Mahkamah Konstitusi (MK) meminta pemerintah dan DPR untuk memperbaiki Undang-undang (UU) Cipta Kerja dalam dua tahun ke depan. Ketua Institut Harkat Negeri Sudirman Said mengkritik putusan MK tersebut, menurutnya justru MK mengesankan ketidakpastian hukum.
"Keputusan MK berkenaan dengan status UU Cipta Kerja menjadi mixed signal. Di satu sisi Mahkamah Konstitusi memberi angin segar, mengingatkan perlunya asas kepatutan dan kepantasan dalam proses pembentukan hukum," kata Sudirman Said, dalam keterangannya, Jumat (26/11/2021).
Sudirman Said mengatakan putusan MK tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebab menurutnya di satu sisi mengingatkan pemerintah dan DPR terkait proses pembentukan undang-undang harus sesuai prosedur.
"Pada sisi lain, keputusan ini seperti membatalkan niat dari dibentuknya UU Cipta Kerja. Bukankah UU Cipta Kerja ingin menjadi simbol kepastian hukum dan kebijakan agar pelaku ekonomi yakin? Alih-alih memberi kepastian hukum, keputusan MK malahan mengirimkan pesan ketidakpastian hukum," ujarnya.
Mantan Menteri ESDM itu menyebut putusan MK itu merupakan bentuk peringatan bagi pemerintah dan DPR selaku pembuat undang-undang untuk tidak memaksakan proses pembentukan undang-undang, bahkan terkesan terburu-buru. Ia berharap pemerintah dan DPR dapat lebih mendengar suara rakyat dalam proses pembentukan undang-undang.
"Bagi para pembuat hukum, terutama di Parlemen, ini merupakan peringatan bahwa proses yang dipaksakan, terburu-buru dan jauh dari kepatuhan dan kepantasan akan terus dicatat oleh sejarah ketatanegaraan kita. Semoga mereka lebih berhati-hati dan lebih mendengar suara rakyat," ujarnya.
Ia mengingatkan pada proses pembuatan UU Cipta Kerja terdapat gelombang aksi demonstrasi. Saat itu terdapat banyak korban luka dan insiden fisik antara mahasiswa dan aparat penegak hukum.
"Korban luka dan insiden fisik antara mahasiswa dengan aparat terjadi di mana-mana. Tetapi pada waktu itu DPR bergeming, jalan terus dengan keputusannya. Bahkan insiden "mematikan mikrofon" pun sempat terjadi dalam sidang paripurna pengesahan UU Cipta Kerja ini," imbuhnya.
Sudirman Said menilai putusan MK memberi angin segar bagi bangkitnya kekuatan masyarakat sipil. Sebab menurutnya masyarakat sipil memang berperan sebagai penyeimbang, menjadi kekuatan moral dan intelektual yang menjaga jalannya kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.
"Sebaiknya Pemerintah menaruh perhatian serius atas perbaikan UU Cipta Kerja ini. Dan mengambil pelajaran dari Keputusan MK ini, proses perbaikannya juga harus mengedepankan asas kepatutan. Jangan menempuh cara-cara yang mengabaikan suara rakyat," tuturnya.
"Dunia usaha juga harus mengambil pelajaran dari hal ini. Proses dan substansi hukum yang tidak memperhatikan berbagai kepentingan dengan seimbang, yang kesannya hanya menguntungkan sebagian warga, pasti akan menimbulkan reaksi," sambungnya.
Sebelumnya, MK memutuskan memerintahkan DPR dan pemerintah memperbaiki UU Cipta Kerja dalam jangka waktu 2 tahun ke depan. Bila UU Cipta Kerja tidak diperbaiki, UU yang direvisi oleh UU Cipta Kerja dianggap berlaku kembali.
"Menyatakan pembentukan UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja tidak mempunyai ketentuan hukum yang mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan channel YouTube MK, Kamis (25/11).
(yld/fjp)