PP Dicabut MA, MAKI Usul Pengetatan Remisi Koruptor Diatur Undang-undang

PP Dicabut MA, MAKI Usul Pengetatan Remisi Koruptor Diatur Undang-undang

Lisye Sri Rahayu - detikNews
Sabtu, 30 Okt 2021 08:41 WIB
Ketua Yayasan Mega Bintang 1997 Boyamin Saiman saat ditemui di PN Surakarta, Senin (29/3/2021)
Boyamin Saiman (Ari Purnomo/detikcom)
Jakarta -

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menghargai putusan Mahkamah Agung (MA) mencabut dan membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 yang dikenal dengan PP Pengetatan Remisi Koruptor. MAKI mendorong pemerintah dan DPR membuat undang-undang (UU) yang mengatur pengetatan remisi pada narapidana korupsi agar ada efek jera.

"Prinsipnya, saya menghormati putusan pengadilan, termasuk putusan Mahkamah Agung dalam judicial review bagaimana berlaku asas res judicata, di mana menghormati putusan pengadilan walaupun dirasa salah," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Jumat (29/10/2021).

Boyamin mengatakan remisi terhadap napi korupsi ini memang menjadi dilema sejak lama. Sebab, undang-undang menyebutkan setiap narapidana berhak mendapatkan remisi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dan khusus untuk remisi dan lain sebagainya, diskon terhadap napi korupsi memang saya sejak awal sebagai dilema, karena apa pun di undang-undang disebutkan, semua napi berhak mendapatkan remisi, asimilasi, maupun bebas bersyarat atau pengurangan-pengurangan yang lainnya, termasuk grasi mereka juga punya hak," kata dia.

Oleh karena itu, Boyamin mendorong agar pemerintah dan DPR menyusun undang-undang mengenai pengetatan remisi bagi narapidana korupsi. Hal itu, kata Boyamin, perlu diatur oleh undang-undang.

ADVERTISEMENT

"Dari sisi ini, kalau memang mau niatnya itu sebagai pembatasan korupsi, narkoba, dan teroris itu tidak berhak mendapatkan remisi, ya harus dalam konteks diatur oleh undang-undang. Jadi harus diputuskan oleh pemerintah dan DPR sebagai produk sebuah undang-undang, bukan di peraturan pemerintah. Karena UU mengatakan itu hak semua napi, tapi peraturan pemerintah kemudian membatasi. Memang menjadi seperti mengurangi haknya yang diatur undang-undang," ujar Boyamin.

"Nah, maka sebaiknya memang saran saya, kalau mau dilakukan pengurasan atau pembatasan untuk remisi koruptor, maka diatur oleh undang-undang, bukan diatur oleh peraturan pemerintah. Nanti kalau diatur undang-undang, maka sah karena disetujui rakyat melalui DPR," lanjutnya.

Selain itu, guna membatasi remisi bagi narapidana korupsi, Boyamin mendorong hakim yang mengadili kasus korupsi itu mencabut hak remisi bagi para koruptor, sehingga mereka tidak memiliki hak mendapatkan remisi.

"Kedua, juga mestinya hak ini hanya bisa dikurangkan oleh hakim, maka kita dorong hakim dalam memberikan putusan, selain memutus penjara, juga harus mencabut hak. Nah, selama ini kan hak politik yang dicabut, maka nanti yang berikutnya adalah hak untuk mendapatkan remisi juga dicabut kalau memang si terdakwa atau pelaku korupsi harus dibuat jera. Selain dihukum berat, juga kemudian dicabut haknya adalah hak untuk mendapatkan remisi dan pengurangan-pengurangan lainnya," sebutnya.

"Soal nanti berikutnya belum ada undang-undang dan putusan hakim memang ya mau ndak mau kita harus mengikuti pola konsepsi lembaga pemasyarakatan adalah pembinaan. Kalau yang lain dapat remisi, saya tak bisa menolak remisi," katanya.

Simak juga 'Mahfud Sebut Sebanyak 86% Koruptor Lulusan Perguruan Tinggi':

[Gambas:Video 20detik]



MA Cabut PP Pengetatan Remisi Koruptor

Dalam pertimbangannya, majelis judicial review menyatakan narapidana bukan hanya objek, tapi juga subjek, yang tidak berbeda dengan manusia lainnya, yang sewaktu-waktu dapat melakukan kekhilafan yang dapat dikenai pidana sehingga tidak harus diberantas. Namun yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum.

"Bahwa, berdasarkan filosofi pemasyarakatan tersebut, rumusan norma yang terdapat di dalam peraturan pelaksanaan UU No 12 Tahun 1995 sebagai aturan teknis pelaksana harus mempunyai semangat yang sebangun dengan filosofi pemasyarakatan yang memperkuat rehabilitasi dan reintegrasi sosial serta konsep restorative justice," kata jubir MA Hakim agung, Andi Samsan Nganro, kepada detikcom, Jumat (29/10).

Majelis menilai sejatinya hak mendapatkan remisi harus diberikan tanpa terkecuali. Yang artinya berlaku sama bagi semua warga binaan untuk mendapatkan haknya secara sama, kecuali dicabut berdasarkan putusan pengadilan.

"Persyaratan untuk mendapatkan remisi tidak boleh bersifat membeda-bedakan dan justru dapat menggeser konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial yang ditetapkan serta harus mempertimbangkan dampak overcrowded di lapas," tutur majelis.


PP Pengetatan Remisi Koruptor Masih Jadi Rujukan Ditjen Pas

Ditjen Pemasyarakatan (Pas) mengatakan sampai saat ini masih menggunakan PP Nomor 99 Tahun 2012 dalam memberikan remisi kepada koruptor. Ditjen Pas juga akan melihat kelanjutan dari putusan MA itu ke depannya.

"Jadi semuanya memang pemberian hak itu berdasarkan peraturan. Kita lihat kelanjutannya ya, apakah ada perubahan dari PP ini. Tapi yang pasti, kami sampai saat ini masih memberikan remisi berdasarkan PP 99 Tahun 2012 untuk kasus korupsi," kata Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen Pas Kemenkumham Rika Aprianti kepada detikcom, Jumat (29/10/2021).

Rika mengatakan pihaknya tentu akan tetap memberikan remisi sesuai peraturan hukum yang berlaku, karena merupakan hak para narapidana. Dia menyebut pencabutan PP itu masih dilakukan pemantauan.

Halaman 2 dari 2
(lir/maa)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads