Sekitar 80 persen penduduk Indonesia disebut telah terinfeksi COVID-19 varian Delta. Lantas apakah Indonesia telah mencapai herd immunity?
Juru bicara Satgas COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan saat ini serosurvey antibodi SARS COV2 masih terus dilakukan. Hal ini dijalankan di seluruh provinsi di Indonesia.
"Saat ini serosurvey antibodi SARS-CoV-2 masih terus bergulir dijalankan di 34 provinsi di Indonesia, yang mencakup sekitar 1.000 desa dan wilayah aglomerasi," kata Wiku dalam konferensi pers daring, Selasa (23/11/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wiku mengatakan program ini dilakukan oleh kementerian-kementerian terkait serta didukung dengan peneliti perguruan tinggi. Diperkirakan hasil dari analisis akan keluar pada akhir 2021.
"Program yang dijalankan oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, serta didukung peneliti-peneliti perguruan tinggi di Indonesia diperkirakan akan segera dianalisis dan dapat keluar hasilnya di minggu ke-3 atau ke-4 tahun 2021," kata Wiku.
Herd Immunity sudah Terbentuk?
Wiku menuturkan hasil dari analisis inilah yang akan menunjukkan besaran herd immunity di Indonesia. Sehingga, menurutnya, data diharapkan dapat menjadi dasar dalam pengambilan kebijakan.
"Hasil inilah yang nantinya akan memberikan informasi seberapa besar kekebalan komunitas yang telah terbentuk di Indonesia, baik karena infeksi alamiah maupun vaksinasi, sehingga dapat menjadi dasar pengambilan kebijakan yang berbasis data dan fakta," kata Wiku.
Diketahui sebelumnya, epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Citra Indriani, menyebut sekitar 80 persen penduduk Indonesia telah terinfeksi COVID-19 varian Delta. Hal tersebut menjadi salah satu faktor penurunan kasus secara drastis.
Jumlah masyarakat yang terinfeksi varian Delta, menurut Citra, membuat terbentuknya imunitas kelompok secara alamiah yang menyebabkan tubuh memiliki antibodi yang spesifik untuk strain virus tertentu.
"Infeksi COVID lebih dari 50 persen adalah asimtomatis, mungkin 80 persen penduduk kita telah terinfeksi (varian) Delta," kata Citra, seperti dilansir dari laman UGM, Senin (22/11).
Namun imunitas kelompok yang terbentuk tidak menutup kemungkinan munculnya ancaman gelombang ketiga. Menurutnya, sebagian besar infeksi natural membentuk antibodi yang spesifik untuk virus atau strain virus yang menginfeksi, tetapi tidak untuk strain yang lain.
"Sehingga imunitas alamiah yang terbentuk saat ini mungkin tidak bisa kita andalkan apabila kita kedatangan strain yang baru," ujarnya.
Selain faktor terbentuknya imunitas alami setelah terinfeksi, program vaksinasi yang menyentuh angka 208 juta dengan 88 juta di antaranya mendapatkan dosis vaksin lengkap juga disebut berperan penting dalam mencegah tingkat keparahan apabila kembali terinfeksi.
Citra menjelaskan, berdasarkan rekaman data yang terinfeksi di gelombang Januari, juga kemudian kembali terinfeksi delta di Juni-Juli, kasus-kasus meninggal memiliki riwayat belum mendapatkan vaksinasi.
"Harapannya tentu pada percepatan vaksinasi, dan sisir wilayah untuk vaksinasi terutama lansia bisa berperan untuk mitigasi bentuk parah infeksi SARS-COV 2. Kalaupun gelombang 3 terjadi, sistem kesehatan kita tidak lagi menghadapi kasus-kasus berat yang jumlahnya ribuan setiap harinya," paparnya.
(dwia/jbr)