Jakarta -
Dirjen Pemasyarakatan (Pas) angkat bicara menanggapi cerita eks narapidana yang menyebut adanya tindakan kekerasan Lapas Narkotika Kelas II-A Yogyakarta. Pihak Ditjen Pas memastikan tidak terdapat kekerasan berdasarkan keterangan dari Kepala Lapas.
"Dari keterangan Kalapas (Narkotika Kelas II-A Yogyakarta) mengatakan tidak terjadi seperti itu karena pelaksanaan tugas oleh petugas pengamanan atau pembinaan sesuai dengan aturan. Jadi tidak ada tindakan kekerasan," kata Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pas Rika Aprianti saat dimintai konfirmasi detikcom, Selasa (2/11/2021).
Rika mengatakan pihaknya tetap melakukan pemeriksaan lebih lanjut soal dugaan kekerasan tersebut. Dia tetap menghormati aduan eks narapidana ke Ombudsman RI (ORI) atas dugaan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Adapun terdapat aduan tersebut, kita sama-sama harus bersabar. Karena menunggu hasil pemeriksaan. Kami kan juga tetap harus di-cross-check, kami berterima kasih terhadap adanya aduan masyarakat, itu menjadi evaluasi buat kami. Tapi sekali lagi kita juga harus mengevaluasi, kita harus nunggu hasil pemeriksaan," kata Rika.
"Nah, kita sama-sama ya pembuktian ya. Karena gini, akan menjadi sangat tidak adil juga buat petugas kami apabila sudah bekerja baik tetapi dinyatakan seperti itu, jadi kita sama-sama menunggu hasil pemeriksaannya. Kalau dari Kalapas (Narkotika Kelas II-A Yogyakarta) jelas menyatakan bahwa hal itu tidak benar, tidak ada terjadinya kekerasan di Lapas," tambahnya.
Lalu Rika menyatakan tindakan kekerasan di lingkungan lapas atau rutan sama sekali tidak dibenarkan. Dia menyalahkan bila ada petugasnya yang melakukan tindakan fisik.
"Yang pasti, apa pun bentuk tindak kekerasan, itu tidak dibenarkan, baik oleh petugas maupun sesama warga binaan sendiri, karena kita sendiri sudah pada saat putus pidana oleh pengadilan, tugas kita di pemasyarakatan melalui lapas dan rutan adalah melakukan pembinaan, tidak lagi melakukan penghukuman, apalagi sampai dengan fisik ya," ujarnya.
Lihat juga video 'Suasana Kericuhan Saat Napi Mengamuk di Lapas Parigi Moutong Sulteng':
[Gambas:Video 20detik]
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Sementara itu, Kalapas Narkotika Kelas II-A Yogyakarta Cahyo Dewanto memastikan hal tersebut tidak benar. Dia mengatakan seluruh kegiatan pembinaan kepada narapidana maupun tahanan dilakukan sesuai standard operating procedure (SOP).
"Semua kegiatan pembinaan dilakukan sesuai SOP secara proporsional dan terukur untuk peningkatan mental, fisik, dan disiplin. Hal ini tentunya agar terjadi perubahan sikap dan perilaku narapidana ke arah yang lebih baik," kata Cahyo.
Lebih lanjut, terkait informasi adanya penyiksaan hingga waktu Subuh, Cahyo menjelaskan hal tersebut tidak sesuai fakta, lantaran pada pukul 17.00 WIB kunci kamar hunian telah dimasukkan ke dalam kotak kunci. Katanya, setiap harinya kotak kunci tersebut akan diserahkan oleh regu pengamanan kepada Kalapas untuk disimpan dan diambil kembali keesokan harinya pada pukul 05.00 WIB.
"Vincentius telah bebas dari Lapas Narkotika Kelas II-A Yogyakarta melalui cuti bersyarat (CB) sejak 19 Oktober 2021 dan masih dalam proses pembimbingan oleh Balai Pemasyarakatan. Jadi sekali lagi saya tegaskan, tidak benar pernyataan yang bersangkutan bahwa tidak bisa mengurus CB," ungkapnya.
Sebelumnya, sejumlah eks narapidana (napi) Lapas Narkotika Kelas II-A Yogyakarta memberikan kesaksian soal adanya tindak kekerasan di dalam Lapas. Mereka kemudian melapor ke Ombudsman RI (ORI) Perwakilan DIY.
Diduga Ada Pelanggaran HAM
Vincentius Titih Gita (35), warga Yogyakarta, adalah salah satu eks napi yang melapor ke ORI. Diceritakannya, banyak pelanggaran HAM dan penyiksaan yang terjadi di Lapas.
"Banyak pelanggaran HAM di Lapas, berupa penyiksaan. Jadi, begitu kita masuk, tanpa kesalahan apa pun, kita langsung dipukuli pakai selang, diinjak, (pakai) kabel juga, dipukul pakai kemaluan sapi (yang dikeringkan)," kata Vincen ditemui di kantor Ombudsman, Depok, Sleman, Senin (1/11).
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Vincent, yang telah bebas pada Oktober 2021, mengatakan aksi kekerasan oknum petugas itu kerap dilakukan kepada napi yang baru masuk ke Lapas Narkotika Yogyakarta. Termasuk terhadap dirinya, yang dipindahkan dari rutan bersama 12 orang lainnya pada April 2021 ke lapas narkotika.
Setiba di Lapas, ia disiksa tiga hari dan dimasukkan ke sel kering selama hampir 5 bulan.
"Alasannya mereka, kita residivis. Padahal saat saya dikirim bareng 12 orang itu, ada yang tidak residivis tapi mereka juga mengalami penyiksaan. Dan itu selama tiga hari itu kita disiksa dari siang sampai hampir Subuh," katanya.
"Saya tanpa alasan yang jelas dimasukkan ke sel kering, jadi sel kering itu tidak bisa dibuka itu selama hampir 5 bulan. Saya tidak bisa menghubungi keluarga, saya di dalam sel. Saya mau mengurus cuti bersyarat juga kesulitan," tuturnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini