Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan ada makna khusus dari peringatan Maulid Nabi, Hari Santri, dan Sumpah Pemuda yang terjadi pada waktu berdekatan di tahun 2021. Menurutnya momen ini mendorong santri dan seluruh pemuda untuk melanjutkan peran historis para pahlawan bangsa.
Menurut Hidayat, dengan memahami kiprah para tokoh bangsa, santri dan pemuda dapat terus berkontribusi bagi kejayaan bangsa dan negara, meneruskan kiprah pemuda, santri, ulama, dan habaib pendiri bangsa dan negara Indonesia.
"Maulid Nabi jatuh pada 19 Oktober, Hari Santri diperingati pada 22 Oktober, dan Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober. Ada korelasi yang perlu diambil dari peringatan-peringatan tersebut. Yakni, agar peran pemuda, santri, ulama, habaib, dan umat Islam sejak sebelum Indonesia merdeka dan saat diperjuangkan menjadi negara merdeka, dapat diteruskan oleh para santri dan pemuda Islam di era reformasi. Karena keteladanan mereka sebagai pahlawan bangsa tetap relevan, bahkan untuk santri dan pemuda di era disrupsi dan pascapandemi sekalipun," tutur Hidayat dalam keterangannya, Senin (25/10/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu ia katakan pada Webinar Hari Santri yang diselenggarakan oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Minggu (24/10).
Ia melanjutkan, para ulama dan Santri Indonesia yang ikut mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah menunjukkan keteladanan Rasulullah SAW dalam berjuang melawan kezaliman para penjajah. Kerja sama para pejuang dari latar belakang apapun sekaligus memberikan keteladanan mengenai persatuan dan kesatuan bangsa.
Ia menambahkan para ulama, habaib dan santri dari berbagai Ormas Islam dan Partai Islam (Syarikat Islam, PII, Masyumi), terlibat menjadi anggota BPUPKI, Panitia Sembilan, hingga PPKI. Mereka bahu membahu berjuang bersama tokoh-tokoh bangsa dari berbagai latar organisasi, suku dan agama yang berbeda. Hidayat menekankan para tokoh Islam bisa berkompromi dan menyepakati dasar negara Pancasila, UUD 1945, bentuk negara NKRI termasuk memperjuangkan dan menerima disahkannya Departemen Agama pada 3 Januari 1946.
"Beliau-beliau itu memberikan keteladanan, dan sukses menghadirkan sejarah yang gemilang. Bukan menunjukkan egosime pribadi maupun kelompok, tetapi menunjukan kenegarawanan, agar bangsa dan negara ini tetap merdeka, bersatu dan berdaulat," ujarnya.
Selain rapat-rapat pendirian NKRI, kata Hidayat para ulama, santri dan pemuda juga berjuang secara fisik memperjuangkan dan mempertahankan Indonesia merdeka. Itu nampak sangat jelas dalam peristiwa heroik 'Resolusi Jihad' yang dikumandangkan oleh KH. Hasyim Asy'ari dan disambut dengan sangat antusias oleh para kiai, santri dan pemuda. Peristiwa 22 Oktober 1945 itu kemudian diperingati sebagai Hari Santri," jelas Hidayat.
"Jadi, peringatan Hari Pahlawan 10 November, itu sesungguhnya ada korelasinya dengan peristiwa sebelumnya, yakni Resolusi Jihad 22 Oktober. Sehingga pemuda Bung Tomo pada 10 November dengan heroik meneriakan Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar, Merdeka! Karena tersemangati oleh Fatwa dan Resolusi Jihadnya KH Hasyim Asyari," ulas Hidayat.
Ia turut membahas peristiwa Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 yang didukung organisasi pemuda bercorak kedaerahan dan kesukuan, ada pula pemuda yang menunjukan paham keagamaan, seperti Jong Islamieten Bond (Perhimpunan Pemuda Islam).
"Para aktivis muda Islam itu bahu membahu dengan pemuda berlatar belakang beragam. Mereka aktif dan produktif ikut menyelenggarakan dan menyepakati materi Sumpah Pemuda, yang menjadi tonggak penting berdirinya negara Indonesia," sebut Hidayat.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyatakan peristiwa-peristiwa penting tersebut hanya sebagian dari banyak kejadian bagaimana santri, pemuda, ulama, habaib dan umat Islam berkontribusi positif untuk bangsa dan kemerdekaan Indonesia. Ia menekankan kontribusi tersebut perlu diteruskan oleh para santri dan pemuda Islam.
Hidayat mengatakan santri dan pemuda bisa bekerja sama dengan elemen-elemen bangsa lainnya untuk merealisasikan tujuan Indonesia merdeka. Termasuk juga menyelamatkannya dari berbagai bentuk neo kolonialisme yang mengancam eksistensi bangsa dan negara.
"Sahabat Rasulullah SAW, bernama Ibnu Abbas RA pernah menyampaikan mengapa dalam Al Quran banyak diungkap sejarah dan cerita-cerita sejarah. Karena kisah-kisah itu sesungguhnya adalah sarana untuk menjadi ibrah (pelajaran) dan menunjukan bahwa memperjuangkan kebenaran dan kemaslahatan itu juga sudah dilakukan generasi sebelumnya dengan berbagai nilai yang diwariskan untuk jadi pembelajaran. Kisah-kisah tersebut tetap relevan bisa menjadi pegangan, dan inspirasi bagi para santri dan pemuda di masa kini dan masa yang akan datang menuju peringatan 1 Abad Indonesia Merdeka," urai Hidayat.
(prf/ega)