Lebih lanjut, Gus Alek mengatakan tidak ada maksud lain di balik penggeseran hari libur. Menurutnya, keputusan tersebut semata-mata didasari keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.
"Ya penetapan hari libur nasional itu kan kewenangan di tingkat pemerintah kapan hari libur, dan bukan hanya Maulid Nabi aja, hari Natal pun kita ini juga, kita geser juga. Jadi ini sebagai upaya pemerintah untuk memberikan yang terbaik untuk umat untuk masyarakat, itu jadi tidak ada maksud lain, hal-hal lain yang kita pikirkan selain untuk kesejahteraan kita semua, keselamatan masyarakat, itu yang kita pikirkan," tuturnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas dasar itulah, Gus Alek meminta semua pihak, termasuk tokoh agama, tokoh masyarakat, hingga pimpinan ormas, mendukung kebijakan ini. Menurutnya, penting bagi semua pihak mensosialisasikan terkait situasi saat ini kepada masyarakat.
"Justru kami berharap agar berbagai komponen masyarakat stakeholder, tokoh agama, pimpinan ormas, untuk lebih mensosialisasikan kepada masyarakat, kepada umat agar dalam situasi dan suasana seperti ini terus meningkatkan kewaspadaan, kedisiplinan dan berbagai upaya untuk mencegah muncul kembali penularan COVID-19 meskipun sudah mereda segala macam," imbuhnya.
MUI Kritik Penggeseran Hari Libur Keagamaan
Sebelumnya, Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis, mengkritik langkah pemerintah yang menggeser hari libur keagamaan. Menurutnya, keputusan menggeser hari libur keagamaan untuk membatasi mobilitas warga sudah tidak relevan.
Apalagi, menurut Cholil, kasus COVID-19 di Indonesia saat ini sudah mulai menurun. Bahkan, kata dia, hajatan nasional pun sudah dilakukan.
"Saat WFH dan COVID-19 mulai reda, bahkan hajatan nasional mulai normal sepertinya menggeser hari libur keagamaan dengan alasan agar tak banyak mobilitas liburan warga dan tidak berkerumun sudah tak relevan. Keputusan lama yang tak diadaptasikan dengan berlibur pada waktunya merayakan acara keagamaan," kata Cholil dalam akun Twitter-nya, @cholilnafis (ejaan sudah disesuaikan), Senin (11/9).
Cholil mengatakan seharusnya hari libur mengikuti hari besar keagamaan. Bukan malah sebaliknya.
"Indonesia paling banyak libur kerja karena menghormati hari besar keagamaan (HBK). Jadi libur itu mengikuti HBK, bukan HBK yang mengikuti hari libur. Jika ada penggeseran hari libur ke setelah atau sebelum HBK, berarti bonus, karena kita memang selalu libur," papar dia.
(maa/fjp)