Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menilai Museum Islam Indonesia KH Hasyim Asy'ari bukan hanya sekadar bangunan tetapi juga menghadirkan marwah. Menurutnya, museum tersebut ada cita-cita dan sejarah perjuangan yang bisa dijadikan panduan bagi anak bangsa dalam mengisi kemerdekaan.
"Sejarah Pesantren Tebu Ireng yang diasuh oleh KH Hasyim Asy'ari memberi arti perjuangan, khususnya di kalangan umat Islam, bahwa Islam itu adalah agama yang damai dan menjunjung nilai-nilai kebhinekaan," ujar Lestari dalam keterangannya, Rabu (10/11/2021).
Hal ini dia ungkapkan saat memberi sambutan dalam launching pengoperasian Museum Islam Indonesia KH Hasyim Asy'ari di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan nilai-nilai kebhinekaan yang diajarkan dan diperjuangkan oleh KH Hasyim Asy'ari, harus diteruskan dan diamalkan oleh generasi penerus bangsa. Lestari menilai dia menempatkan perjuangan kemerdekaan menjadi perjuangan bersama seluruh elemen bangsa, dalam rangka mewujudkan Indonesia menjadi rumah kita bersama.
"Langkah KH Hasyim Asy'ari ini harus menjadi teladan bagi kita sebagai anak bangsa," tegasnya.
Apalagi, kata dia, saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi krisis multidimensi, yang salah satunya berupa ancaman disintegrasi yang disebabkan masuknya paham-paham yang mengikis persatuan dan kebinekaan bangsa.
"Saya yakin dari Pondok Pesantren Tebu Ireng ini akan terus muncul semangat untuk memperkuat nilai-nilai kebhinekaan dan persatuan bangsa kita," tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu.
Sementara itu, Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng, Abdul Halim Mahfudz mengungkapkan Museum Islam Indonesia dibuka untuk mengangkat perjuangan KH Hasyim Asy'ari dan umat Islam pada umumnya, dalam rangkaian Hari Santri Nasional, yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober.
"Banyak yang belum memahami sejarah munculnya Resolusi Jihad yang digagas KH Hasyim Asy'ari, ujarnya.
Aksi resolusi jihad pada 22 Oktober 1945 dimulai dari seruan KH Hasyim Asy'ari kepada para santri dan ulama pondok pesantren dari berbagi penjuru Indonesia. Instruksi tersebut berisi untuk membulatkan tekad dalam melakukan jihad membela tanah air.
KH Hasyim Asy'ari menyebut aksi melawan penjajah hukumnya fardhu'ain. Melalui semangat resolusi jihad tersebut para laskar ulama-santri mempunyai semangat yang sama dalam mengusir tentara sekutu yang ingin merebut kemerdekaan.
Semangat resolusi jihad itu jugalah yang kemudian ikut mendorong para pemuda pada 10 November 1945 memberi perlawanan terhadap pendudukan kembali Belanda yang tergabung dalam NICA, di Surabaya.
"Kehadiran Museum Islam Indonesia ini, antara lain sekaligus sebagai salah satu sarana untuk meluruskan sejarah, karena masih banyak pemahaman masyarakat yang berbeda-beda terhadap munculnya resolusi jihad tersebut," pungkasnya.
(akd/mpr)