Kericuhan mewarnai penangkapan pelaku pembakaran kantor desa di Desa Tamilou, Kecamatan Amahi, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Sebanyak 18 warga terkena diduga tembakan polisi.
Tim Propam Polda Maluku mengusut insiden tertembaknya warga dalam peristiwa tersebut. Propam menyelidiki prosedur penangkapan pelaku pembakaran kantor desa hingga berujung tertembaknya belasan warga.
"Tim Propam Polda sudah diturunkan ke TKP untuk menyelidik apa langkah yang dilakukan anggota kami sudah sesuai prosedur dan koridor atau belum," kata Kabid Humas Polda Maluku Kombes M Roem Ohoirat seperti dilansir Antara, Rabu (8/12/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan sanksi akan diberikan jika penanganan kasus tersebut tidak sesuai prosedur. Diduga kericuhan bermula saat sempat ada upaya perampasan senjata api (senpi) petugas.
"Tetapi kita tunggu hasilnya seperti apa, dan barusan saya komunikasi dengan salah satu tokoh di sana yang mengakui tadi memang sempat terjadi aksi perampasan senjata, baik senjata genggam maupun senjata bahu dan terjadi tarik-menarik sehingga ada yang keluarkan tembakan," ujarnya.
Dia menjelaskan, pada Selasa (7/12) pagi, anggota Polres Maluku Tengah, yang terdiri atas Satuan Brimob, Shabara, dan beberapa anggota Polres dan Polsek, masuk ke Desa Tamilou, Kecamatan Amahai. Dipimpin Kapolres Maluku Tengah AKBP Rosita Umasugy, polisi hendak menangkap 11 pelaku diduga terlibat penebangan tanaman dan pembakaran kantor Desa Tamilou pada beberapa waktu lalu.
Para pelaku ini sudah dipanggil berulang kali, dan polisi juga melakukan pendekatan terhadap tokoh masyarakat Tamilou untuk menyerahkan diri. Namun para terduga pelaku tidak kooperatif sehingga polisi mendatangi lokasi untuk melakukan penangkapan.
Polisi berhasil menangkap 5 dari 11 pelaku tersebut. Kemudian masyarakat langsung berkerumun dan membunyikan tiang listrik dan datang menghadang anggota polisi.
"Sempat juga ada usaha warga merebut senjata anggota, baik laras pendek maupun yang laras panjang, sehingga terjadi tarik-menarik. Ada pula pelemparan terhadap anggota, menyebabkan tujuh orang terluka dan empat unit kendaraan rusak," kata dia.
Untuk membubarkan massa, polisi melepaskan tembakan peringatan dan gas air mata sehingga ada warga yang terkena peluru pistol ataupun peluru karet.
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
18 Warga Tertembak
Sebanyak 18 warga Desa Tamilou, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, terkena tembakan aparat kepolisian pada Selasa (7/12) Subuh sekitar pukul 05.20 WIT.
"Seluruh korban, tiga di antaranya ibu-ibu, saat ini sementara menjalani perawatan medis di Puskesmas Tamilou. Namun dua orang di antaranya telah dirujuk ke RSUD Masohi," kata tokoh masyarakat Tamilouw, Habiba Pelu.
Akibat insiden tersebut, tokoh masyarakat, sesepuh, mahasiswa, dan pemuda Tamilou di Kota Ambon langsung menemui Wakapolda Maluku Brijen Jan de Fretes dan didampingi Kabid Humas Kombes M Roem Ohoirat untuk melaporkan dan meminta pertanggungjawaban Kapolres Malteng AKBP Rosita Umasugy.
Insiden penembakan warga ini bermula dari beberapa ibu yang hendak membuang sampah dan berpapasan dengan aparat Polres Maluku Tengah.
Kehadiran aparat kepolisian ini menuju Dusun Ampera dan Tamilou selaku desa induk hendak menangkap sejumlah oknum yang diduga sebagai pemicu keributan warga Tamilou dengan warga Dusun Rohua.
Sejumlah oknum warga yang diduga melakukan aksi penebangan tanaman umur panjang milik warga Dusun Rohua dan pembakaran balai desa sudah dipanggil polisi tapi mereka tidak hadir.
"Sesuai dengan hasil informasi bahwa awalnya ada upaya penangkapan terhadap beberapa oknum terkait peristiwa warga Tamilouw dengan warga Dusun Rohuwa beberapa waktu lalu," ujar Habiba.
Habiba mengkritik upaya penangkapan hingga diwarnai penembakan yang melukai warga. Dia menyebut aksi tersebut sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
"Saya tegaskan sekali lagi bahwa oknum polisi yang melakukan penembakan terhadap masyarakat itu adalah bagian dari pelanggaran HAM, dan secara resmi kami mengutuk tindakan tersebut dan menuntut dilakukan proses hukum terhadap mereka sesuai UU yang berlaku," tandas Habiba.
Masyarakat Tamilouw juga mendesak Kapolri untuk mencopot Kapolres Maluku Tengah atas peristiwa tragis tersebut. Hal ini disampaikan tokoh masyarakat Tamilou lainnya, yakni Basri Basri Sastro, Ilham Malawat, dan Afriandy Samalo, yang turut menemui Wakapolda Maluku.
"Wakapolda berjanji akan melakukan konfirmasi serta menghukum oknum anggotanya bila terbukti melakukan kesalahan prosedur di lapangan," jelas Basri.
Dia mengatakan saat itu polisi datang dengan menggunakan dua unit Barracuda dan persenjataan lengkap, mobil truk berisikan pasukan Brimob, dan mobil ke Desa Tamilou dan Dusun Ampera.
Sementara itu, Afryandi mengatakan, sejumlah oknum warga yang belum memenuhi panggilan polisi terkait dugaan laporan penebangan tanaman dan pembakaran kantor Desa Tamilou ini belum berstatus tersangka.
Peristiwa ini juga membuat anak-anak sekolah dasar batal mengikuti ulangan di sekolah.