YLBHI soal UU Cipta Kerja Diperbaiki: Pemerintah-DPR Langgar Konstitusi

ADVERTISEMENT

YLBHI soal UU Cipta Kerja Diperbaiki: Pemerintah-DPR Langgar Konstitusi

Tim Detikcom - detikNews
Kamis, 25 Nov 2021 18:33 WIB
Ilustrasi sidang MK
MK (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memerintahkan DPR dan pemerintah memperbaiki UU Cipta Kerja dalam jangka waktu 2 tahun ke depan. Merespon putusan MK tersebut YLBHI dan 17 LBH se-Indonesia menilai putusan MK tersebut membuktikan sebenarnya pemerintah dan DPR telah salah dan melanggar prinsip pembuatan undang-undang.

"Jelas pemerintah dan DPR telah salah, yakni melanggar konstitusi dan melanggar prinsip pembuatan UU, walaupun putusannya inkonstitusional bersyarat, di mana pemerintah diberikan kesempatan untuk memperbaiki. Tetapi putusan MK menggambarkan kekeliruan yang prinsipil," kata Ketua Bidang Advokasi YLBHI M Isnur dalam keterangan tertulis, Kamis (25/11/2021).

YLBHI juga menilai berdasarkan putusan MK tersebut, pemerintah mestinya tidak dapat memberlakukan UU Cipta Kerja dan menghentikan proses pembuatan dan penerapan aturan turunannya. Hal itu karena pemerintah dinilai telah kehilangan legitimasi.

"Pemerintah telah kehilangan legitimasi dalam menerapkan atau melaksanakan UU Cipta Kerja. Padahal saat ini UU Cipta Kerja telah diberlakukan beserta seluruh PP turunannya. Maka penting untuk menghentikan segera UU ini dan seluruh PP turunannya demi mencegah timbulnya korban dari masyarakat dan lingkungan hidup," ujarnya.

YLBHI juga meminta pemerintah menghentikan proyek-proyek strategis nasional yang telah merampas hak-hak masyarakat dan merusak lingkungan hidup. Isnur menambahkan sebelum adanya putusan MK, kelompok masyarakat telah menilai UU Cipta Kerja melanggar konstitusi.

"Jauh sebelum MK menyatakan UU CK melanggar Konstitusi, berbagai kelompok masyarakat di banyak wilayah dengan berbagai pekerjaan dan latar belakang telah mengatakan omnibus law UU CK melanggar Konstitusi, tapi pemerintah bergeming," kata Isnur.

"Pemerintah dan DPR harus menyadari kesalahan, bahwa terdapat kesalahan mendasar dalam pembentukan perundang dan tidak mengulangi, karena kekeliruan seperti ini juga dilakukan di UU KPK, UU Minerba, UU MK, dan banyak peraturan perundang-undangan lainnya, baik secara prosedur maupun isi," imbuhnya.

Selanjutnya, YLBHI menilai putusan tersebut seakan-akan menjawab ketidakpercayaan terhadap MK. Ia menilai putusan MK tersebut sebagai putusan kompromi.

"Pada sisi lain, ketidakpercayaan terhadap MK terjawab sudah. Putusan ini adalah putusan kompromi," kata Isnur.

Dalam putusan MK tersebut menyatakan permohonan Pemohon I dan Pemohon II tidak dapat diterima, dan hanya mengabulkan permohonan Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, dan Pemohon VI untuk sebagian. Menurut YLBHI, putusan tersebut seakan-akan menggantung dan tidak tegas dengan menyatakan inkonstitusional bersyarat, di mana pemerintah diberikan kesempatan untuk memperbaiki.

"Meskipun menyatakan bertentangan dengan UUD tetapi MK memberikan putusan yang menggantung atau tidak berani lurus dan tegas dengan logika hukum dan UU MK. Seharusnya MK membuat putusan dengan menyatakan 'batal' saja, sehingga tidak membuat bingung dan mentoleransi pelanggaran," ujar Isnur.

Justru ia menilai putusan MK tersebut juga membuat kondisi yang tidak mudah dipenuhi, dan malah menimbulkan ketidakpastian hukum. YLBHI menilai adanya 4 dari 9 hakim menyatakan dissenting dalam arti berpendapat omnibus law UU Cipta Kerja sesuai dengan konstitusi.

"Putusan MK ini seolah menegaskan kekhawatiran masyarakat sipil terhadap MK yang tunduk pada eksekutif menjadi terbukti," ungkapnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memerintahkan DPR dan pemerintah memperbaiki UU Cipta Kerja dalam jangka waktu 2 tahun ke depan. Bila tidak diperbaiki, UU yang direvisi oleh UU Cipta Kerja dianggap berlaku kembali.

"Menyatakan pembentukan UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja tidak mempunyai ketentuan hukum yang mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan channel YouTube MK, Kamis (25/11).

Bila tidak diperbaiki, UU yang direvisi oleh UU Cipta Kerja dianggap berlaku kembali. Pemerintah juga dilarang membuat aturan turunan dan kebijakan turunan dari UU Ciptaker selama 2 tahun ke depan.

Simak video 'MK Minta DPR-Pemerintah Perbaiki UU Ciptaker dalam 2 Tahun':

[Gambas:Video 20detik]



(yld/dhn)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT