Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid bersyukur tahun ini sudah keenam kalinya Hari Santri digelar dan diperingati secara nasional. Menurutnya, sejak dulu hingga saat ini, kaum santri mampu menempatkan diri di tengah masyarakat, bangsa, dan negara, sehingga kehadirannya memberi arti penting.
"Santri sejak dulu jiwa dan raganya dibutuhkan dan diperlukan masyarakat. Ketika bangsa Indonesia merebut dan mempertahankan kemerdekaan, santri di bawah komando ulama atau kiai, jiwa dan raganya bergerak menjadi laskar-laskar pejuang yang turun ke medan laga," ujar Jazilul dalam keterangannya, Kamis (21/10/2021).
Dia lantas bercerita, ketika tentara Belanda kala itu dengan memboncengi Sekutu ingin kembali menguasai Indonesia, pada September hingga November 1945 Presiden Soekarno meminta kepada ulama di Jawa Timur untuk menggerakan umat Islam berjuang mempertahankan Tanah Air.
"Dari sinilah lahir Resolusi Jihad. Resolusi Jihad mampu menggerakan umat Islam dan para santri berada di garda terdepan perjuangan bangsa," tambahnya.
Lebih lanjut, kata dia, tanggal dicetuskan Resolusi Jihad oleh para ulama atau kiai pada 22 Oktober 1945 itulah yang saat ini dijadikan sebagai Hari Santri. Dari sejarah dan fakta yang ada itu, dia menyebut santri mempunyai kontribusi besar dalam sejarah bangsa.
"Kehadiran santri di pesantren-pesantren yang ada di berbagai wilayah di Indonesia mampu menggerakan perekonomian masyarakat di sana," ujarnya.
Oleh karenanya, dalam menyongsong masa depan, diharapkannya santri terus mengembangkan diri sesuai dengan kemajuan zaman. Dia mendorong agar mereka tidak hanya tekun menuntut ilmu agama namun juga menguasai ilmu alam, teknologi, ekonomi, sosial, dan politik.
"Agar mampu mengikuti perkembangan jaman. Dengan memadukan ilmu agama dan ilmu-ilmu yang lain membuat santri akan menjadi manusia yang utuh," tuturnya.
Dia pun meyakini dengan menguasai berbagai macam hal tadi, santri bisa menjadi sosok yang mandiri dan bisa diserap dalam sendi kehidupan masyarakat. Sebab, sekarang banyak alumni pesantren kerja di dunia perbankan, lembaga penelitian, dan tempat-tempat yang sebelumnya dipenuhi oleh lembaga pendidikan umum.
Untuk itu, agar tercipta sosok santri yang ideal, yang menguasai ilmu agama dan ilmu-ilmu lainnya, alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) itu berharap agar pemerintah memperhatikan sistem pendidikan yang dikembangkan oleh pesantren.
"Sebab di sanalah para santri berada dan menimba ilmu," ungkapnya.
Dia berharap pesantren yang selama ini dikelola secara mandiri, oleh kiai atau ulama, bisa lebih banyak diberi bantuan. Sebab, pendidikan di pesantren diakui terjangkau oleh masyarakat kecil namun hal demikian membuat proses tak sebanding bila dari sana diharapkan muncul mutu pendidikan yang berkualitas tinggi.
"Untuk itulah di sini perlunya kehadiran negara untuk secara serius meningkatkan mutu pendidikan di pesantren," jelasnya.
(akd/ega)