Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan Komisi Yudisial (KY) berwenang menyeleksi hakim ad hoc tingkat kasasi/peninjauan kembali (PK). Sikap itu diketok dalam mengadili judicial review calon hakim ad hoc yang gagal, Burhanuddin.
Kewenangan yang digugat Burhanuddin adalah Pasal 13 huruf a UU Komisi Yudisial yang berbunyi:
Komisi Yudisial mempunyai wewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Burhanuddin menilai hal itu bertentangan dengan UUD 1945. Namun apa kata MK?
"Pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum. Amar putusan. Mengadili menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan di channel YouTube MK, Rabu (24/11/2021).
MK menilai politik hukum nasional, yaitu pengisian hakim agung sebagai jabatan tertinggi di lingkungan Mahkamah Agung (MA), dilaksanakan oleh KY. Maka hakim ad hoc yang bertugas di MA juga dapat diperlakukan yang sama.
"Selain itu, proses seleksi yang dilakukan oleh sebuah lembaga independen yang didesain oleh konstitusi tidaklah bertentangan dengan hak pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, sebagaimana termaktub dalam Pasal 28D ayat 1 UUD 1945," ujar hakim konstitusi Saldi Isra.
Sebelumnya, anggota KY, Binziad Kadafi, menyatakan KY di berbagai negara adalah untuk melakukan seleksi hakim. Fungsi utama ini juga ditangkap oleh pembentuk UUD 1945 (amandemen) maupun undang-undang terkait.
"Ciri utama KY di berbagai negara adalah untuk melakukan seleksi hakim. Beberapa standar internasional, misalnya Basic Principles on the Independence of the Judiciary, angka 2 dan angka 10 menyatakan bahwa terhadap seleksi hakim harus dibuat suatu perisai untuk menghindarkannya dari tujuan-tujuan yang tidak patut, pengaruh yang tidak layak, maupun tekanan terhadap hakim itu sendiri. Kesemua ini berdampak pada independensi dan imparsialitas hakim," kata Binziad.
"Prinsip ini juga ditegaskan oleh The Universal Charter of the Judge yang diadopsi oleh International Association of Judges (IAJ) dan telah diperbarui pada 2017. Pada angka 2.3 dan 4.1. Charter itu dinyatakan bahwa seleksi hakim harus didasarkan hanya pada kriteria objektif dan profesionalisme, dan dijalankan oleh Komisi Yudisial yang memang harus dibentuk guna menjaga independensi peradilan," sambung Binziad.
(asp/dwia)