KPK Risau 86% Koruptor Bergelar S2, MAKI: Retorika Ulang Tutupi Kegagalan

KPK Risau 86% Koruptor Bergelar S2, MAKI: Retorika Ulang Tutupi Kegagalan

Matius Alfons - detikNews
Rabu, 08 Des 2021 07:30 WIB
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman (Azhar Bagas/detikcom)
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman (Azhar Bagas/detikcom)
Jakarta -

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai KPK hanya mendramatisasi terkait kerisauan 86 persen koruptor saat ini bergelar S2. MAKI menyebut temuan tersebut wajar lantaran pejabat hingga penguasa pasti lulusan sarjana.

"Korupsi itu memang dilakukan oleh pengusaha dan penguasa yang berkongkalikong dan bersekongkol untuk menggarong duit negara. Dua entitas ini, pengusaha dan penguasa, ini memang yang punya jabatan, artinya penguasa yang punya jabatan pasti di atas S1, nggak ada lulusan SMA punya jabatan, sebenarnya ini hal yang realitas aja kemudian didramatisir oleh KPK malahan," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, saat dihubungi, Selasa (7/12/2021).

Boyamin menilai tindakan persekongkolan jahat saat korupsi ini pasti dilakukan oleh orang-orang yang berpendidikan. Atas dasar itulah, dia menyebut KPK seharusnya berhenti bernarasi dan mendramatisasi sesuatu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ketika pada posisi korupsi ini pasti dikaitkan dengan persekongkolan jahat, persekongkolan niat jahat, proses inilah kemudian hal yang konsekuensi logis mereka berpendidikan. Ini sesuatu yang tidak perlu didramatisir oleh KPK. Karena apa? KPK nampaknya saat ini saya melihatnya hanya lomba pidato dan memberikan narasi-narasi aja," jelasnya.

"Selain berpendidikan tinggi, ada juga daerah yang 3 kali melakukan korupsi, apa itu tidak malu? Itu aja. Karena sekarang tahapan KPK hanya retorika tidak berprestasi kayak dulu dan nyatanya kepercayaan publik sudah disalip oleh Polri," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Saksikan Video 'Survei TII: DPR Jadi Lembaga Paling Korup di RI':

[Gambas:Video 20detik]



Boyamin menyatakan pernyataan KPK soal koruptor berpendidikan ini sudah pernah disampaikan oleh pimpinan KPK era sebelumnnya. Atas dasar itulah, dia menekankan KPK saat ini terlalu banyak menyampaikan retorika yang didaur ulang.

"Jadi ini hanya semata-mata menutupi kegagalan kegagalan dengan retorika-retorika yang dihembuskan dan didaur ulang. Karena dulu pimpinan KPK juga pernah, zaman Pak Saut Situmorang atau pimpinan sebelumnya bahwa korupsi dilakukan oleh orang berpendidikan tinggi. Jadi sudah sering ini dan didaur ulang aja. Ini nampak seperti titik kulminasi dari keputusasaan pimpinan KPK kemudian tidak mampu melakukan karya-karya besar, kerja-kerja prestasi, maka ditutupi dengan narasi-narasi, retorika-retorika semata yang sebenarnya hanya daur ulang," tuturnya.

KPK Risau Mayoritas Koruptor Bergelar S2

Seperti diketahui, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron merisaukan soal 86 persen koruptor itu bergelar sarjana pendidikan tinggi S2. Ghufron menyebut seseorang yang memiliki pendidikan tinggi seharusnya memiliki dedikasi yang juga tinggi.

"Yang paling merisaukan kita adalah 86 persen adalah alumni perguruan tinggi. Jangan risau tentang angka 86 persen, karena apa? Tidak mungkin punya kesempatan untuk korup kecuali pejabat, tidak mungkin jadi pejabat kalau tidak alumni perguruan tinggi, tidak sarjana," kata Ghufron dalam Webinar Pembukaan Rakornas Pendidikan Antikorupsi 2021, Selasa (7/12).

Ghufron menyebut koruptor yang berpendidikan tinggi mencapai 86% dan yang tertinggi adalah S2. Sementara dari 86 persen koruptor, 30 persen berpendidikan S1 dan 10 persen berpendidikan S3.

"Dari 86 persen itu, paling besar S2. Baru S1 sekitar 60 persen, dari 86 persen itu S2, 30 persen S1, 10 persennya S3. Saya tidak akan memperpanjang dan akan mem-blow up tentang 86 persennya. Tetapi apa maknanya? Bahwa ternyata semakin tinggi pendidikan, harapannya bukan hanya cerdas, bukan hanya terampil. Tapi dedikasi karakter integritasnya mestinya juga semakin tinggi," sambungnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads