Vonis koruptor Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra mengalami turun-naik karena perlawanan hukumnya.
Di tingkat pertama, Djoko Tjandra divonis 4,5 tahun penjara karena terbukti menyuap Irjen Napoleon dan Brigjen Prasetijo Utomo terkait penghapusan DPO di Imigrasi serta memberi suap ke Pinangki Sirna Malasari selaku jaksa berkaitan dengan upaya permohonan fatwa MA agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi saat tiba di RI.
Atas vonis itu, Djoko Tjandra pun mengajukan banding. Upaya banding itu pun dikabulkan Pengadilan Tinggi DKI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Vonis 4,5 tahun itu pun dipotong menjadi 3,5 tahun penjara pada Juli 2021. Kemudian pada Selasa (16/11) Mahkamah Agung (MA) mengembalikan vonis Djoko Tjandra menjadi 4,5 tahun lagi.
"Tolak perbaikan kasasi Terdakwa dan Penuntut Umum dengan perbaikan pidana menjadi penjara selama 4 tahun 6 bulan dan Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan," kata Andi yang juga Wakil Ketua MA bidang Yudisial itu.
Alasan Vonis Djoko Tjandra Dikembalikan ke 4,5 Tahun
MA menolak alasan PT Jakarta yang meringankan hukuman Djoko, yaitu telah mengembalikan uang yang dikorupsinya sebesar Rp 546 miliar. Sebab, pengembalian itu melalui mekanisme eksekusi oleh jaksa penuntut umum ketika putusan telah berkekuatan hukum tetap.
"Bahwa alasan kasasi Penuntut Umum dapat dibenarkan karena meskipun berat-ringan pidana adalah kewenangan judex facti, akan tetapi ketika judex facti mengambil putusan pidana dengan mengurangi pidana terhadap Terdakwa, ternyata judex facti Pengadilan Tinggi kurang dalam pertimbangannya (onvoldoende gemotiveerd). Mengapa judex facti Pengadilan Tinggi mengurangi pidana penjara dari 4 tahun 6 bulan menjadi 3 tahun 6 bulan, hal yang meringankan Terdakwa karena Terdakwa mengembalikan dana yang ada dalam escrow account atas rekening Bank Bali qq PT Era Giat Prima milik Terdakwa sebesar Rp 546.468.544.738,00," kata juru bicara MA, hakim agung Andi Samsan Nganro.
"Padahal penyerahan itu melalui mekanisme eksekusi oleh jaksa penuntut umum, ketika putusan telah berkekuatan hukum tetap, hal tersebut tidak ada korelasi dengan perbuatan suap yang dilakukan oleh Terdakwa dalam perkara a quo," sambung Andi menegaskan.
Selain itu, MA menilai perkara a quo adalah suap dengan tujuan pengurusan fatwa Mahkamah Agung melalui adik ipar Terdakwa dan diteruskan kepada Pinangki Sirna Malasari selaku jaksa/penyelenggara negara sebesar USD 500 ribu dan untuk pengurusan pengecekan status dan penghapusan red notice Terdakwa dengan mengeluarkan dana suap kepada Napoleon Bonaparte sebesar USD 370 ribu dan SGD 200 ribu serta kepada Prasetijo Utomo sebesar USD 100 ribu.
"Bahwa Terdakwa telah melarikan diri ke luar negeri untuk menghindari pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa atas putusan Mahkamah Agung RI yang telah berkekuatan hukum tetap," ucap Andi.
Vonis Djoko Tjandra Lebih Berat dari Terdakwa Lain
Dengan vonis kasasi itu, hukuman Djoko Tjandra lebih berat daripada yang disuap (jaksa Pinangki dan Irjen Napoleon serta Brigjen Prasetijo). Berikut ini daftar hukuman yang dijatuhkan kepada komplotan tersebut:
1. Djoko Tjandra dihukum 2,5 tahun penjara di kasus surat palsu dan 4,5 tahun penjara di kasus korupsi menyuap pejabat.
Selain itu, Djoko harus menjalani hukuman korupsi 2 tahun penjara di kasus korupsi cessie Bank Bali. MA juga memerintahkan agar dana yang disimpan di rekening dana penampungan atau Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dikembalikan kepada negara.
2. Jaksa Pinangki hanya dituntut oleh sesama jaksa selama 4 tahun penjara saja. Awalnya Pinangki dihukum 10 tahun penjara tapi disunat oleh Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi 4 tahun penjara. Anehnya, jaksa tidak kasasi atas putusan itu.
3. Irjen Napoleon divonis 4 tahun penjara. Kini Irjen Napoleon juga sedang disidik di kasus pencucian uang da kasus pemukulan sesama tahanan.
4. Brigjen Prasetijo divonis 3,5 tahun penjara.
5. Tommy Sumardi divonis 2 tahun penjara.
6. Andi Irfan divonis 6 tahun penjara.
7. Pengacara Anita Kolopaking, dihukum 2,5 tahun penjara.