UU Perkawinan hanya mengakui adanya pernikahan apabila dicatatkan ke negara, meski tetap membolehkan pernikahan secara agama saja. Lalu bagaimana bila yang menikah siri belakangan berubah pikiran ingin mendaftarkan ke negara?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate yang dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com Berikut pertanyaan lengkapnya:
Saya menikah siri dua tahun lalu. Atas satu dua hal, sekarang kami ingin mendaftarkan secara resmi pernikahan kami ke negara. Tapi bagaimana caranya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salam
Jawaban:
Pernikahan secara siri atau di bawah tangan secara hukum agama yang dianutnya sah apabila syarat dan rukun nikah terpenuhi. Tetapi nikah nikah siri tidak diakui secara hukum negara karena tidak tercatat dalam oleh catatan negara. Hal itu tertuang dalam Pasal 2 ayat (1 ) dan ayat (2) UU Perkawinan:
Pernikahan dinyatakan sah apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing pihak dan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Maka apabila pernikahan dilakukan secara siri maka dianggap tidak ada perkawinan menurut hukum negara.
Tonton juga Video: Mantan Istri Siri Bawa 3 Saksi Terkait Kasus KDRT Ayah Taqy Malik
Selanjutnya bagaimana agar pernikahan siri tersebut menjadi menjadi sah secara hukum negara dan tercatat oleh negara? Yaitu caranya dapat dilakukan dengan itsbat nikah/pengesahan nikah. Hal ini dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 7 sebagai berikut:
(1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.
(2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.
(3) Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan:
(a) Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian;
(b) Hilangnya Akta Nikah;
(c) Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawian;
(d) Adanyan perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No.1 Tahun 1974 dan;
(e)Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974.
Selanjutnya apa yang harus dilakukan oleh Saudara terkait itsbat nikah? Dalam Pasal 7 ayat (4) dijelaskan:
Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau isteri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu.
Dari penjelasan di atas Saudara dapat mengambil langkah sebagai berikut:
1. Saudara dapat mengajukan permohonan itsbat nikah sendiri atau melalui bantuan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) kepada Pengadilan Agama setempat (tempat tinggal saudara). Bagi muslim dan kepada Pengadilan Negeri bagi non-muslim. Dengan sebelumnya meminta keterangan kepada Kantor Urusan Agama (KUA)/Kantor Catatan Sipil bahwa perkawinannya belum tercatat, sebagai kelengkapan dokumen kepada pengadilan agama/pengadilan negeri.
2. Menunggu pemanggilan pengadilan pengadilan untuk sidang itsbat nikah.
3. Menghadiri sidang pengadilan itsbat nikah.
4. Mendapat putusan pengadilan terkait itsbat nikah yang dimohonkan.
5. Apabila permohonan itsbat nikah dikabulkan oleh pengadilan, pengadilan akan mengeluarkan surat putusan itsbat nikah dan selanjutnya untuk dibawa kepada KUA untuk mencatatkan pernikahannya dan mendapatkan buku nikah dari KUA.
Demikian jawaban kami
Terima kasih
Tim pengasuh detik's Advocate
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
![]() |
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.