Komnas HAM menindaklanjuti aduan dari tim advokasi Perjuangan Rakyat Kalimantan Selatan Melawan Oligarki (Jurkani) yang melaporkan tewasnya seorang advokat di Kalsel saat sedang mengadvokasi kasus tambang ilegal bernama Jurkani. Berdasarkan temuan Komnas HAM diduga pelaku penyerangan terhadap Jurkani ada lebih dari 10 orang.
Komnas HAM menindaklanjuti aduan tersebut dengan membentuk tim pemantauan dan penyelidikan dengan melakukan pendalaman peristiwa, mengumpulkan, dan menganalisis sejumlah alat bukti petunjuk seperti video, foto, serta memeriksa sejumlah saksi. Dari hasil pendalaman tersebut, Komnas HAM menemukan lebih dari 10 orang yang merupakan terduga pelaku penyerangan. Sedangkan pihak kepolisian telah menetapkan 2 orang sebagai tersangka.
"Berdasarkan serangkaian proses pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM menemukan sejumlah fakta bahwa jumlah terduga pelaku penyerangan itu lebih dari 10 orang, diduga kuat penyerangan sudah ditargetkan, dan diduga dilakukan secara sadar serta ada upaya penghilangan barang bukti oleh para terduga pelaku," kata Komisioner Komnas HAM Hairansyah AKhmad dalam konferensi pes virtual, Rabu (15/12/2021).
Selain itu, Komnas HAM menyurati Kapolda Kalimantan Selatan agar memberikan penjelasan atau keterangan tertulis terkait konstruksi peristiwa penyerangan terhadap Jurkani. Sebab, Komnas HAM menilai ada sejumlah perbedaan terkait arah temuan Komnas HAM dengan kepolisian, salah satunya terkait pelaku yang diduga melakukan aksinya dalam kondisi mabuk, tetapi Komnas HAM menilai pelaku melakukan aksinya secara sadar.
"Komnas HAM meminta kepada kepolisian daerah Kalimantan Selatan untuk bisa bekerja secara profesional dan akuntabel termasuk memberikan perhatian serius atas pengungkapan kasus ini dan mencermati sejumlah temuan yang sudah dilakukan Komnas HAM," ujarnya.
Ia menambahkan, sosok Jurkani sebelumnya sudah 2 kali melakukan laporan terhadap kasus yang dia tangani (kasus berbeda) ke Komnas HAM. Komnas HAM menduga sejumlah sepak terjang kegiatan Jurkani juga ada kaitannya.
Komnas HAM berharap surat terhadap Kapolda Kalsel segera dijawab dan memberikan kejelasan terkait dengan konstruksi perkara, olah TKP, rekonstruksi peristiwa.
"Tentu kami akan berharap surat kepada pihak kepolisian daerah Kalimantan Selatan segera dijawab oleh pihak kepolisian dengan demikian kami akan mendapatkan informasi langsung terkait dengan beberapa hal yang yang sudah kami klarifikasi dalam surat tersebut," katanya.
Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan pihaknya juga mengirimkan surat kepada Kejaksaan dan Komjak untuk memantau kasus tersebut agar adanya kontrol supaya mendapatkan peristiwa kasus tersebut secara utuh dan terang benderang.
"Kami mengingatkan Komnas HAM melakukan pemantauan dan penyelidikan untuk memastikan bahwa kerja kerja kepolisian itu bisa profesional, bisa akuntabel, bisa mengungkap secara gamblang begitu. Bagaimana peristiwa dan siapa saja yang terlibat? Apakah hanya pelaku lapangan? Apakah apa ada pelaku di luar itu sebagainya dan sebagainya karena kalau lihat kalau dilihat sepanjang yang kita lihat di video, sepanjang yang kita dengarkan dari kesaksian itu tidak semata-mata berhubungan dengan aktor-aktor lapangan," ujarnya.
"Termasuk juga nomor nomor mobil yang bukan wilayah setempat. Nah kami membutuhkan penjelasan, membutuhkan keterangan, agar memang peristiwanya menjadi terang benderang, ujungnya adalah pengungkapan peristiwa ini sedalam-dalamnya oleh kepolisian yang pada akhirnya juga akan diuji di pengadilan," ucap Choirul Anam.
Choirul Anam berharap kejadian serupa tidak terulang. Anam berharap kasus Jurkani dapat diusut tuntas.
Temuan Berbeda Komnas HAM Vs Kepolisian
Komnas HAM memaparkan sejumlah temuan yang berbeda dengan kepolisian terkait kasus penyerangan terhadap Jurkani. Di antaranya terkait konstruksi perkara yaitu, perbedaan jumlah pelaku, Komnas HAM menduga ada 10 orang atau lebih pelaku, sedangkan kepolisian baru menetapkan 2 orang tersangka.
"Pertama kaitannya dengan konstruksi peristiwanya, ini harus diperjelas karena antara yang dijelaskan oleh pihak kepolisian, terutama melalui media massa yang kami tangkap bahwa itu dilakukan oleh 2 orang dalam kondisi mabuk, ini berbeda dengan penjelasan dari Tim Jurkani ini bahwa peristiwa itu tidak sebagaimana yang disebutkan bahwa memang ada target yang secara jelas disampaikan karena ada teriakan bahwa itu ada 'Jurkani' di sana, 'Jurkani' 'Jurkani Jurkani di belakang'," kata Hairansyah.
Selain itu Komnas HAM mendapatkan video yang memperlihatkan bahwa ada pihak keamanan dari perusahaan yang mendampingi Jurkani saat itu untuk melakukan perekaman. Kemudian oleh pihak terduga pelaku penyerangan tersebut merebut video itu dan menyuruh menghapus.
"Jadi ada situasi kondisi yang tidak sekadar insidental, tapi peristiwa itu kalau kemudian kaitannya dengan ketidaknyamanan misalnya terjadi serempet mobil di jalan itu tentu yang menjadi tujuan biasanya adalah sopir mobil yang bersangkutan bukan penumpangnya. Jadi itu yang kemudian salah satunya yang di klarifikasi oleh pihak kepolisan terkait temuan itu," kata Hairansyah.
(yld/imk)