Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mengklaim sumur resapan tak memiliki fungsi dalam mengatasi banjir. Bahkan dia mengaku pernah mendapati sumur resapan yang tidak berfungsi optimal di lapangan sampai airnya harus di keluarkan.
"Saya membuktikan sendiri, masa udah dikeruk 3 meter, airnya dipindah keluar, ya itu buat apa," kata Prasetio kepada wartawan, Jumat (17/12/2021).
Politikus PDIP itu juga menilai panitia khusus (pansus) sumur resapan tak perlu dilakukan. Menurutnya, saat ini aparat hukum maupun BPK telah mengindikasi adanya pelanggaran dalam proyek sumur resapan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nanti saya lihat itu, kan nanti ada temuan BPK itu, nggak mungkin nggak menjadi temuan, buat apa ada sumur resapan," ujarnya.
Prasetio menganggap sumur resapan tidak ada gunanya. Bahkan, DPRD DKI memutuskan untuk meniadakan anggaran sumur resapan dalam APBD tahun 2021.
Daripada membangun sumur resapan, Prasetio mendesak agar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meneruskan proyek normalisasi untuk menangani banjir.
"Karena bukan apa-apa sekali lagi itu enggak ada gunanya, yang benar itu normalisasi, teruskan normalisasi. Jakarta itu tidak banjir bohong itu," tegasnya.
Sebagaimana diketahui, pembangunan sumur resapan menimbulkan polemik. Buntutnya, Fraksi PSI mengusulkan pembentukan pansus sumur resapan.
PSI menyebut pembentukan pansus imbas banyaknya keluhan masyarakat terkait proyek sumur resapan yang dinilai bermasalah.
"Kami banyak menemukan dan menerima pengaduan tentang sumur resapan yang amburadul. Sumur Anies Baswedan ini ada yang merusak jalan, ada yang terbengkalai hingga yang mengancam keselamatan pengguna jalan. Sumur Anies Rp 411 miliar resahkan warga," kata Wakil Ketua Fraksi PSI Justin Adrian dalam keterangannya, Rabu (15/12).
Justin menuturkan, melalui pansus ini, Pemprov DKI dapat membuka data berkaitan dengan pembangunan sumur resapan. Pasalnya, PSI menyoroti Pemprov DKI menyembunyikan banyak masalah dalam pembangunan sumur resapan.
"Kami terus meminta data pembangunan sumur resapan dibuka kepada publik karena tahun ini titiknya sangat banyak. Saat Pemprov tidak membuka data tersebut, kami jadi curiga ada yang ditutup-tutupi," ujarnya.
(taa/dwia)