Dengan pencabutan pasal-pasal tersebut, pemberian remisi diatur sesuai dengan PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan jo PP Nomor 28 Tahun 2006, dengan tidak memandang jenis kejahatan yang dilakukan. Aturan itu tertuang di Pasal 34 PP Nomor 32 Tahun 1999.
Pasal 34
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(1) Setiap Narapidana dan Anak Pidana yang selama menjalani masa pidana berkelakuan baik berhak mendapatkan remisi.
(2) Remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat ditambah, apabila selama menjalani pidana, yang bersangkutan :
a. berbuat jasa kepada negara;
b. melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan; atau
c. melakukan perbuatan yang membantu kegiatan lapas.
d. Ketentuan untuk mendapatkan remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga bagi Narapidana dan anak Pidana yang menunggu grasi sambil menjalani pidana.
Adapun untuk mendapatkan pembebasan bersyarat, juga disamakan tanpa melihat latar belakang kejahatan si narapidana. Hal itu tertuang dalam Pasal 43 PP 32/1999, yaitu:
1. Setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan kecuali Anak Sipil, berhak mendapatkan pembebasan bersyarat;
2. Pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi Narapidana dan Anak Pidana setelah menjalani pidana sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari masa pidananya dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan;
3. Berkelakuan baik selama menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua per tiga) masa pidana; dan
4. Pembebasan bersyarat bagi Anak Negara diberikan setelah menjalani pembinaan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.
Bila 2 aturan di atas dibandingkan, para koruptor kini tidak perlu bekerja sama dengan penegak hukum sebagai justice collaborator lagi untuk mendapatkan remisi. Selain itu, para koruptor tersebut tidak perlu sudah membayar lunas denda atau uang pengganti lebih dulu untuk mendapatkan remisi.
(dhn/fjp)