Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemerintah dan DPR memperbaiki omnibus law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Christina Aryani menyatakan siap memperbaiki UU tersebut.
"Kami di DPR menghargai putusan MK dan tentunya akan menindaklanjutinya sesuai mekanisme yang berlaku. Artinya, DPR sangat terbuka untuk melakukan perbaikan hal-hal yang dianggap inkonstitusional sebagaimana diputuskan MK," kata Christina kepada wartawan, Jumat (26/11/2021).
Christina mengatakan putusan MK tersebut harus segera ditindaklanjuti agar selesai sebelum tenggat 2 tahun. Dia mengatakan Indonesia tetap membutuhkan omnibus law untuk membenahi UU yang ada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Secara substansi, Indonesia memerlukan metode omnibus law sebagai salah satu cara untuk melakukan pembenahan peraturan perundang-undangan yang ada, utamanya menyangkut masalah tumpang tindih peraturan, ketidaksesuaian materi muatan, hiperregulasi, sampai pada problem ego sektoral," ujar Christina.
"Saya berpendapat omnibus law menjadi jalan keluar untuk mengatasi berbagai persoalan peraturan perundang-undangan yang dialami Indonesia secara cepat, efektif, dan efisien serta dapat menjadi solusi untuk melakukan penataan dan harmonisasi existing regulasi," sambung Wakil Rakyat asal Dapil Jakarta Selatan, Pusat, dan Luar Negeri ini.
Dia mengatakan pembentukan peraturan perundang-undangan dengan metode omnibus law bukanlah barang baru di Indonesia. Metode ini sudah lama diterapkan, sebagai contoh untuk menyederhanakan sekitar 7.000 peraturan peninggalan Hindia-Belanda menjadi sekitar 400 peraturan. Namun demikian, metode yang digunakan tersebut belum diperkenalkan ke publik sebagai omnibus law.
Praktik pembentukan peraturan perundang-undangan menggunakan metode omnibus law, dia melanjutkan, baru benar-benar dikenal publik ketika proses legislasi dalam pembentukan UU Cipta Kerja dimulai. Hingga kini, masih kata Christina, sudah lahir setidaknya empat peraturan perundang-undangan yang disusun menggunakan metode ini, dimulai dari UU Cipta Kerja, Perppu 1/2020, PP 9/2021 tentang Perlakuan Perpajakan untuk Kemudahan Berusaha, dan Permenkeu 18/PMK.03/2021.
"Kami sepakat bahwa revisi UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan akan menjadi jalan terbaik untuk mengadopsi teknis aplikasi metode omnibus law dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia sekaligus menjadi kesempatan untuk memikirkan solusi permasalahan tumpang tindih peraturan dan ketidaksesuaian materi muatan," pungkas politikus Golkar ini.
(tor/fjp)