Ironi 3 Kakak-Adik Siswa Penganut Saksi Yehuwa Tinggal Kelas 3 Kali

Ironi 3 Kakak-Adik Siswa Penganut Saksi Yehuwa Tinggal Kelas 3 Kali

Tim detikcom - detikNews
Senin, 22 Nov 2021 22:36 WIB
Ilustrasi siswa atau sekolah
Ilustrasi (Getty Images/GlobalStock)
Tarakan -

Ironi kisah 3 pelajar penganut Saksi-saksi Yehuwa di Tarakan, Kalimantan Utara. Mereka yang merupakan kakak-adik disebut tidak naik kelas hingga 3 kali.

Kisah itu diungkapkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Hal tersebut diketahui setelah para orang tua ketiga siswa itu mengadu ke KPAI.

"Ada 3 kakak-beradik yang beragama Saksi Yehuwa yang tidak naik kelas selama 3 (tiga) tahun berturut-turut karena permasalahan nilai agama di rapor," ujar Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangan tertulis, Minggu (21/11/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Retno mengungkap ketiga siswa itu tidak naik kelas dari tahun ajaran 2018-2019, kemudian 2019-2020, dan 2020-2021. Alasannya tidak sama setiap anak. Salah satunya sekolah menolak memberikan pelajaran agama pada ketiga anak tersebut.

"Alasan tidak naik kelas ketiga anak tersebut berbeda-beda alasannya setiap tahun. Mulai dari sekolah menolak memberikan pelajaran agama pada ketiga anak tersebut sampai anak diminta menyanyikan lagu rohani yang tidak sesuai dengan keyakinannya," kata Retno.

ADVERTISEMENT

"Atas keputusan sekolah, orang tua anak korban melakukan perlawanan ke jalur hukum, mereka selalu menang di Pengadilan Tata Usaha Negara, namun pihak sekolah selalu punya cara setiap tahun untuk tidak menaikkan ketiga anak tersebut. Keputusan ke jalur hukum ditempuh orang tua korban lantaran jalur dialog dan mediasi menemui jalur buntu," sambungnya.

Pada tahun ajaran 2019-2019, ketiga anak tidak naik kelas karena dianggap tidak hadir tanpa alasan selama lebih dari 3 bulan. Padahal ketiga anak tersebut tidak hadir karena dikeluarkan dari sekolah dan baru dapat kembali setelah penetapan PTUN Samarinda.

Tahun ajaran 2019-2020, ketiganya tidak naik kelas dengan alasan tidak diberi pelajaran agama dan tidak punya nilai agama. Orang tua ketiga anak disebut telah berulang kali meminta anak-anak diberi pelajaran agama Kristen agar bisa naik kelas, namun dipersulit dengan berbagai syarat yang tidak berdasar hukum.

Selengkapnya di halaman berikutnya.

Sedangkan tahun ajaran 2020-2021, alasan yang diberikan terkait nilai agama yang rendah atau lagu rohani. Pada tahun ketiga ini sekolah memberikan pelajaran agama, namun ketiga anak diberikan nilai Agama yang rendah sehingga tidak naik kelas.

Ketiga anak dipaksa menyanyikan lagu rohani, meskipun sang guru tahu bahwa itu tidak sesuai dengan akidah dan keyakinan agamanya. Karena tidak dapat melakukannya, ketiga anak diberi nilai rendah dan tidak naik kelas lagi.

Secara psikologi, ketiga anak disebut sangat terpukul dengan perlakuan diskriminasi yang diterima. Retno juga mengatakan pihaknya telah berbicara dengan ketiga anak tersebut, di mana ketiganya menyebut tidak mau melanjutkan sekolah bila kembali tak naik kelas.

"Ketiga anak sudah menyatakan dalam Zoom Meeting dengan KPAI dan Itjen Kemendikbudristek bahwa mereka tidak mau melanjutkan sekolah jika mereka tidak naik kelas lagi untuk keempat kalinya," ungkap Retno.

Retno mengatakan Itjen Kemendikbudristek bersama KPAI akan melakukan pemantauan langsung ke Tarakan pada 22-26 November 2021. Tim Pemantauan akan bertemu dengan sejumlah pihak, dari orang tua pengadu dan anak-anaknya, pihak sekolah, Dinas Pendidikan Kota Tarakan, Inspektorat Kota Tarakan, sampai LPMP Kalimantan Utara.

"KPAI segera melakukan koordinasi dengan Itjen Kemendikbudristek untuk pemantauan bersama ke Tarakan," imbuhnya.

Kemendikbudristek turun tangan untuk memeriksa ke lokasi, simak selengkapnya

Kemendikbudristek Turun Tangan

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengirim tim untuk mengecek kabar tersebut. Kemendikbudristek terjun ke Tarakan, Kaltara, bersama tim dari KPAI.

"Tim kemendikbud dan KPAI," kata Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), Jumeri, Senin (22/11/2021).

Kemendikbud mengirimkan tim dari Unit Pelaksana Teknis lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (UPT LPMP) untuk mendalami persoalan tersebut.

"Siswa dan sekolah kewenangan pemda, kami masih menunggu hasil klarifikasi dari lapangan," ucap Jumeri.

Halaman 2 dari 3
(eva/isa)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads