalah melakukan korupsi dalam proyek pengadaan dan pemeliharaan 3 unit quayside container crane (QCC) di PT Pelindo II.

"Mengadili, menyatakan Terdakwa Richard Joost Lino terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan tujuan menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi," kata hakim anggota di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa (14/11).

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan," lanjut hakim.

Simak video 'Pikir-pikir Soal Vonis, Kuasa Hukum RJ Lino: Tak Ada Niat Perkaya Diri':

[Gambas:Video 20detik]



Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Hakim mengatakan RJ Lino terbukti menguntungkan perusahaan pengadaan 3 unit QCC twin lift, yaitu Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co Ltd (HDHM) China, dalam pengadaan 3 unit QCC. Hakim juga mengatakan Lino memberi keistimewaan ke HDHM.

Meski demikian, terdapat dissenting opinion yang disampaikan hakim ketua Rosmina. Rosmina menyebut KPK tidak cermat dalam menghitung kerugian negara di kasus pengadaan tiga unit quayside container crane (QCC) twin lift. Ini alasannya.

Dia memaparkan kesimpulan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK dengan tentang dugaan perbuatan menyimpang. Hakim Rosmina menjabarkan nilai-nilai dalam laporan itu.

Kemudian dia membandingkan laporan hitungan KPK dengan BPK dan ternyata ada perbedaan. Dari situ hakim Rosmina menilai KPK tidak cermat dalam menghitung kerugian negara.

"Nilai kerugian negara pada PT Pelindo II pada poin A dikurangi B sehingga menjadi USD 1.974.908.19. Menimbang, berdasarkan hasil perhitungan pembayaran riil yang dilakukan PT Pelindo II kepada HDHM adalah sejumlah USD 15.165.150 halaman 80 LHP Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK, dan halaman 55 LHP BPK," ujar hakim, Selasa (14/12).

"Hal tersebut terjadi karena kepada PT HDHM dikenakan denda keterlambatan pengiriman barang. Namun, Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis korupsi KPK dalam LHP penghitungan kerugian negara menyebutkan jumlah bersih yang diterima HDHM dari Pelindo II atas pelaksanaan pengadaan 3 unit pengadaan QCC adalah USD 15.554.000. Dengan demikian, Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK tidak cermat dalam menghitung jumlah kerugian negara," lanjut hakim.

Hakim Rosmina juga mengatakan ada perbedaan metode perhitungan kerugian antara KPK dan BPK. Menurut Rosmina, BPK dalam perhitungannya tidak memperhitungkan keuntungan dari penyedia barang di PT Pelindo II, sedangkan KPK memperhitungkan keuntungan meskipun disebutkan kerugian negara timbul akibat dari adanya penyimpangan-penyimpangan.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads