Anggota Komisi IX DPR RI Nur Nadlifah mempertanyakan keputusan pemerintah mensyaratkan hasil negatif COVID-19 berdasarkan PCR maksimal 2x24 untuk naik pesawat. Nadlifah khawatir publik justru beranggapan program vaksinasi hanyalah bisnis kesehatan, karena masyarakat masih diwajibkan PCR.
"Ini kebijakan aneh. Percuma masyarakat diajak menyukseskan vaksinasi, tapi kenyataan di lapangan masyarakat masih dibebani dengan tes PCR. Seharusnya masyarakat tidak dibebani dengan hal-hal yang mestinya tidak perlu dilakukan," kata Nadlifah dalam keterangannya yang diunggah di situs DPR, Jumat (22/10/2021).
Nadlifah menyebut aturan hasil tes negatif Corona berdasarkan PCR itu merusak upaya yang telah dia lakukan dalam menyukseskan program vaksinasi.
"Kenapa saya bilang aneh? Kita selama ini berjuang mati-matian mengajak masyarakat untuk mau divaksin sehingga herd immunity tercapai. Setelah perlahan itu diterima oleh publik, justru pemerintah sendiri yang merusaknya," sebutnya.
Anggota Komisi Kesehatan DPR itu khawatir publik jadi beranggapan negatif terhadap program vaksinasi. Publik, sebut dia, bisa saja jadi beranggapan bahwa program vaksinasi adalah proyek bisnis kesehatan.
"Contohnya kebijakan penumpang pesawat wajib PCR. Publik jadi berpikir, 'Oh, vaksin itu proyek bisnis kesehatan. Percuma vaksin wong masih wajib tes PCR'," tutur anggota DPR Fraksi PKB itu.
Nadlifah menyarankan agar syarat naik pesawat bagi calon penumpang yang sudah mendapatkan vaksin COVID-19 dosis kedua cukup hasil negatif berdasarkan antigen saja. Sebab, menurutnya, harga PCR saat ini juga masih dianggap mahal oleh sebagian kalangan masyarakat.
"Meski saat ini sudah ada batas tertinggi harga tes PCR, bagi kebanyakan masyarakat masih tergolong mahal. Biaya tes PCR bisa 50 persen dari harga tiket pesawat," pungkasnya.
Baca soal syarat tes PCR buat naik pesawat di halaman berikutnya.