Jumhur: Bebasnya Saiful Mahdi Sejalan dengan Restorative Justice Kapolri

Jumhur: Bebasnya Saiful Mahdi Sejalan dengan Restorative Justice Kapolri

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 20 Okt 2021 16:10 WIB
Jumhur Hidayat
Foto: Jumhur Hidayat (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Aktivis yang juga mantan kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat mengatakan bebasnya dosen Universitas Syiah (Unsyiah) Kuala, Aceh Saiful Mahdi sejalan dengan semangat restorative justice Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Saiful Mahdi diketahui bebas dari penjara usai diberi amnesti oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Jumhur menilai surat edaran Kapolri Nomor SE/2/II/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat dan Produktif adalah arahan tepat Sigit pada jajaran. Jumhur menuturkan surat edaran tersebut menghidupkan kembali kebebasan sipil.

"Sebenarnya edaran Kapolri saat awal menjabat untuk menegakkan restorative justice sangat tepat. Intinya bisa menghikdupkan kembali kebebasan sipil," kata Jumhur kepada wartawan di Jakarta, Rabu (20/10/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jumhur berharap pihak-pihak yang berurusan dengan hukum, terkhusus UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena latar belakang masalah politik diberi amnesti juga. Selain amnesti, lanjut Jumhur, abolisi juga bisa jadi solusi.

"Apa sih ruginya membebaskan pengritik kekuasaan atau apa sih untungnya menjarakan mereka. Yang ada justru citra kekuasaan malah buruk," tandasnya.

ADVERTISEMENT

Pada akhir Februari 2021, Sigit menerbitkan surat edaran tentang kesadaran budaya beretika dalam dunia digital. Salah satu poinnya terkait langkah damai di kasus UU ITE yang harus diprioritaskan penyidik demi dilaksanakannya restorative justice.

Surat edaran itu bernomor SE/2/II/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif. Surat edaran itu diteken Kapolri pada 19 Februari 2021. UUD 1945 hingga peraturan Kapolri menjadi rujukan surat edaran tersebut.

"Sehubungan dengan rujukan di atas dan mempertimbangkan perkembangan situasi nasional terkait penerapan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dinilai kontradiktif dengan hak kebebasan berekspresi masyarakat melalui ruang digital, maka diharapkan kepada seluruh anggota Polri berkomitmen menerapkan penegakan hukum yang dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat," demikian bunyi poin 2 surat edaran tersebut sebagaimana dilihat detikcom, Senin (22/2).

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Pada poin 3 SE Kapolri, dijelaskan mengenai sejumlah hal yang harus dipedomani dalam menjamin ruang digital Indonesia agar tetap bersih dan beretika. Salah satu poin menjelaskan bahwa penyidik harus mempunyai prinsip bahwa pidana adalah langkah akhir.

"Penyidik berprinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimum remidium) dan mengedepankan restorative justice," demikian bunyi huruf G poin 3 SE Kapolri.

Selain itu, penyidikan harus memprioritaskan korban yang ingin mengambil jalan damai.

"Terhadap para pihak dan/atau korban yang akan mengambil langkah damai agar menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice terkecuali perkara yang bersifat berpotensi memecah belah, SARA, radikalisme, dan separatisme," lanjut huruf H.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads