Polisi masih terus mendalami kasus dugaan kekerasan yang menimpa lima siswa di SMK Penerbangan Dirgantara Kota Batam, Kepulauan Riau. Dalam laporan, para siswa diduga dianiaya pembina sekolah.
"Yang melaporkan kemarin orang tuanya, itu karena si siswa masih di bawah umur. Yang dilaporkan sementara dari pembina sekolah, keterangan mereka," kata Kabid Humas Polda Kepri Kombes Goldenhardt, Kamis (25/11/2021).
Goldenhardt memastikan Polda Kepri tak pandang bulu dalam mengusut kasus itu. Siswa yang diduga jadi korban kekerasan sudah didampingi psikolog dari Polda Kepri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau proses penyidikan kita tidak mengenal siapa dia. Kalau kondisi siswa sekarang kita lakukan pendampingan dan konsultasi dengan psikiater-psikolog untuk pendampingan," katanya.
Polisi mengatakan sembilan orang saksi dari orang tua dan korban telah diperiksa.
"Saat ini masih proses penyelidikan, terus dikumpulkan alat bukti. Sudah sembilan saksi diperiksa, mereka adalah orang tua dan siswa yang diduga korban kekerasan di sekolah," ujarnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Lihat juga Video: Aksi Diam Puluhan Eks WBP, Tuntut Penganiayaan Diusut
Sebelumnya, polisi menyelidiki kasus lima siswa SMK Penerbangan Dirgantara di Kota Batam yang diduga menjadi korban penganiayaan. Mereka diduga mendapat kekerasan menggunakan rantai.
"Ada beberapa perlakuan yang dialami korban, seperti kekerasan verbal, kekerasan fisik, termasuk kekerasan dengan menggunakan rantai terhadap anak didik tersebut," ujar Kabid Humas Polda Kepri Kombes Harry Goldenhardt melalui keterangan tertulis, Sabtu (20/11).
Kasus ini teregister dalam laporan polisi (LP) bernomor LP-B/138/XI/2021/SPKT-Kepri. LP itu dibuat pada 19 November 2021. Kekerasan terjadi di lingkungan sekolah yang terletak di Jalan Engku Putri Kompleks Taman Eden No 7-8, Kota Batam.
Lebih lanjut Harry mengungkap dugaan sementara dari hasil pemeriksaan awal. Menurutnya, kelima siswa SMK Penerbangan Dirgantara tersebut telah mendapat kekerasan sejak masih di tingkat kelas I.
"Dari hasil pemeriksaan sementara, para korban ini mendapatkan perlakuan kekerasan sejak kelas I sampai korban kelas III. Dan mereka mendapatkan perlakuan kekerasan dikarenakan adanya pelanggaran yang mereka buat," papar Harry.
"Tentunya, dengan kejadian ini, kita sangat prihatin. Di dalam dunia pendidikan kita masih ada, dan terjadi hal-hal yang seperti ini yang sebenarnya tidak boleh terjadi. Dan tentu juga proses penyidikan terhadap kasus ini terus berjalan dan apabila nanti telah ditemukan dua alat bukti yang kuat, penyidik akan meningkatkan proses penyelidikan menjadi penyidikan," sambungnya.