Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengapresiasi putusan MK yang memerintahkan pemerintah dan DPR memperbaiki UU Cipta Kerja. Menurutnya, putusan MK ini menunjukkan metode omnibus law tidak boleh lagi dipakai dalam pembuatan UU di Indonesia.
"Pemerintah dan DPR juga tidak boleh lagi melakukan pembentukan UU melalui metode omnibus law campur sari seperti UU CK, karena metode demikian melahirkan UU yg tidak fokus, tujuan dan filosofisnya tidak jelas yang menimbulkan ketidakpastian hukum," kata Hamdan dalam cuitan di akun Twitternya @hamdanzoelva dan telah disetujui Hamdan untuk dijadikan berita, Jumat (27/11/2021).
Hamdan menyatakan sangat mengapresiasi putusan MK yang membatalkan secara bersyarat UU Cipta Kerja. Menurut Hamdan, pemerintah dan DPR ke depan tidak boleh lagi membahas suatu RUU yang menyangkut kepentingan strategis bangsa dengan sambil lalu, tanpa melibatkan masyarakat secara luas dan serius.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Putusan tersebut bermakna sangat strategis bagi proses pembentukan UU ke depan. Putusan ini pertama sekali dalam sejarah MK mengabulkan permohonan pengujian formil atas suatu UU," ucap Hamdan.
"Pemerintah juga tidak boleh membuat peraturan implementasi UU Cipta Kerja yang baru dan tidak boleh mengambil kebijakan yang strategis dalam melaksanakan peraturan yang ada karena UU Cipta Kerja pada dasarnya sudah batal," sambung Hamdan.
Lantas, apa analisis Hamdan soal alasan di balik keputusan MK tidak membatalkan UU Cipta Kerja pada Kamis (26/11) kemarin?
"Bisa dipahami MK memutuskan membatalkan UU Cipta Kerja secara bersyarat, dan UU Cipta Kerja berlaku sementara. Karena jika langsung dinyatakan tidak berlaku, akan menimbulkan ketidakpastian hukum baru," jawab Hamdan.
Metode omnibus law memang menjadi salah satu isu yang ramai diperbincangkan. Menurut Menko Polhukam Mahfud Md, orang yang mengajak demonstrasi dan mengajak kiai berdemo soal omnibus law adalah orang yang tak paham soal undang-undang ini. Di hadapan kiai se-Banten, ia menyatakan undang-undang ini akan mempermudah masyarakat mencari pekerjaan dan mempermudah perizinan.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Tonton Video: MK Minta UU Ciptaker Direvisi, Demokrat: Ini Pelajaran Mahal Pemerintah
"Kalau ada orang ngajak demo, 'Hayuk kita demo ada UU Omnibus Law', itu orang ndak ngerti. Karena apa (demo)? 'Mempersulit rakyat, mempermudah dikuasai asing', tidak! Omnibus law untuk mempermudah Saudara. Makanya nama bukan omnibus law, itu nama generik," kata Mahfud Md di Pesantren Cidahu di hadapan ratusan kiai Pandeglang, Banten, Minggu (2/2).
Namun pendapat Mahfud Md terpatahkan oleh putusan MK yang dibacakan pada Kamis (26/11) kemarin. MK menilai omnibus law tidak relevan karena pembuatan UU harus sesuai dengan ketentuan UU No 12 Tahun 2011 juncto UU No 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP), termasuk dalam rangka menampung partisipasi publik.
"Bahwa sementara itu berkenaan dengan asas keterbukaan, dalam persidangan terungkap fakta pembentuk undang-undang tidak memberikan ruang partisipasi kepada masyarakat secara maksimal," demikian bunyi putusan MK yang dibacakan secara bergantian dalam sidang MK, Kamis (25/11).