Sorotan ke Ketua MUI Maluku Sebab Anak Masih SMP Sudah Dinikahkan

Round-Up

Sorotan ke Ketua MUI Maluku Sebab Anak Masih SMP Sudah Dinikahkan

Tim Detikcom - detikNews
Selasa, 12 Okt 2021 21:36 WIB
Wedding in the mountains Mangup in Crimea
Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Jakarta -

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buru Selatan menikahkan anaknya yang merupakan siswi Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 01 Namrole, Buru Selatan, Maluku. Sejumlah pihak menyoroti pernikahan anak di bawah umur tersebut.

Awalnya, seorang siswi Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 01 Namrole, Buru Selatan, Maluku dinikahkan oleh ayahnya yang merupakan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buru Selatan. Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) turut hadir di acara itu.

Menurut Kasubbag Umum dan Humas Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Maluku, Abdul Karim Rahantan, pernikahan siswi SMP tersebut terjadi pada 29 September lalu. Kepala KUA yang hadir di acara itu merupakan Kepala KUA Leksula, Buru Selatan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dia sebetulnya bukan hadir sebagai kapasitas Kepala KUA. Kebetulan pernikahan itu dilangsungkan, dan yang bersangkutan berada di Namrole, lalu kemudian beliau diundang untuk menghadiri," ujar Abdul dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (11/10/2021).

Abdul melanjutkan, pernikahan siswi kelas 3 SMP yang usianya masih 15 tahun itu tidak tercatat resmi di KUA. Hal ini meski Kepala KUA Leksula menghadiri acara.

ADVERTISEMENT

"Pernikahan ini tidak tercatat secara resmi, tidak dilaporkan di KUA Namrole di daerah administrasi dimana pernikahan itu dilaksanakan. Jadi yang bersangkutan (Kepala KUA Namrole) hanya menghadiri, lalu kebetulan diberikan porsi membaca rawi dan tidak dilakukan pencatatan," katanya.

Kepala KUA Leksula hadir di acara pernikahan anak di bawah umur tersebut karena berteman baik dengan ayah siswi SMP yang menikah.

"Kalau menurut penjelasan Plt Kemenag Buru Selatan itu (Kepala KUA Leksula) mereka sudah hidup lama dengan ketua MUI Bursel (orang tua siswi), lalu sudah menganggap seperti keluarga. Seperti itu penjelasan beliau yang saya dapat," ungkapnya.

Abdul menyebut pihaknya melalui Plt Kemenag Buru Selatan sudah memanggil Kepala KUA Leksula yang hadir di acara pernikahan anak di bawah umur. Dia juga diinterogasi terkait sikapnya tidak mencegah pernikahan anak usia dini.

"Kalau tadi saya konfirmasi dengan pak Plt Kemenag Buru Selatan, sudah memanggil kepala KUA Leksula lalu kemudian beliau sudah menginterogasi kenapa saudara menghadiri perkawinan itu, kenapa saudara tidak melakukan pencegahan," jelasnya.

"Seharusnya Kepala KUA Leksula mengambil langkah, yaitu pencegahan perkawinan, karena perkawinan itu di bawah usia. Kalaupun yang bersangkutan tetap melakukan perkawinan berarti harus mengarahkan untuk mendapatkan dispensasi, karena usianya di bawah umur harus mendapat dispensasi dari pejabat terkait," pungkasnya.

Sorotan terkait pernikahan di bawah umur itu ada dari Ketua MUI pusat Abdullah Jaidi, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas hingga KPAI. Selengkapnya sebagai berikut.

Lihat juga video 'KPAI Imbau KUA Tidak Berikan Izin Pernikahan Dini':

[Gambas:Video 20detik]



Selengkapnya di halaman berikutnya.

Pandangan MUI Pusat soal Pernikahan Siswi SMP di Maluku

Pernikahan siswi SMP yang juga anak Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Maluku disesalkan Menag Yaqut Cholil Qoumas. Ketua MUI Pusat, Abdullah Jaidi, memberikan pandangan mengenai pernikahan tersebut.

"Kalau secara syari boleh dan sah. Tetapi secara UU Perkawinan dalam situasi sekarang ini belum cukup matang dan masih membutuhkan pendidikan seperti teman-temannya. Ya memang kalau sudah lulus SMA sekitar umur 18 tahun maka sudah cukup matang," kata Jaidi lewat pesan singkat, Selasa (12/10/2021).

Kendati demikian, kata Jaidi, pernikahan pada prinsipnya membutuhkan persetujuan dari calon mempelai wanita. Selain itu, restu dari orang tua menjadi hal utama.

"Bagaimanapun juga pernikahan sebaiknya dengan kerelaan dan persetujuan calon mempelai wanita. Selain persetujuan kedua orang tua juga," ujar Jaidi.


Tanggapan Menag

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas sudah angkat bicara mengenai pernikahan tersebut. Yaqut mengingatkan soal batas usia perkawinan.

Yaqut menegaskan bahwa regulasi di Indonesia telah diatur tentang batas usia perkawinan. Aturan ini sekaligus menegaskan larangan menikah bagi anak di bawah umur.

"Regulasi mengatur batas usia perkawinan. Kita punya Undang-Undang No 16 Tahun 2019 sebagai Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di situ jelas diatur bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun," kata Yaqut kepada wartawan, Senin (11/10).

Menag meminta jajarannya, khususnya para penghulu, proaktif mencegah perkawinan anak. Caranya, dengan menolak mencatatkan pernikahan calon pengantin yang masih di bawah umur.

"Kecuali jika sudah mendapatkan dispensasi dari pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup," jelasnya.

Dia menambahkan, untuk menekan praktik pernikahan dini, diperlukan upaya masif dan juga harus melibatkan banyak pihak, tidak cukup hanya Kementerian Agama. Pelibatan instansi lain diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait pentingnya ketercukupan usia dalam pernikahan, baik dari sisi kesehatan, tumbuh kembang anak, dan masa depan anak.

"Upaya penyadaran ini termasuk penting juga dilakukan oleh media," tutur pria yang akrab disapa Gus Yaqut ini.

Remaja Indonesia, lanjutnya, harus dididik untuk lebih mengutamakan pendidikan dan masa depan mereka.

"Jadi butuh pelibatan banyak pihak, baik para guru di sekolah maupun para penyuluh, baik agama maupun kesehatan," tegasnya.

KPAI Prihatin Pernikahan Siswi SMP di Maluku

Ketua MUI Buru Selatan, Maluku, menikahkan putrinya yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merasa prihatin akan pernikahan anak itu.

"KPAI menyampaikan keprihatinan terkait masih terjadinya praktik-praktik pernikahan anak, karena pernikahan anak sesungguhnya bukan didasarkan pada kepentingan terbaik bagi anak," ujar komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangannya, Selasa (12/10/2021).

Retno menyebut perkawinan anak berpotensi kuat melanggar hak-hak anak. Ada tiga poin yang disorot Retno.

Pertama, perkawinan usia dini adalah pelanggaran dasar hak asasi anak karena membatasi pendidikan, kesehatan, penghasilan, keselamatan, kemampuan anak, dan membatasi status serta peran.

"Perkawinan usia anak akan memutuskannya dari akses pendidikan. Hal ini akan berdampak pada masa depannya yang suram, tidak memiliki keterampilan hidup dan kesulitan untuk mendapatkan taraf kehidupan yang lebih baik," kata Retno.

Kedua, perkawinan anak menjadikan anak kesulitan mendapatkan hak pendidikan, hak menikmati standar kesehatan tinggi, termasuk kesehatan seksual dan reproduksi.

"Dari segi kesehatan pun dapat berdampak buruk karena mereka belum memiliki kesiapan organ tubuh untuk mengandung dan melahirkan. Kehamilan pada usia anak akan mengganggu kesehatan bahkan dapat mengancam keselamatan jiwanya," tutur Retno.

Ketiga, perkawinan anak berisiko fatal bagi tubuh anak yang bisa berujung seperti kematian. Retno mengatakan tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia sebagian besar disumbang oleh kelahiran di usia ibu yang masih remaja.

Hal tersebut dikarenakan secara fisik, organ tubuh dan organ reproduksi remaja belum tumbuh sempurna sehingga belum siap untuk hamil.

"Secara psikologis usia anak juga masih labil, belum siap untuk menjadi seorang ibu yang mengandung, menyusui, mengasuh dan merawat anaknya, karena ia sendiri masih butuh bimbingan dan arahan dari orang dewasa," tegas Retno.

Halaman 2 dari 3
(yld/yld)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads