Raden Aria Wangsakara jadi satu dari empat tokoh yang akan mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari Presiden Joko Widodo. Dia mewakili tokoh dari Banten yang akan menerima gelar di Istana Bogor tepat pada Hari Pahlawan 10 November 2021 mendatang.
Adapun penetapan Raden Aria Wangsakara tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) nomor 109 TK/2021 tentang penganugerahan gelar pahlawan nasional. Selain Raden Aria Wangsakara, berikut 3 tokoh lainnya yang akan mendapatkan gelar pahlawan:
- Tombo Lututu (Sulawesi Tengah)
- Sultan Aji Muhammad Idris (Kalimatan Timur)
- Usmar Ismail (DKI Jakarta)
Lalu siapa itu Raden Aria Wangsakara? detikcom merangkum ulasannya berikut ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Profil Raden Aria Wangsakara
Profil lengkap soal perjuangan Raden Aria Wangsakara tertuang dalam buku karya Lutfi Abdul Gani berjudul Ki Luluhur Rekam Jejak Sejarah Raden Aria Wangsakara (2020). Dalam buku yang diterbitkan penerbit Deepublish, berikut profil Raden Aria Wangsakara
- Lahir: sekitar 1024 H atau 1615 M. Tanggal kelahirannya diperkirakan dari naskah Paririmbon Keariaan Tangerang yang menyebut dirinya meninggal pada malam Jumat Manis tanggal 2 Syaban tahun 1092 H atau 1681 M pada usia 68 tahun dalam hitungan kalender hijriah atau usia 66 tahun dalam hitungan masehi.
- Ayah: Wiraraja I (Pangeran Kerajaan Sumedang Larang, pewaris takhta kerajaan)
- Ibu: Putri Dewi Cipta/Nyimas Cipta (Anak dari Raden Kidang Palakaran bin Pucuk Umun Banten bin Prabu Siliwangi)
- Keturunan: Darah Sumedang, Pajajaran, Cirebon, Banten.
- Gelar: Pangeran Wiraraja II/Imam Haji Wangsaraja/Kiai Lenyep/Sayyid Hasan/Aria Lengkong/Aria Tangerang I/Kiai Narantaka/Ki Luluhur
Perjuangan Raden Aria Wangsakara hingga Wafat
Di bawah perintah Ratu Rangga Gempol Kusuma Dinata I, Kerajaan Sumedang Larang jatuh ke kekuasaan Mataram. Sumedang Larang pun diganti menjadi 'Parahyangan'
Raden Aria Wangsakara menentang politik keluarganya yang dengan mudah menyerahkan kedaulatan Sumedang Larang ke penjajah Belanda.Saat itu, Ratu Mataram juga mengancam orang-orang Sumedang yang menentang akan mendapat hukuman. Dengan keadaan tersebut, Raden Aria Wangsakara hijrah meninggalkan Kerajaan Sumedang Larang ke Banten.
Di Banten, dia dan beberapa saudaranya disambut baik oleh Gustin Sinuhun Sultan Abdul Mafakhir. Pangeran Ratu juga mengharapkan kehadiran Raden Aria Wangsakara dan dua saudaranya bisa menjadi mediator rekonsiliasi Tata SUnda pasca penyerangan Banten terhadap Pajajaran.
Di usia 18 atau 19 tahun (sekitar 1633/1634) Raden Aria Wangsakara pergi ke Mekah sebagai utusan Banten. Dia pergi bersama Labe Panji dan Demang Tisnajaya. Dia menetap di Mekah sambil belajar ilmu dengan ulama-ulama di Mekah. Berkat kecakapan Raden Aria Wangsakara, Kemaulanaaan Banten diakui oleh Syarif Mekah.
Raden Aria Wangsakara juga mendapat kepercayaan untuk menjaga wilayah Kerajaan Mataram, yaitu di dekat Sungai Cisadane. Kehadiran Raden Aria Wangsakara memicu kekhawatiran dari VOC. VOC pun mendirikan benteng untuk mengawasi gerak-geriknya.
Sejak saat itu, konflik terus terjadi antara Raden Aria Wangsakara dan VOC. Pada 1720, Raden Aria Wangsakara tewas setelah terlibat perang dengan VOC di Ciledug. Dia kemudian dimakamkan di Lengkong Kyai, Kabupaten Tangerang.
Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional untuk Raden Aria Wangsakara disambut baik oleh Gubernur Banten. Ulasan lengkapnya dapat dilihat di halaman selanjutnya.
Sambutan Baik Penyematan Pahlawan untuk Raden Aria Wangsakara
Gelar Pahlawan Nasional untuk Raden Aria Wangsakara disambut baik oleh Gubernur Banten, Wahidin Halim. Penetapannya itu diharapkan jadi inspirasi bagi masyarakat Banten.
"Saya mengucapkan terima kasih atas ditetapkannya Raden Aria Wangsakara sebagai pahlawan nasional," kata Wahidin Halim, seperti dilansir dari laman resmi Pemprov Banten, Jumat (5/11/2021).
Sosok Raden Aria Wangsakara dikenal sebagai tokoh pendiri Tangerang sekaligus ulama kharismatik di wilayah tersebut. Saat jaman penjajahan, dia juga jadi tokoh sentral melawan Belanda.
Sebelum Raden Aria Wangsakara, ada tiga tokoh pejuang Banten yang telah memperoleh gelar pahlawan nasional, yaitu Sultan Ageng Tirtayasa (gelar Pahlawan Nasional tahun 1970), Syafruddin Prawiranegara (gelar Pahlawan tahun 2015), dan Brigjen KH Syam'un gelar Pahlawan Nasional tahun 2018).