Selepas polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), para mantan pegawai KPK menemui tikungan jalan. Sebagian di antaranya menyambut tangan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, sisanya memilih jalan berbeda.
Sejatinya ada 57 mantan pegawai KPK yang digaet Jenderal Sigit untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN) di Korps Bhayangkara. Namun seorang di antaranya telah lebih dulu berpulang, yaitu Nanang Priyono.
Lalu 56 mantan pendekar antikorupsi di KPK itu--termasuk Novel Baswedan--memenuhi undangan Polri. Singkat cerita, 44 orang di antaranya, termasuk Novel Baswedan, menerima tawaran Polri, sedangkan 12 lainnya menolak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya 44 sudah oke semua. Yang tidak bersedia 12," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (7/12/2021).
Selanjutnya 44 orang itu mengikuti uji kompetensi menjadi ASN Polri. Uji kompetensi tersebut bertujuan memetakan kemampuan Novel Baswedan dkk untuk nantinya ditempatkan sesuai dengan kemampuan masing-masing.
"Hanya mapping. Sesuai kompetensi untuk ditempatkan pada ruang jabatan yang sudah disiapkan. Nggak ada (untuk menentukan lulus atau tidak)," ujar Dedi.
Pilihan Sulit bagi Novel Baswedan
Di sisi lain Novel Baswedan sempat blak-blakan soal pilihannya kembali ke institusi Polri yang juga pernah menjadi 'rumahnya'. Menurut Novel, kembali ke pangkuan Korps Bhayangkara untuk menjadi ASN Polri merupakan pilihan sulit tapi harus dilakukan.
"Ya memang tadi saya katakan pilihannya sulit ya, tapi ketika melihat korupsi terjadi seperti tidak terus kemudian menjadi lebih baik dan upaya pemberantasan korupsi juga ternyata justru malah tidak, tidak semakin meningkat, tentu pilihannya mau berbuat atau tidak berbuat gitu," kata Novel Baswedan.
Novel menyadari upaya pemberantasan korupsi tanpa didukung dengan kewenangan akan sulit berjalan secara optimal. Karena itulah, Novel menerima tawaran menjadi ASN Polri di bidang pencegahan sebagai pilihan untuk memberantas korupsi.
"Saya juga merasa bahwa ketika tidak ada kewenangan, juga akan lebih sulit untuk melakukan upaya pemberantasan korupsi dengan lebih optimal, tapi ketika kewenangannya ada di pencegahan saya kira sementara ini pilihannya cuma itu," ungkapnya.
Lalu bagaimana untuk rekan-rekan Novel lainnya yang memilih jalan berbeda?
Tonton juga Video: Polri Buat Regulasi soal Perekrutan Eks Pegawai KPK
Dari 12 nama yang menolak, diketahui ada nama-nama seperti Rasamala Aritonang, Ita Khoiriyah, Tri Artining Putri, Rieswin Rachwell, dan beberapa nama lain. Mereka bukan orang sembarangan.
Ambil contoh Rasamala yang sebelumnya di KPK menjabat Kabag Perancangan dan Produk Hukum KPK. Rasamala menolak tawaran itu karena saat ini tengah fokus mengajar di Fakultas Hukum Universitas Parahyangan.
"Saya sekarang sudah mengajar di Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, itu juga bagian dedikasi saya di bidang hukum yang juga tentu ada tanggung jawab di situ yang tidak begitu saja ditinggalkan, itu sih lebih ke sana," kata Rasamala.
Meski begitu, Rasamala mengapresiasi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang telah mengajak mantan pegawai KPK bergabung di kepolisian. Rasamala mendukung penuh teman-temannya yang menerima pinangan Kapolri untuk memberantas korupsi.
"Saya nggak (terima), gini, pertama, sebenarnya saya secara personal sangat mengapresiasi Pak Kapolri juga kepolisian yang sudah berupaya memfasilitasi supaya teman teman bisa beralih statusnya dan bisa bergabung di kepolisian itu yang pertama," kata Rasamala.
Ada pula Rieswin, yang merupakan mantan penyelidik KPK. Rieswin tidak memilih tawaran menjadi ASN Polri karena dia lebih memilih bebas di jalan lain dalam pemberantasan korupsi.
"Menurutku, itu bukan solusi ya dari permasalahan TWK yang maladministratif dan melanggar HAM. Aku kan udah ikut seleksi dan lulus sebagai penyelidik KPK pada tahun 2017, jadi kalau karena TWK bermasalah aku disingkirkan ya udah itu sudah menjadi masa lalu. Aku lebih memilih untuk bebas saja di jalan lain untuk mengadvokasi pemberantasan korupsi," kata Rieswin.
Kendati demikian, Rieswin mengapresiasi setinggi-tingginya ajakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk merekrut mantan pegawai KPK tanpa syarat. Hal itu, kata Rieswin, semakin membuktikan bahwa pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dibuat KPK untuk menyingkirkannya dan teman-teman.
"Tapi aku dan teman-teman apresiasi dan hormat setinggi-tingginya pada Polri dan juga Pak Kapolri yang sudah progresif dan mau merekrut teman-teman tanpa syarat mesti TWK aneh seperti yang kemarin itu, padahal kami sudah distigma tidak setia pada Pancasila, UUD 1945 NKRI, dan pemerintah via TWK. Artinya, kan terbukti kalau TWK itu memang dibikin khusus untuk menyingkirkan kami," ungkap Riswien.
Rieswin menyebut rekrutmen ini bukan solusi atas permasalahan TWK KPK. Untuk itu, pegawai yang tidak menerima tawaran ASN maupun yang menerima, akan tetap mengawal agar rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM terkait pelanggaran TWK KPK dilaksanakan.
"Rekrutmen ini tetap bukan solusi, karena itu aku dan teman-teman (baik yang gabung Polri maupun tidak) akan terus mengawal agar rekomendasi ombudsman dan Komnas HAM terkait pelanggaran TWK ini dilaksanakan," kata Rieswin.
Sementara itu, eks pegawai KPK lainnya, yaitu Tri Artining Putri, menilai segala sesuatunya telah selesai ketika dia sudah tidak menjadi pegawai KPK. Sedangkan mantan Staf Humas KPK, Ita Khoiriyah, mengaku ada rencana bersekolah lagi dan membangun bisnis kue yang membutuhkan energi dan fokus secara khusus.
"Aku dulu melamar dan diterima jadi pegawai KPK. Jadi ketika dipecat ya sudah," kata Putri.
"Toh kami sudah menempuh jalur hukum yang sesuai sama aturan yang berlaku," sambungnya.
"Saya punya rencana sendiri ke depannya yang membutuhkan energi dan fokus secara khusus. Seperti rencana sekolah lagi dan membangun bisnis kue. Kedua hal tersebut kan butuh effort lebih yang saya pikir, agak sulit dan kurang optimal kalau saya menerima tawaran ASN Polri," sambung Ita.
Wanita yang akrab disapa Tata ini menyebutkan sejatinya tidak ada yang salah dan benar dalam memilih tawaran sebagai ASN Polri. Tata menyebut yang perlu dilihat adalah kesungguhan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk merekrut mantan pegawai KPK. Hal itu, kata Tata, mematahkan label merah yang pernah disematkan oleh pimpinan KPK kepadanya dan teman-teman.
"Pada dasarnya tidak ada salah benar dalam memilih tawaran tersebut, yang ada kesiapan menghadapi konsekuensi saja. Buat saya, tawaran serius dari Kapolri sudah sangat menggembirakan buat saya pribadi karena mematahkan secara langsung label merah yang pernah disematkan oleh Pimpinan KPK Alexander Marwata," ungkapnya.