Usmar Ismail masuk dalam 4 nama tokoh yang akan mendapat gelar Pahlawan Nasional. Dia bersama Tombo Lututu, Sultam Aji Muhammad Idris dan Raden Aria Wangsakara ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 109 TK/2021 tentang penganugerahan gelar pahlawan nasional.
Pemberian gelar akan dilakukan di Istana Bogor tepat ketika Hari Pahlawan 10 November 2021 mendatang. Usmar Ismail sendiri mewakili daerah DKI Jakarta.
Lalu siapa sosok Usmar Ismail yang bakal menambah daftar pahlawan nasional? detikcom merangkum informasinya berikut ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Profil Usmar Ismail
Melansir dari laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, berikut profil Usmar Ismail:
- Tempat, Tanggal Lahir: Bukittinggi, Sumatera Barat, 20 Maret 1921
- Ayah Kandung: Datuk Tumenggung Ismail, guru Sekolah Kedokteran di Padang
- Ibu Kandung: Siti Fatimah
- Pendidikan:
- HIS (Sekolah Dasar) di Batusangkar
- MULO B (SMP) di Simpang Haru, Padang
- AMS-A (SMA) di Yogyakarta sampai tahun 1941
- Sarjana Muda Jurusan Film di University of California, Los Angeles (1953) dari beasiswa Yayasan Rockefeller
Pada 2 Januari 1971 Usmar Ismail meninggal karena stoke. Dia meninggal di usia hampir 50 tahun. Namanya diabadikan untuk sebuah gedung perfilman, yaitu Pusat Perfilman Usmar Ismail yang terletak di daerah Kuningan, Jakarta sesuai Keputusan Gubernur DKI Jakarta, Nomor D.III-4835/7/75 tanggal 24 Agustus 1975.
Bakat Sastra Usmar Ismail
Bakat sastra Usmar Ismail telah terlihat sejak sekolah di MULO. Bersama teman-temannya, termasuk Rosihan Anwar, mereka berniat tampil dalam perayaan ulang tahun Putri Mahkota Ratu Wilhelmina di Padang.
Usmar Ismail ingin menyajikan pertunjukan mengesankan hingga rela menyewa perahu dan kostum bajak laut. Sayangnya usaha mereka gagal lantaran baru sampai di Pelabuhan Muara saat matahari tenggelam. Kala itu mereka hampir pingsan karena kelelahan mengayuh perahu ke lokasi pesta. Meski gagal, bakat sutradara Usmar Ismail telah terlihat saat menyiapkan pertunjukan tersebut.
Di Yogyakarta, Usmar Ismail kian menunjukkan bakatnya. Dia aktif dalam kegiatan drama dan bahkan mengirim karangannya ke berbagai majalah.
Bakat tersebut kian terasah setelah Usmar Ismail bekerja di Keimin Bunka Sidosho (Kantor Besar Pusat Kebudayaan Jepang). Bersama Armijn Pane dan budayawan lain mereka terlibat proyek pementasan drama.
Bersama kakaknya, El Hakim beserta Rosihan Anwar, Cornel Simanjuntak serta H.B Jassin, Umar Ismail mendirikan kelompok sandiwara 'Maya' pada 1943. Kelompok ini menyajikan sandiwara dengan teknik teater ala Barat, sehingga dianggap sebagai tonggak lahirnya teater modern di Indonesia.
Berikut beberapa pementasan yang dilakukan Maya:
- Taufan di Atas Asia (El Hakim)
- Mutiara dari Nusa Laut (Usmar Ismail)
- Mekar Melati (Usmar Ismail)
- Liburan Seniman (Usmar Ismail)
Pasca Kemerdekaan, Usmar Ismail melakukan dinas militer dan aktif di dunia jurnalistik. Dia mendirikan surat kabar bernama 'Rakyat' bersama dua rekannya di Jakarta. Kemudian dia pindah ke Jogja dan mendirikan harian 'Patriot' dan bulanan 'Arena',
Usmar Ismail yang bekerja sebagai wartawan politik di kantor berita Antara pernah dipenjara oleh Belanda karena dituduh terlibat kegiatan subversi. Saat itu dirinya meliput perundingan Belanda-RI di Jakarta pada 1948.
Baca selengkapnya soal perjalanan sebagai sutradara seorang Usmar Ismail di halaman selanjutnya.
Perjalanan Usmar Ismail Menjadi Sutradara
Perjalanan Usmar Ismail sebagai sutradara bermula saat menjadi asisten sutrada film 'Gadis Desa'. Ia juga turut terlibat dalam film 'Harta Karun' hingga Citra.
Berikut beberapa daftar film yang pernah disutradarai Usmar Ismail:
- Darah dan Doa (1950)
- Enam jam di Yogya (1951)
- Dosa Tak Berampun (1951)
- Krisis (1953)
- Kafedo (1953)
- Lewat Jam malam (1954)
- Tiga Dara (1955)
- Pedjoang (1960), berhasil meraih penghargaan Festival Film International Moscow 1961 untuk peran utama, yang dimainkan Bambang Hermanto.
Selain itu, ada beberapa karya lainnya yang juga berhasil dicapai Usmar Ismail, yaitu:
- Puntung Berasap (kumpulan puisi), 1950.
- Mutiara dari Nusa Laut (drama), 1943.
- Mekar Melati (drama), 1945.
- Sedih dan Gembira (kumpulan drama), 1950.
- Membahas Film (kumpulan esai), 1983.
Adapun penghargaan yang pernah diterima Usmar Ismail antara lain:
- Piagam Diploma Di Partecipazionale Mostra Internazionale D` Arte Cinematografica oleh Presidente Biennale di Venezia (1959)
- Piagam Widjajakusuma oleh Presiden RI Soekarno (17 Agustus 1962)
- Penghargaan warga teladan dari Gubernur DKI Djakarta (22 Juni 1971)
- Piala Citra untuk Penulisan Kritik Film Terbaik oleh Panitia FFI (1982)
- Piala Citra untuk Penulisan Kritik Film Terbaik pertama kali pada Festival Film Indonesia (1982)
- Piagam Dewan Film Nasional (DFN) dari Menteri Penerangan Harmoko (6 Agustus 1985)
- Piagam Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Utama dari Presiden RI (30 Juni 1996)
- Piagam Tanda Kehormatan Satyalencana Kebudayaan dari Presiden RI (06 Agustus 1997)