Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menilai Pancasila saat ini lebih sering diucapkan sebagai jargon politik semata, sementara pemahamanya kian minim. Hal tersebut diungkapkan Ketua DPD di acara virtual Pemilihan Duta Pancasila Kabupaten Malang, Kamis (9/12/2021).
"Terus terang saya senang dan bangga jika ada generasi muda masih membicarakan salah satu persoalan fundamental bangsa ini, yaitu pentingnya pemahaman nilai kebangsaan melalui pemahaman yang utuh terhadap Pancasila," ujar LaNyalla dalam keterangan tertulis, Kamis (9/12/2021).
Ia menegaskan, Pancasila tidak boleh digunakan untuk polarisasi masyarakat seperti sekelompok orang yang membenturkan vis a vis Pancasila dengan Islam. Menurutnya, tidak ada satu tesis pun yang menyatakan Pancasila bertentangan dengan Islam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita semua juga tahu, bahwa negara ini berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti termaksud dalam Pasal 29 Ayat (1) konstitusi kita. Di Ayat (2) disebutkan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu," jelasnya.
Menurutnya, anehnya lagi, ketika ada sekelompok masyarakat yang taat menjalankan ajaran agama justru dipandang tidak Pancasilais.
"Mengapa semakin banyak kelompok masyarakat yang memahami Pancasila dengan begitu dangkal? Inilah buah Era Reformasi dan Amandemen Konstitusi di tahun 1999 silam, yang akhirnya mengubah wajah dan sistem tata negara bangsa ini. Sistem Demokrasi dan Ekonomi Pancasila diubah menjadi Demokrasi Liberal dan Ekonomi Kapitalistik," ungkapnya.
Atas desakan Reformasi, pada tanggal 13 November 1998, melalui Ketetapan Nomor 18 tahun 1998, MPR mencabut Ketetapan tentang Pendoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Alasannya karena materi muatan dan pelaksanaannya sudah tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan bernegara.
"Yang jadi pertanyaan bagaimana mungkin P4 yang sudah berjalan selama 20 tahun, dan bertujuan menanamkan ideologi bangsa, dikatakan materinya sudah tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan bernegara? Inilah yang saya sebut sebagai upaya sistematis untuk menghancurkan sebuah negara, adalah dengan membuat ideologi bangsa tersebut menjadi terasing dan aneh di mata rakyatnya. Sehingga hari ini Pancasila ibarat raga tanpa jiwa. Ada, tetapi tidak ada," jelasnya.
LaNyalla mengatakan, konstitusi hari ini yang merupakan hasil Amandemen tahun 1999 hingga 2002. Secara isi sudah tidak nyambung lagi dengan Pancasila dan kalimat yang ada di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
"Inilah pekerjaan besar kita hari ini," jelasnya.
LaNyalla mengatakan, ajang Pemilihan Duta Pancasila harus menjadi langkah konkret sebagai upaya untuk menanamkan pemahaman mengenai Pancasila. Oleh karena itu, ia berharap, Duta Pancasila nantinya dapat memahami dan mencermati perubahan arah perjalanan bangsa Indonesia.
"Kita harus berani melakukan koreksi atas sistem tata negara dan sistem ekonomi nasional kita. Seluruh elemen bangsa ini harus bersama dalam satu langkah, mengembalikan Indonesia ke jati diri bangsa yang telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa, yaitu Pancasila," tutupnya.
(ega/ega)