Mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino atau RJ Lino dituntut 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. RJ Lino diyakini jaksa bersalah melakukan korupsi dalam proyek pengadaan dan pemeliharaan 3 unit quayside container crane (QCC) di PT Pelindo II.
"Menuntut agar majelis hakim memutuskan, menyatakan terdakwa Richard Joost Lino terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan tujuan menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi atau menyalahgunakan kewenangannya dan mengakibatkan kerugian negara," kata jaksa KPK Wawan Yunarwanto dalam sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (11/11/2021).
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dipotong masa tahanan sementara yang telah dijalani oleh Terdakwa dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan," lanjut jaksa Wawan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa menyebut RJ Lino telah menguntungkan diri atau korporasi, yakni Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co Ltd. (HDHM) China, dalam pengadaan 3 unit QCC. Jaksa menyebut RJ Lino menunjuk langsung HDHM untuk mengerjakan proyek 3 unit QCC, penunjukan itu tidak sesuai dengan aturan Kementerian BUMN.
"Terdakwa memerintahkan perubahan surat direksi, tentang kebutuhan pokok dan tata cara pengadaan barang dan melakukan penunjukan HDHM, padahal menurut AD/ART Pelindo II mengatur setiap keputusan direksi harus sesuai rapat redaksi, dan dituang di rapat redaksi. Bahwa perubahan tersebut dimaksudkan agar PT Pelindo II bisa melakukan penunjukan langsung perusahaan luar negeri, hal itu tidak sesuai dengan aturan BUMN," jelas jaksa.
Jaksa juga menyebut RJ Lino memberikan perlakuan khusus ke HDHM. Hal itu dibuktikan dengan diizinkannya HDHM melakukan survei di 3 pelabuhan, padahal menurut jaksa tidak sembarangan orang bisa masuk ke pelabuhan.
"Terdakwa mengizinkan HDHM survei agar HDHM memiliki kekuasaan khusus dibanding perusahaan lain dan tidak dilakukan kesempatan yang sama. Padahal pelabuhan objek vital, dan tidak semua orang bisa memasuki kawasan tersebut," ucap jaksa.
Selain itu, RJ Lino disebut jaksa bersalah karena melakukan pembayaran ke HDHM padahal syarat kerja sama belum dipenuhi HDHM. RJ Lino disebut menyalahgunakan kewenangannya sebagai Dirut PT Pelindo II.
"PT Pelindo II melakukan pembayaran HDHM meskipun HDHM belum melakukan seluruh kewajibannya, hal ini dapat ditarik kesimpulan sebenarnya HDHM tidak memiliki kemampuan QCC twin lift 61 ton sebagaimana penawaran HDHM. Perusahaan HDHM seakan-akan mampu membuat kuisisi twin lift 61 ton, padahal QCC twin lift yang terpasang hanya 50,8 ton," ungkap jaksa.
Terbukti Rugikan Negara
Jaksa mengatakan RJ Lino terbukti menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana saat menjabat sebagai Dirut PT Pelindo II, karena RJ Lino intervensi pengadaan 3 QCC. Jaksa juga menyebut RJ Lino merugikan keuangan negara terkait dengan pengadaan QCC berikut pekerjaan jasa pemeliharaannya.
"Telah mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara cq PT Pelabuhan Indonesia II sebesar USD1.997.740,23," tegas jaksa.
Adapun rinciannya sebagai berikut:
a. Pengadaan Twin lift QCC sebesar USD 1.974.911,29 berdasarkan hasil
perhitungan Kerugian Keuangan Negara atas Pengadaan 3 unit QCC pada PT Pelindo II Tahun 2010 Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis
Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi.
b. Pengadaan jasa pemeliharaan 3 unit QCC sebesar USD 22.828,94 berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Negara Atas Atas Pengadaan QCC Tahun 2010 Pada PT Pelindo II dan Instansi terkait lainnya di Jakarta, Lampung, Palembang dan Pontianak.
Menurut jaksa, meskipun RJ Lino tidak menerima keuntungan secara langsung. Namun, dia terbukti menguntungkan pihak HDHM terkait pengadaan 3 unit QCC.
"Bahwa terdakwa mengatakan terdakwa tidak memberi perhatian khusus ke HDHM, itu bertentangan dengan keterangan saksi-saksi. Terdakwa juga berdalih tidak menguntungkan diri terkait pengadaan QCC, bahwa fakta yang terungkap terbukti pihak HDHM mendapat keuntungan USD 1,9 juta yang diperoleh PT Pelindo II dari terdakwa, sehingga meskipun terdakwa tidak menerima secara langsung. Namun, terdakwa terbukti menguntungkan HDHM," tegas jaksa KPK.
Dalam sidang ini, jaksa juga mempertimbangkan hal memberatkan yakni mengakibatkan kerugian negara, dan berbelit-belit dalam persidangan. Sedangkan yang meringankannya RJ Lino dianggap sopan di sidang.
RJ Lino diyakini jaksa bersalah melanggar Pasal Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Simak video 'Hakim Cecar RJ Lino Soal Tanda Tangan Kontrak Pengadaan QCC':