Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemerintah dan DPR memperbaiki UU Cipta Kerja dalam tempo maksimal dua tahun. Bila tidak, maka UU Cipta Kerja tidak berlaku dan UU lama yang terkait hidup lagi.
Berdasarkan catatan detikcom, Jumat (26/11/2021), persidangan judicial review UU Cipta Kerja berjalan cukup alot. Berbagai pertanyaan menukik dan tajam diajukan oleh hakim konstitusi selama persidangan. Salah satunya oleh Saldi Isra dalam sidang Oktober 2021.
Ahli yang hadir saat itu di antaranya guru besar Universitas Padjadjaran Bandung Profesor Gede Pantja Astawa dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Profesor M Fauzan. Keduanya adalah ahli yang dihadirkan oleh DPR dalam sidang uji materi UU Cipta Kerja ini.
"Tapi karena saya tergelitik oleh pernyataan Prof Pantja Astawa, saya mohon klarifikasi. Tadi Prof mengatakan model pembentukan undang-undang dengan omnibus law ini, itu bisa dikategorikan sebagai konvensi. Nah, kira-kira ini dalil baru dari mana bisa membenarkan ini, Prof? Menganggap ini sebagai konvensi ketatanegaraan?" kata Saldi Isra saat itu.
Saldi, yang juga profesor hukum tata negara Universitas Andalas, Padang, menyitir pendapat Ismail Suny. Yaitu peralihan sistem pemerintahan presidensial ke parlementer pada 1945 tanpa mengubah konstitusi dianggap sebagai konvensi ketatanegaraan dengan prinsip express agreement. Namun hal itu kemudian menjadi polemik yang tidak berkesudahan.
"Nah, ini soal pembentukan undang-undang sudah ada undang-undangnya. Bagaimana secara akademik kita bisa menerima argumentasi bahwa ini konvensi? Jangan-jangan, selama saya jadi hakim MK, ada teori-teori baru terkait ini?" sambung Saldi.
Ahli dari pemerintah, Ahmad Redi, juga dicecar dalam sidang pada September 2021. Sebab, Redi menyatakan salah ketik hal yang lumrah dalam penyusunan peraturan. Seperti saat Amerika Serikat salah dalam Declaration of Independence. Pada 1934, legislatif Rusia juga pernah salah ketik dalam UU-nya, kata Redi.
"Dalam konteks pidana kita, Penjelasan Pasal 197, apabila terjadi kekhilafan penulisan, maka kekhilafan penulisan tidak menyebabkan batalnya putusan demi hukum," kata Redi.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.