Bamsoet Mau 4 Pilar MPR Buat Warga Tak Bermental Inlander & Inferior

Bamsoet Mau 4 Pilar MPR Buat Warga Tak Bermental Inlander & Inferior

Nurcholis Maarif - detikNews
Kamis, 18 Nov 2021 21:13 WIB
Bamsoet
Foto: MPR
Jakarta -

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menekankan setelah lebih dari 17 tahun, yaitu sejak tahun 2004, MPR melaksanakan sosialisasi Empat Pilar MPR RI dan segala putusan MPR. Kini sudah saatnya MPR masa jabatan 2019-2024 melakukan evaluasi menyeluruh atas metode sosialisasi yang digunakan.

Hal tersebut dilakukan untuk menjawab pertanyaan besar, apakah upaya membumikan Empat Pilar MPR RI yang terdiri dari Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhineka Tunggal Ika, telah berhasil membangun peradaban bangsa yang unggul?

"Masih segar dalam ingatan kita, beberapa hari yang lalu Presiden Jokowi menyampaikan pernyataan sekaligus penyesalannya karena sampai saat ini masih banyak anak bangsa yang masih bermental 'inlander' dan bersikap 'inferior' ketika berhadapan dengan bangsa lain," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Kamis (18/11/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jauh sebelumnya, sudah tidak terhitung berapa kali Presiden Soekarno dalam berbagai pidatonya yang khas menggelegar dan bergemuruh, mengingatkan agar bangsa Indonesia jangan mau menjadi 'bangsa kuli' dan menjadi 'kuli bangsa-bangsa lain'," imbuh Bamsoet.

Hal itu diucapkan Bamsoet saat melantik beberapa anggota MPR RI dalam pergantian antar waktu (PAW), di Komplek Majelis hari ini.

ADVERTISEMENT

Ketua DPR RI ke-20 ini mengingatkan para anggota MPR RI, bahwa peringatan Bung Karno dan pernyataan Presiden Jokowi tersebut harus dijadikan sebagai bagian introspeksi dalam melaksanakan sosialisasi Empat Pilar MPR RI.

Metode sosialisasi Empat Pilar yang dilaksanakan ke depan harus mampu membangun karakter masyarakat dan sistem sosial yang berakar pada nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sendiri yang bersifat khas, unik, modern, dan unggul.

"Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang. Para pemerhati Indonesia mengilustrasikan Indonesia sebagai gugusan masyarakat lama dalam negara baru. Di masa lalu bangsa ini diakui pernah memiliki peradaban tinggi dengan penguasaan teknologi yang tinggi pada zamannya," ujarnya.

"Tanpa penguasaan teknologi yang tinggi, rasanya mustahil anak-anak bangsa pada zaman Kerajaan Syailendra (abad ke-7) mampu membangun Candi Borobudur. Demikian juga dengan Kerajaan Majapahit (abad ke-14) yang dapat menguasai wilayah yang sekarang disebut Indonesia beserta hampir seluruh semenanjung Malaya," tutur Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menuturkan peradaban bangsa Indonesia pernah juga mengalami keterpurukan akibat penjajahan ratusan tahun, sehingga mengalami apa yang disebut 'hegemoni peradaban kolonialisme' yang membentuk mental inlander dan sikap inferior.

Hal ini ditunjukkan dengan tidak dimilikinya rasa percaya diri sebagai sebuah bangsa, memandang bangsa lain jauh lebih hebat dan maju, serta tidak mampu membaca potensi bangsa yang begitu besar.

"Indonesia dengan potensi sumber daya alam yang melimpah justru tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya seperti pangan dan obat-obatan secara berdaulat. Paradigma ekonomi lama dengan prinsip asal mengimpor dengan harga murah, harus diakhiri," ujarnya.

"Karena terperangkap dalam prinsip itu membuat kita kehilangan wahana peningkatan kapabilitas belajar untuk mengolah dan mengembangkan nilai tambah potensi sumber daya kita. Tanpa usaha menanam dan memproduksi sendiri dengan penguasaan teknologi sendiri, kita akan terus mengalami ketergantungan," jelas Bamsoet.

Klik halaman selanjutnya >>>

Lebih lanjut Bamsoet menjelaskan setelah lebih dari 7 dekade Pancasila ditasbihkan sebagai dasar dan ideologi negara masih terdapat jurang yang lebar antara idealitas Pancasila dengan realitas kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.

Karenanya, sosialisasi empat konsepsi dasar yang dikenal dengan sosialisasi Empat Pilar MPR harus mampu mengajak seluruh elemen bangsa, terutama penyelenggara negara untuk menyinkronkan idealitas Pancasila dengan realitas kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.

"Kita harus mampu mewujudkan Pancasila menjadi 'ideologi kerja' dalam seluruh ranah peradaban," kata Bamsoet.

Bamsoet mengakui upaya menyinkronkan Pancasila dengan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan, memang tidak mudah dan tidak boleh berhenti berusaha.

"Pancasila adalah soal perjuangan. Pancasila tidak kita warisi dari nenek moyang kita menurut hukum Mendel. Pancasila adalah soal keyakinan dan pendirian asasi. Pancasila tidak akan tertanam dalam jiwa kita jika kita sendiri masing-masing tidak berjuang," katanya.

Dia menambahkan usaha penanaman Pancasila harus berjalan terus menerus baik untuk masyarakat dan negara maupun untuk setiap individu.

"Tak seorang pun akan menjadi Pancasilais kalau dia tidak membuat dirinya Pancasilais. Negara kita tidak akan menjadi negara Pancasila jika kita tidak membuatnya terus menerus," ujar Bamsoet.

"Bung Karno pernah berpesan kita harus sabar, tak boleh bosan, ulet, terus menjalankan perjuangan, terus tahan menderita, jangan putus asa, jangan kurang tabah, jangan kurang rajin. Ingat memproklamasikan bangsa adalah gampang, tetapi menyusun negara, mempertahankan negara buat selama-lamanya itu sukar," sambung Bamsoet mengutip kata-kata Bung Karno.

Masih mengutip Bung Karno, Bamsoet mengatakan hanya rakyat yang memenuhi syarat-syarat yaitu rakyat yang ulet, rakyat yang tidak bosanan, rakyat yang tabah, maka dengan rakyat seperti itulah yang dapat bernegara kekal abadi.

"Siapa yang ingin memiliki mutiara, harus ulet menahan nafas dan berani terjun menyelami samudera yang sedalam-dalamnya," tuturnya.

Bamsoet menegaskan setiap anggota MPR wajib untuk melaksanakan sosialisasi Empat Pilar MPR (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika).

"Nilai-nilai itu merupakan buah pikiran dan gagasan dasar bangsa Indonesia tentang kehidupan yang dianggap baik. Para pendiri bangsa menciptakan tata nilai yang mendukung tata kehidupan sosial dan tata kerokhanian bangsa yang memberi corak, watak dan ciri masyarakat dan bangsa Indonesia yang membedakannya dengan masyarakat atau bangsa lain. Ini merupakan suatu kenyataan obyektif yang merupakan jati diri bangsa Indonesia," jelasnya.

Sebagai informasi, beberapa Anggota MPR RI yang dilantik antara lain, Diah Nurwitasari dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Daerah Pemilihan Jawa Barat II; Paulus Ubruangge dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Daerah Pemilihan Papua; Aida Muslimah dari Fraksi PDI Perjuangan, Daerah Pemilihan Kalimantan Selatan II; Harris Turino dari Fraksi PDI Perjuangan, Daerah Pemilihan Jawa Tengah IX; dan Novri Ompusunggu dari Fraksi PDI Perjuangan, Daerah Pemilihan Kalimantan Selatan II.

Lalu kelima anggota PAW MPR yang dilantik dan diambil sumpahnya adalah Dipl. Ing. Hj. Diah Nurwitasari, M.I.Pol, (dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Daerah Pemilihan Jawa Barat II), Paulus Ubrunge (Fraksi Partai Amanat Nasional, Daerah Pemilihan Papua), Hj. Aida Muslimah, SE (Fraksi PDI Perjuangan, Daerah Pemilihan Kalimantan Selatan II), Ir. Harris Turino, M.Si, M.M. (Fraksi PDI Perjuangan, Daerah Pemilihan Jawa Tengah IX), dan Novri Ompusungu, S.H. (Fraksi PDI Perjuangan, Daerah Pemilihan Kalimantan Selatan II).

Halaman 2 dari 2
(ncm/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads