Persada Bhayangkara Sembiring, pemimpin redaksi (pemred) salah satu media di Medan, Sumatera Utara (Sumut), menjadi korban penyiraman air keras. Persada dilaporkan ke Polrestabes Medan atas dugaan tindak pidana pemerasan.
"Laporan itu tertuang dalam Laporan Nomor LP/B/1565/VII/2021/SPKT/Polrestabes Medan tanggal 11 Agustus 2021 atas nama pelapor Heri Sanjaya Tarigan," kata Plh Wakasat Reskrim Polrestabes Medan AKP Mardianta Ginting, seperti dilansir Antara, Selasa (19/10/2021).
Dia menyebutkan pelapor adalah Heri Sanjaya Tarigan. Polisi masih mendalami kasus dugaan tindak pidana pemerasan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan pelapor melampirkan tangkapan layar (screenshot) percakapan (chat) pelapor Heri Sanjaya dengan terlapor Persada yang mengarah ke tindak pidana pemerasan.
"Dari chating-an tersebut, diketahui bahwa terlapor minta jatah bulanan sebesar Rp 500.000 dari pengelola judi ketangkasan SS. Permintaan ini kemudian dituruti dan terlapor mendapat jatah bulanan dari SS melalui perantara Heri Sanjaya," ujarnya.
Mardianta menjelaskan, terlapor kemudian meminta jatah bulanannya dinaikkan menjadi Rp 2 juta dan disanggupi oleh SS melalui Heri Sanjaya. Sampai akhirnya terlapor minta jatah bulanannya dinaikkan menjadi Rp 5 juta dan pengelola judi ketangkasan itu tidak menyanggupinya dan terjadilah penyiraman air keras tersebut.
"Namun penyidik belum memintai keterangan terhadap Persada, karena yang bersangkutan saat ini masih berstatus terlapor. Kami masih mendalami kasus tersebut," katanya.
SS dan Heri Sanjaya Tarigan sendiri merupakan tersangka kasus penyiraman air keras terhadap korban Persada Bhayangkara Sembiring. Pihak kepolisian juga memastikan kedua tersangka masih ditahan di RTP Polrestabes Medan.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Sebelumnya diberitakan, polisi menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus penyiraman air keras terhadap Persada. Kelima tersangka itu adalah UA, N, HST, IIB, dan SS.
Dia mengatakan SS merupakan otak aksi penyiraman air keras tersebut. Selain itu, UA berperan ikut merencanakan penyiraman air keras dan menjadi pengemudi sepeda motor saat eksekusi. N berperan sebagai eksekutor penyiraman air keras di TKP.
HST berperan menunjukkan foto korban kepada eksekutor, yakni UA dan N. HST disebut merupakan pihak yang berkomunikasi dengan korban dan membuat janji bertemu.
Sementara IIB berperan mencari eksekutor. Dia juga menjadi salah satu pihak yang ikut merencanakan penyiraman air keras.
Kapolrestabes Medan Kombes Riko Sunarko mengatakan peristiwa itu terjadi di Simpang Selayang, Medan, pukul 21.37 WIB, Minggu (25/7). Polisi juga mengungkap UA mendapat Rp 120 ribu, N mendapat Rp 120 ribu, dan IIB mendapat Rp 60 ribu sebelum penyiraman air keras.
"Pukul 21.00 WIB, Persada menghubungi HST memberitahukan bahwa dirinya sudah di lokasi, yaitu di depan RM Tesalonika, HST kemudian memberitahukan kepada UA dan N yang sedang berdampingan di kandang ayam. UA dan N kemudian menuju lokasi, memindahkan air keras dari botol kaca ke botol plastik yang sudah dipotong kemudian menyiramkan air keras kepada Persada," tuturnya.
Setelah itu, para tersangka bertemu lagi. SS disebut menyerahkan duit Rp 3 juta kepada UA dan N.
"Sementara sisanya Rp 10 juta akan diserahkan hari Selasa 27 Juli 2021. SS menyuruh untuk menghapus jejak komunikasi," ucapnya.
Penyiraman air keras ini diduga terkait permintaan jatah yang dilakukan Persada. Jatah yang diminta Persada terus naik hingga akhirnya pemilik tempat judi tak terima.
"Pada sekitar bulan Juni, pemilik gelanggang permainan Saudara SS meminta kepada pengelola tempat gelanggang permainan tersebut, yaitu Saudara HST. Di mana pada saat itu Saudara HST melaporkan kepada pemilik gelanggang permainan tersebut bahwa ada permintaan uang dari korban Saudara PBS, di mana PBS ini biasanya meminta jatah bulanan yang sudah berlangsung sekitar 8 kali, mulai dari angka Rp 500 ribu kemudian minta dinaikkan Rp 1 juta, kemudian dinaikkan lagi minta Rp 2 juta, terakhir yang bersangkutan meminta dinaikkan menjadi Rp 4 juta per bulan," ujar Kombes Riko.
SS menyebut Persada perlu diberi pelajaran. Riko mengatakan Persada kemudian mengirim beberapa link berita media online lewat WhatsApp karena SS telat memberi uang 'setoran' pada Juni 2021.
"Dalam WA tersebut korban menyampaikan bahwa link berita tersebut belum dibagikan atau belum disebar dan meminta jatah bulan Juni segera diberikan. Kemudian setelah diberikan, pada bulan Juli kembali tanggal 21 Saudara PBS kembali menagih untuk jatah bulan Juli namun terlambat sampai dengan tanggal 24, kemudian tanggal 25-nya Saudara PBS dan Saudara Heri janjian untuk ketemu, di Simpang Tuntungan tepatnya di depan RM Tesalonika," ujarnya.