Akhir Sengketa Kemhan Vs Angkasa Pura II soal Lahan Bandara Palembang

Akhir Sengketa Kemhan Vs Angkasa Pura II soal Lahan Bandara Palembang

Andi Saputra - detikNews
Senin, 15 Nov 2021 10:55 WIB
Bandara Sutan Mahmud Badaruddin, Palembang dikepung asap.
Bandara SMB II Palembang (Hans Henricus/detikcom)
Jakarta -

Kementerian Pertahanan (Kemhan) menang melawan Angkasa Pura (AP) II soal lahan di bandara Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) senilai Rp 3,8 triliun lebih. Kawasan bandara itu dikelola oleh Kemhan lewat Lanud Sri Mulyono Herlambang (SMH) sedangkan AP II dengan Bandara Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II.

Sebagaimana dirangkum dari website Mahkamah Agung (MA), Senin (15/11/2021), kasus bermula saat AP II mengelola bandara Palembang dan memperoleh tanah tersebut berdasar PP 10/1991 seluas 3,2 juta. Dalam pelaksanaannya, kawasan itu beroperasi dua bandara yaitu bandara komersial yang dikelola AP II dan bandara militer yang dikelola Kemhan.

Permasalahan mulai terjadi pada 2019, saat Badan Pertanahan Nasional (BPN) menetapkan sebagian lahan di kawasan itu seluas 2 juta meter persegi adalah milik Kemhan. Salah satu akibatnya, kata Angkasa Pura II, hal itu mengakibatkan pengelolaan parkir kendaraan bermotor menjadi terhenti sehingga berakibat kepada pelayanan masyarakat menjadi terganggu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

AP II yang mengetahui hal itu tidak terima dan menggugat BPN ke PTUN Palembang dengan meminta Sertipikat Hak Pakai (SHP) yang dimiliki Kemhan dicabut. Mengetahui gugatan itu, Kemhan tidak tinggal diam dan masuk menjadi Tergugat II.

Atas gugatan itu, PTUN Palembang mengabulkan gugatan AP II.

ADVERTISEMENT

"Menyatakan batal Sertipikat Hak Pakai Nomor 11/Kelurahan Talang Betutu, tanggal 09 - 09 - 2019, Surat Ukur Nomor 6417/Talang Betutu/2019 tanggal 06 September 2019, seluas 2.067.811 m2(dua juta enam puluh tujuh ribu delapan ratus sebelas meter persegi) atas nama Pemerintah Republik Indonesia Cq. Kementerian Pertahanan Republik Indonesia," demikian bunyi putusan majelis PTUN Palembang.

Kemhan dan BPN tidak terima dan sama-sama mengajukan permohonan banding. Gayung bersambut. Majelis banding membatalkan putusan PTUN Palembang.

"Menyatakan gugatan Penggugat/Terbanding tidak diterima," ujar majelis tinggi.

Giliran AP II yang tidak terima dan mengajukan kasasi. Apa kata MA?

"Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT Angkasa Pura II," demikian bunyi putusan kasasi yang diketuai Supandi dengan anggota Yodi Martono Wahyunadi dan Is Sudaryono.

Lihat juga video 'Komentar Amien Rais soal Sengketa Lahan Rocky Gerung Vs Sentul City':

[Gambas:Video 20detik]



Apa alasan majelis menolak gugatan AP II? Berikut pendapat majelis kasasi:

Dalam sengketa a quo, Judex Facti tingkat pertama menyatakan bahwa sengketa tata usaha negara a quo merupakan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara untuk dan memutuskan membatalkan keputusan objek sengketa yang diterbitkan oleh Tergugat, sementara Judex Facti tingkat banding memutuskan bahwa pengajuan gugatan Penggugat tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan dalam ketentuan Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan juncto Pasal 2 ayat (1) Perma Nomor 6 Tahun 2018, sehingga Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang memeriksa dan memutus sengketa tersebut, dan menyatakan gugatan penggugat tidak diterima;

Bahwa terlepas dari pertimbangan hukum Judex Facti tersebut di atas, Mahkamah Agung memandang perlu untuk memberikan pandangan terkait lembaga upaya administratif dalam kaitannya dengan lembaga tenggang waktu sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP), untuk menyelesaikan permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan;

Bahwa UU AP merupakan undang-undang payung (umbrella act) bagi penyelenggaraan pemerintahan, yang menjadi landasan dan pedoman bagi Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menjalankan tugas penyelenggaraan pemerintahan.

Bahwa UU AP merupakan hukum materiil dari Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Selain itu, kerangka konsepsional dalam UU AP tersebut juga memuat aturan-aturan umum meliputi Hukum administrasi formal (prosedur hukum acara) dan tentang kompetensi (kewenangan yurisdiksi) di PTUN;

Bahwa dalam sengketa a quo, Penggugat merupakan salah satu badan usaha milik negara yang bergerak dalam bidang usaha pelayanan jasa kebandarudaraan dan pelayanan jasa terkait bandar udara. Sedangkan Tergugat adalah adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, dan Tergugat II Intervensi adalah pelaksana pemerintah dipimpin oleh Menteri Pertahanan yang berkedudukan berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden.

Bahwa berdasarkan UU AP, baik Penggugat, Tergugat, maupun Tergugat II Intervensi merupakan subjek yang aktif terlibat dalam penyelenggaraan Pemerintahan, maka oleh karena itu, penerapan lembaga upaya administratif sebagai penyelesaian awal sengketa administrasi akibat dikeluarkannya keputusan oleh Tergugat dalam sengketa a quo tidak oleh dilaksanakan secara kaku (rigid), melainkan haruslah dilakukan secara lentur (fleksibel), dengan harapan:

1. Agar terjadi dialog antara penggugat dan Tergugat II Intervensi dalam kedudukannya sebagai subjek yang aktif terlibat dalam penyelenggaraan Pemerintahan, guna mendapatkan hasil penyelesaian yang baik di luar pengadilan;
2. Agar penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara lebih komprehensif (holistik), bukan sekedar pendekatan hukum semata, sehingga dapat menghindari misscommunication, missperception, dan ketegangan di antara para pihak;
3. Penyelesaian secara internal dapat menciptakan suasana kebatinan yang kondusif di antara para pihak yang dapat membuat penyelesaian menjadi lebih cepat dan lebih efektif;

Bahwa berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa perhitungan lembaga tenggang waktu pengajuan gugatan di PTUN dalam kaitannya dengan penerapan lembaga upaya administratif, tidak boleh dipahami secara sempit, melainkan harus dipahami secara luas (kontekstual). Hal ini sesuai dengan maksud dibentuknya lembaga upaya administratif dalam UU AP, yaitu mengedepankan Penyelesaian secara internal (premium remedium) terlebih dahulu sebelum pengajuan gugatan di PTUN (ultimum remedium);

Bahwa pemahaman terhadap lembaga upaya administratif dalam konteks dialog, haruslah dimaknai dapat dilakukan berkali-kali hingga tercapai titik temu yang mengakomodasi kepentingan para pihak, apalagi dalam sengketa a quo para pihaknya merupakan subjek yang aktif terlibat dalam penyelenggaraan Pemerintahan dan objek sengketa yang dipersoalkan menyangkut asset Negara;

PTUN sebagai badan peradilan yang memiliki kewenangan untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara oleh badan atau pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat maupun daerah, terikat dengan hukum acara dan tidak boleh menolak suatu perkara yang diajukan para pihak termasuk penyelesaian sengketa a quo. Namun Mahkamah Agung memiliki kewajiban konstitusional untuk mendorong kembali para pihak, baik pihak Penggugat, Tergugat maupun Tergugat II Intervensi untuk kembali melanjutkan dialog Penyelesaian secara internal untuk menyelesaikan permasalahan dalam sengketa a quo;

Meskipun Mahkamah Agung tidak sependapat dengan Judex Facti soal tenggang waktu upaya administratie namun oleh karena para pihak dalam perkara ini adalah Badan Pemerintahan maka upaya administratif dapat dilakukan lebih dari satu kali untuk memaksimalkan hasil dialog.

Jawaban Kemhan di Persidangan

Kemhan menyatakan dirinya lembaga yang berhak atas tana seluas 2 juta meter persegi itu dengan alasan:

1. Tanah Lanud Sri Mulyono Herlambang seluas 720 Ha adalah tanah negara dalam penguasaan Kementerian Pertahanan RI Cq. TNI Angkatan Udara Sri Mulyono Herlambang yang sudah tercatat dalam Inventaris Kekayaan Negara dengan Nomor Registrasi 5050900000001.

2. Lapangan terbang Talang Betutu, yang merupakan cikal bakal Pangkalan TNI AU Sri Mulyono Herlambang, pada masa pendudukan Belanda ataupun Jepang merupakan salah satu dari beberapa lapangan terbang yang terdapat di Provinsi Sumatera Selatan. Lapangan terbang ini dahulunya berfungsi sebagai pangkalan pesawat-pesawat tempur dan markas pasukan Jepang sehingga di sekitarnya banyak terdapat bangunan tempat perlindungan yang digunakan untuk pertahanan atas pendudukan tentara-tentara Belanda ataupun Jepang di Indonesia.

3. Pada masa pendudukan Belanda, Lapangan Terbang Talang Betutu sendiri merupakan basis sementara dari pesawat B-17. Lapangan terbang ini merupakan salah satu lapangan terbang superior yang menjadi target militer Jepang untuk menduduki Palembang dalam Battle of Palembang pada tahun 1942.

4. Pada tanggal 14 Februari 1942 pasukan terjun payung Jepang mengambil kepemilikan lapangan terbang P1 (Talang Betutu), mendesak untuk akhirnya mengambil kota Palembang dan dua kilang minyaknya di selatan sungai. Selain itu, Jepang juga pernah menjadikan Lapangan Terbang Talang Betutu sebagai basis pendidikan kemiliteran Gyugun Angkatan Udara dimana nantinya tentara-tentara Jepang tersebut akan disiapkan sebagai Perwira pengawal lapangan terbang. Pada pendudukan militer Belanda lapangan terbang ini lebih disempurnakan lagi dengan memperpanjang landasan dan melengkapi fasilitas-fasilitasnya sehingga kegiatan penerbangan pada Lapangan Terbang Talang Betutu lebih baik dari sebelumnya. Jepang juga membangun layered air defense network, dengan inti pertahanan udara berada di 9 skuadron pesawat tempur, pembom, intai, transport Jepang yang disebar di empat lanud di sekitar kota Palembang, Lahat Airfield, Lembak Airfield, Talang Betoetoe Airfield dan Martapura Airfield di mana semua airfield di sekitaran Palembang menjadi elemen yang sangat krusial bagi 9th Air Army, IJA yang menjadikan Palembang sebagai markas dan memiliki tugas utama melindungi fasilitas kilang minyak Palembang hingga perang berakhir pada tahun 1945. Untuk fasilitas tempur lainnya, Jepang menyiapkan, 21st Hiko Sentai/21st Squadron IJA berpangkalan di Talang Betoetoe Airfield dan dilengkapi Kawasaki Ki-45KAI-b yang dipersenjatai meriam otomatis kaliber 37mm dan 20mm untuk kemudahan menembak jatuh pembom berat yang menyerang Palembang.

5. Pada Lapangan Terbang Talang Betutu terdapat Skadron 59 dan Skadron 64 yang 14 pesawat Ki-43 serta enam pesawat pembom Ki-48-nya digunakan untuk merebut Lanud Semplak (Sekarang Lanud Atang Sendjaja, Bogor) pada tanggal 23 Februari 1942.

6. Setelah melewati perjalanan sejarah yang panjang, dimulai dari masa pendudukan militer Belanda dan Jepang, perjuangan bangsa Indonesia merebut dan mempertahankan kemerdekaan hingga terbentuk dan berdiri Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) di wilayah Sumatera Selatan tahun 1946, gagasan pembentukan TRI Penerbangan yang dimotori oleh para pelajar bekas siswa Sekolah Tinggi Teknik Penerbangan Nanko Buntai Jepang di Shinanto (Singapura) tahun 1946, sampai pembentukan Markas Penerbangan di Sumatera dan Agresi Militer Belanda I tanggal 21 Juli 1947 yang mengakibatkan kerugian besar bagi pihak Indonesia, tetapi tidak menyurutkan semangat juang para perintis AURI.

7. Puncak perjuangan para perintis AURI berbuah manis pada tanggal 26 April 1950, yaitu dengan ditandainya peristiwa Angkatan Udara Belanda yang menyerahkan pesawat udara Twaalfde Vliegbasic dan Varna beserta personelnya yang berpangkalan di Talang Betutu dalam suatu upacara militer kepada Letnan Udara satu (LU I) Ahmad Rasjidi sebagai Komandan Pangkalan Udara Talang Betutu yang pertama. Pada peristiwa itu juga dihadiri oleh Komandan ML-KNIL (Militaire Luchtvaart van het Koninklijk Nederlands-Indisch Leger adalah Angkatan Udara Tentara Kerajaan Hindia Belanda yang merupakan sayap udara KNIL di Hindia Belanda (kini Indonesia) antara tahun1939-1950) J.B.H. Bruiner, Komandan AURIS Mayor Sujoso, Komandan TRIS Sumatera Selatan Mayor Hasan Kasim, Komandan Pasukan Belanda Letcol J.H.J Bredgen serta dua orang wakil UNCI (United Nations Commissions for Indonesia adalah suatu badan perdamaian yang dibentuk pada tanggal 28 Januari 1949 untuk menggantikan Komisi Tiga Negara yang dianggap gagal mendamaikan Indonesia - Belanda).

8. Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP) Nomor 023/P/KSAP/50 tanggal 25 Mei 1950 menyatakan bahwa Lapangan-lapangan terbang serta bangunan yang merupakan bagian dari lapangan terbang dan alat-alat yang berada di lapangan dan sungguh-sungguh diperlukan untuk memelihara lapangan tersebut menjadi milik Angkatan Udara Republik Indonesia.

9. Surat Edaran Mendagri Nomor H.20/5/7 tanggal 9 Mei 1950 tentang penjelasan tanah-tanah yang dahulu diambil oleh pemerintah pendudukan Jepang, dalam Surat Edaran ini juga diberikan contoh mengenai tanah yang digunakan untuk mendirikan bangunan negeri atau untuk kepentingan Negara (kantor, sekolah) merupakan milik Negara.

10. Surat Edaran Mendagri Nomor Agr.40/25/13 Tanggal 13 Mei 1953 perihal penjelasan tanah-tanah yang dahulu diambil oleh pemerintah pendudukan Jepang sesudah akhir tahun 1953, permintaan uang tambahan kerugian atau permintaan kembali tanah-tanah peninggalan Jepang oleh bekas pemiliknya tidak akan diperhatikan lagi.

11. Gambar Situasi Lapangan Terbang Talang Betutu Palembang yang dibuat oleh Dinas Pekerjaan Umum Daerah Palembang Tahun 1953, merupakan gambar situasi kepemilikan TNI AU yang telah dibuat sejak tahun 1953 dan wilayah pada Gambar Situasi tersebut telah dikuasai oleh TNI AU.

12. Peta Lokasi Pangkalan TNI AU Sri Mulyono Herlambang/Bandara SMB II Palembang dari Dinas Agraria Musi Banyuasin Tahun 1988. Peta tersebut merupakan peta lapangan terbang Talang Betutu yang menunjukkan bahwa Lapangan Terbang Talang Betutu sebagai Lapangan Terbang milik TNI AU.

13. Penetapan Status Penggunaan Kementerian Keuangan Nomor 73/KM.6/2016 tanggal 15 Maret 2016. Penetapan status ini yaitu penetapan aset tanah dari Kementerian keuangan seluas 720 Ha. kepada Pangkalan TNI AU Sri Mulyono Herlambang.

14. Bahwa pada hari Rabu tanggal 11 September 2019 dalam pelaksanaan rapat di Ruang Rapat Bima Kantor Cabang Halim Perdanakusuma PT. Angkasa Pura II (Persero) dengan agenda Penggunaan Bersama Pangkalan Udara Sri Mulyono Herlambang/Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, telah dijelaskan oleh Komandan Lanud Sri Mulyono Herlambang bahwa Lanud Sri Mulyono Herlambang telah memiliki dasar yang kuat terhadap persil Talang Betutu Palembang yaitu dengan sertifikasi lahan seluas 2.067.811 m2 yaitu berdasarkan Sertipikat Hak Pakai Nomor 11/Kelurahan Talang Betutu, tanggal 09 September 2019, Surat Ukur Nomor 6417/Talang Betutu/2019 tanggal 06 September 2019;

Halaman 2 dari 4
(asp/mae)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads