Aksi perundungan (bullying) terhadap seorang siswi kelas VI di Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra), jadi sorotan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan video tersebut saat sekolah tatap muka kembali dibuka.
"Anak-anak memiliki hak untuk rasa aman, rasa dilindungi, dan rasa dihargai. Apakah dengan mempermalukan di depan umum menyebabkan anak SD itu bisa menghitung?" kata komisioner KPAI Jasra Putra kepada wartawan, Selasa (2/11/2021).
Dia juga menyayangkan soal penyebaran video tersebut ke media sosial (medsos).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengingatkan Kemendikbud telah memiliki Permendikbud 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
"Kita sedang membayangkan, ketika anak di rumah di-bullying, di sekolah di-bullying, di lingkungan di-bullying, lalu siapa yang akan menyelamatkan mereka," ucap dia.
Dia mengatakan rekomendasi Hari Anak Nasional (HAN) 2021 ialah ada kebutuhan berbeda dari setiap anak dalam menjalani hari-hari belajarnya. Jasra mengatakan masa depan Indonesia ada di tangan anak-anak.
Dia lalu menyinggung soal kekerasan yang terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT). Dia meminta transisi pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan pembelajaran tatap muka (PTM) diperhatikan.
"Guru di Alor membunuh muridnya akibat tidak mengerjakan PR dengan tangan sang guru menghantam kepalanya. Artinya, pandemi ini memberi dampak fatality ke setiap individu, termasuk guru," ujar dia.
"Tetapi bila masa transisi PJJ ke PTM ini tidak diperhatikan, maka akan banyak gangguan perilaku yang muncul di dunia mendidik," tambahnya.
Dia berharap rekrutmen guru honorer menjadi guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) melahirkan guru yang melindungi anak-anak. Jasra menilai sekolah harus membenahi ketertinggalan yang dialami para murid akibat pandemi COVID-19.
Dia berharap pendidikan yang ramah disampaikan institusi pendidikan setelah anak-anak 2 tahun hanya belajar di rumah.
"Janganlah konsep Merdeka Belajar yang diusung selama 2 tahun pandemi ini berakhir menjadi tangisan. Karena anak sudah mengalami loss learning, loss protection, dan terakhir loss generation," kata dia.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
KPAI juga meminta orang tua mendukung upaya sekolah mengatasi ketertinggalan pembelajaran akibat pandemi. Jasra lalu menyinggung tiga dosa di sekolah menurut Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim.
"Sepertinya sekolah harus mengingat lagi pesan Mas Menteri atas tiga dosa sekolah. Pertama pendidikan intoleran, pendidikan perundungan, dan kejahatan kekerasan seksual, yang seharusnya tidak terjadi atas nama usaha sadar mendidik dari lembaga pendidikan," katanya.
KPAI berharap tak ada lagi kekerasan di dunia pendidikan, sehingga siswa tak memandang kekerasan sebagai cara penyelesaian.
"Semoga tidak ada lagi anak-anak yang dihakimi di depan umum karena belum menemukan cara pola belajar. Karena sejatinya anak akan terus belajar, karena itu kebutuhan esensialnya dalam bertumbuh dan berkembang," ujar dia.
Siswa SD Di-bully Guru dan Siswa
Sebelumnya, viral di media sosial seorang siswi sekolah dasar (SD) yang disebut tidak bisa menjawab soal dari guru di-bully oleh guru dan teman-temannya di Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra). Bahkan video tersebut sengaja direkam oleh guru dan disebar di media sosial.
Siti Khadija, ibu siswi berinisial S tersebut, mengaku tidak terima atas perlakuan guru terhadap anaknya. Menurutnya, guru seharusnya mendidik dan membimbing anaknya jika tidak bisa menjawab soal yang diberikan.
"Gara-gara kerjakan soalnya 7x35-19 = ? Biar siapa belum tentu langsung jawab. Yang saya herankan, kenapa juga hanya anakku yang divideo, sedangkan teman-temannya yang lain, tidak tahu jawab tidak divideo," ujar Siti kepada detikcom, Senin (1/11).