Di Depan Jokowi, Anwar Abbas Singgung Kesenjangan Ekonomi Makin Terjal

Di Depan Jokowi, Anwar Abbas Singgung Kesenjangan Ekonomi Makin Terjal

Kanavino Ahmad Rizqo - detikNews
Jumat, 10 Des 2021 16:28 WIB
Waketum MUI Anwar Abbas
Anwar Abbas (Foto: mui.or.id)
Jakarta - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Anwar Abbas, menyinggung soal kesenjangan ekonomi dan sosial yang dinilai semakin terjal. Anwar menyebut masih banyak warga yang belum sejahtera.

"Saya rasa pemerintah kita sudah berhasil mensejahterakan rakyatnya, tapi rakyat yang sudah bisa tersejahterakan dan disejahterakan oleh pemerintah tersebut kebanyakan mereka-mereka yang kalau kita kaitkan dengan dunia usaha, itu mereka-mereka yang ada di kelompok usaha besar, dan menengah serta usah kecil," kata Anwar saat menyampaikan sambutan dalam Pembukaan Kongres Ekonomi Umat Islam Ke-II seperti disiarkan akun YouTube MUI, Jumat (10/12/2021). Anwar menyampaikan sambutan di acara yang dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Sementara mereka-mereka yang berada di level usaha mikro dan ultra mikro, itu tampak oleh kita belum begitu terjamah, terutama oleh dunia perbankan. Sehingga akibatnya kesenjangan sosial dan ekonomi di tengah-tengah masyarakat kita tampak semakin terjal," sambung Anwar.

Anwar kemudian menyampaikan data mengenai indeks gini economics. Dia menyoroti soal indeks gini yang mengalami penurunan.

"Itu bisa kita lihat dalam indeks gini ekonomi kita yang berada pada angka 0,39. Kalau saya tidak salah sebelum Pak Jokowi 0,41 ya, tetapi begitu kepemimpinan negeri ini diambil oleh Pak Jokowi turun menjadi 0,39," kata Anwar.

Anwar juga menyinggung soal ketimpangan di bidang pertahanan. Dia menyebut hal ini sebagai sesuatu yang memprihatinkan.

"Cuma dalam bidang pertanahan, indeks gini kita sangat memprihatinkan itu 0,59, artinya 1 persen penduduk menguasai 59 persen lahan yang ada di negeri ini. Sementara yang jumlahnya sekitar 99 persen itu hanya menguasai 41 persen lahan yang ada di negeri ini," ujar Anwar.

Lebih lanjut, Anwar juga memaparkan mengenai data kelompok usaha di Indonesia. Menurut dia, masih banyak warga yang belum diperhatikan.

"Padahal seperti kita ketahui bersama, jumlah usaha besar cuma besarnya hanya 0,01 persen dengan jumlah pelaku usaha 5.550 dengan total aset di atas 10 miliar. Usaha menengah besarnya adalah 0,09 persen, dengan jumlah pelaku usaha 60.702. Dengan total aset lebih dari 50 juta rupiah dan usaha kecil besarnya 1,22 persen dengan jumlah pelaku 783.132 dan total aset di atas Rp 50 juta. Jadi, dari data ini kita ketahui total mereka-mereka yang sudah terperhatikan oleh pemerintah dan dunia perbankan itu ada di sekitar angka 1,32 persen atau lebih kurang kalau dari jumlah pelaku yaitu 849.334 pelaku usaha," ujar Anwar.

"Sementara jumlah usaha mikro dan ultra mikro besarnya adalah 98,68 persen dengan jumlah pelaku usaha, yaitu sekitar 63,3 juta pelaku. Di mana total asetnya sama dan atau di bawah 50 juta rupiah, dan itu boleh dikatakan tidak dan atau belum terurus oleh kita secara bersama-sama dengan baik, tidak hanya oleh pemerintah tapi juga oleh kita," sambung Anwar.

Anwar lantas menggambarkan struktur dunia usaha di Indonesia itu seperti piramida. Namun, kata dia, sebenarnya struktur tersebut lebih mirip dengan kubah Masjid Istiqlal.

"Kalau kita coba membuat gambar dari struktur dunia usaha yang ada saat ini di negeri kita, maka dia akan terlihat seperti piramid, tapi malah saya coba-coba gitu seperti kubah Masjid Istiqlal. Jadi kubahnya besar lalu ada di tengah-tengah tiang, ya itulah dia usaha besar di situ, usaha menengah di situ, usaha kecil di situ. Sementara yang kubah yang besar itu usaha mikro dan usaha ultra mikro," imbuh Anwar.

Anwar mengatakan kesenjangan ini akan berbahaya jika terus berlangsung. Setidaknya ada dua dampak negatif yang dihasilkan dari kesenjangan itu, yaitu secara sosial dan ekonomi.

"Bila hal ini terus berlangsung, maka tentu dia akan menciptakan sesuatu yang tidak baik. Karena dia akan menimbulkan kesenjangan sosial yang dari tahun ke tahun akan semakin tajam dan tajam. Dan hal itu tentu jelas tidak baik dan akan sangat berbahaya karena dia sangat potensial akan mengganggu stabilitas dan rasa persatuan dan kesatuan di antara kita sebagai warga bangsa. Di samping itu, dari perspektif ekonomi tentu saja daya beli masyarakat kita secara agregat tidak akan bisa naik secara signifikan," ujar Anwar. (knv/gbr)

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads