Sejumlah wilayah di Bali dilanda banjir beberapa hari terakhir. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali menilai cuaca ekstrem tak bisa dijadikan alasan pemicu banjir.
"Cuaca ekstrem tidak dapat dijadikan dalil terjadinya banjir, melainkan tata kelola lingkungan hidup yang buruk," kata Direktur Eksekutif Walhi Bali I Made Juli Untung Pratama kepada detikcom, Selasa (7/12/2021).
Menurut Juli, keberadaan ruang terbuka hijau di Bali saat ini kurang dari 30 persen. Kondisi ini sangat mempengaruhi kualitas lingkungan di Pulau Dewata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, masifnya alih fungsi lahan dinilai sebagai penyebab utama banjir. Bahkan intensitas banjir semakin tinggi setiap tahun.
Juli mencontohkan Kota Denpasar, yang disebut dia sudah kehilangan Subak Kreneng dan Subak Renon akibat alih fungsi lahan. Kondisi itu disinyalir memperburuk kualitas lingkungan.
"(Kondisi) itu semakin memperburuk keadaan lingkungan untuk menata serta mendistribusi saluran irigasi, sebab subak yang memiliki fungsi pemeliharaan saluran air kian hari kian menyusut jumlahnya," kata dia.
Menurut Walhi Bali, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali gagal dalam melakukan tata kelola lingkungan hidup. Seharusnya kejadian bencana banjir ini menjadi bahan evaluasi bagi Pemprov Bali.
Terlebih, berdasarkan data Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terdapat 3 kabupaten di Bali masuk kawasan rawan banjir dengan tingkat kerawanan sedang-tinggi. Tiga wilayah itu ialah Kabupaten Badung, Kabupaten Tabanan, dan Kabupaten Jembrana.
Namun saat ini Pemprov Bali berencana membangun Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi. Menurut Walhi, proyek tersebut menggunakan lahan pertanian produktif dan kawasan hutan sehingga secara otomatis mengurangi serapan air.
"Dengan adanya rencana proyek Tol Gilimanuk-Mengwi yang menggunakan lahan pertanian produktif dan kawasan hutan pada akhirnya justru berpotensi memicu banjir dengan intensitas yang lebih tinggi," ungkapnya.
"Pemprov Bali mestinya berpikir upaya-upaya yang tepat dan cepat untuk menanggulangi masalah ini. Bukannya malah terus melakukan upaya-upaya untuk meloloskan proyek Tol Gilimanuk-Mengwi," pintanya.
Sebelumnya, Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar menyebut sejumlah bencana yang terjadi di Bali terjadi karena cuaca hujan ekstrem.
Baca juga: Banjir Rendam Kawasan Seminyak Bali |
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Adapun dampak yang ditimbulkan ialah banjir di sebagian besar wilayah Denpasar, Badung, Gianyar, Karangasem; longsor di wilayah Rendang dan Selat, Kabupaten Karangasem, serta Denpasar Utara; termasuk pohon tumbang di Denpasar, Gianyar, Karangasem, Buleleng.
"Telah terjadi hujan dengan kategori sangat lebat hingga ekstrem di sebagian wilayah Bali pada tanggal 5 Desember 2021 hingga dini hari tanggal 6 Desember 2021," kata Kepala BMKG Denpasar Agus Wahyu Raharjo dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Senin (6/12).
Menurutnya, berdasarkan data pos hujan di seluruh wilayah Bali, terdapat 28 titik pos dengan curah hujan di atas 100 mm/hari.
Bahkan beberapa stasiun di memperoleh data hujan di atas 150 mm/hari yakni di Stasiun Meteorologi Ngurah Rai 177,4 mm/hari, Stasiun Geofisika Sanglah 187,5 mm/hari, Pos Balai III 188,2 mm/hari dan Pos Celuk, Sukawati, Gianyar 226,0 mm/hari
"Curah hujan lebih dari 150 mm/hari merupakan kategori hujan ekstrem," terang Agus.