Peneliti Badan Riset dan Inovasi (BRIN) dari Pusat Riset Biologi menemukan spesies baru katak kecil bermulut sempit (Microhyla sriwijaya). Spesies baru katak kecil bermulut sempit ini berasal dari Pulau Belitung dan Lampung.
Amir Hamidy, Peneliti Herpetologi Pusat Riset BRIN, yang juga salah satu penulis dari publikasi temuan ini, menjelaskan nama 'Sriwijaya' dipilih untuk diabadikan sebagai nama jenis. Nama ini mengacu pada nama kerajaan pemersatu pertama yang mendominasi sebagian besar Kepulauan Melayu.
"Ini berbasis di Sumatera dan mempengaruhi Asia Tenggara antara abad ke-7 dan ke-11," kata Amir dalam keterangan tertulis, Rabu (13/10/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penelitian ini ditulis dengan beberapa penulis lainnya, yaitu Rury Eprilurahmani, Sonali Garg, Vestidhia Y Atmaja, Farits Alhadi, Misbahul Munir, Rosichon Ubaidillah, Tuty Arisuryanti, SD Biju, dan Ericn.
Amir menuturkan ciri khas dari spesies baru ini adalah katak jantan dewasa berukuran kecil dengan panjang moncong hanya berkisar 12,3-15,8 mm. Penemuan spesies baru dari genus Microhyla ini telah dipublikasikan pada jurnal 'Zootaxa' pada 2 September 2021.
"Katak ini masih merupakan anggota dari M achatina dan saudara dari M orientalis. Namun berdasarkan analisis morfologis, molekuler, dan akustik terdapat perbedaan dan kami mengidentifikasikan katak ini sebagai spesies baru," tuturnya.
Spesimen katak ditemukan pada 2018 dan 2019 di perkebunan kelapa sawit Pulau Belitung dan Lampung di Sumatera bagian tenggara oleh tim herpetologi. Dilihat dari kombinasi karakternya, katak jantan lebih kecil dengan ukuran panjang tubuh kurang dari 16 mm.
"Moncongnya tumpul dan bulat, memiliki tanda punggung berwarna coklat kemerahan atau oranye dengan tuberkel kulit yang menonjol," lanjut Amir.
Selanjutnya salah satu penemu jenis baru ini, Rury Eprilurahman, dari Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, juga menambahkan bahwa saat ini Indonesia memiliki sembilan spesies Microhyla.
Baca juga: Megawati Dewan Pengarah BRIN, Ini Tugasnya |
Adapun kesembilannya ialah M achatina (Jawa), M berdmorei (Kalimantan dan Sumatera), M mukhlesuri (Sumatra), M gadjahmadai (Sumatera), M heymonsi (Sumatera), M malang (Kalimantan), M orientalis (Jawa, Bali, Sulawesi, dan Timor), M palmipes (Bali, Jawa, dan Sumatera), dan M superciliaris (Sumatera). Dari jumlah tersebut, empat spesies (M achatina, M gadjahmadai, M orientalis, dan M palmipes) merupakan jenis endemik Indonesia.
Terkait status konservasi amfibi di pulau Belitung, Amir menjelaskan bahwa habitat amfibi di pulau ini sudah terancam oleh kegiatan antropogenik yang mengakibatkan kerusakan habitat beberapa jenis amfibi. Penemuan Microhyla sriwijaya menegaskan perlunya melestarikan habitat alami pulau yang berharga.