UU Cipta Kerja Kembali Digugat ke MK, Kali Ini Soal Pasal Amdal

UU Cipta Kerja Kembali Digugat ke MK, Kali Ini Soal Pasal Amdal

Andi Saputra - detikNews
Jumat, 08 Okt 2021 09:44 WIB
Ilustrasi Cerobong Asap Pabrik
Ilustrasi (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kal ini soal pasal pengaturan amdal yang ada dalam cluster UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Sebagaimana dilansir website Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (8/10/2021), gugatan dilayangkan oleh Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (Yayasan HAkA). Pemohon mengajukan judicial review Pasal 22 angka 5 UU Cipta Kerja yang berbuyi:

Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pasal 26
(1) Dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat.
(2) Penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai proses pelibatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah;

"Menyatakan Pasal 22 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'Penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan melibatkan masyarakat secara bebas dan sukarela untuk melindungi kepentingan dan kebutuhannya'," demikian permohonan.

ADVERTISEMENT

Menurut Yayasan HAkA, kehadiran pembangunan atau industri di satu sisi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Namun demikian di sisi lain penggunaan sumber daya dari lingkungan seperti air, tanah, udara, hutan yang menggunakan/mengambil lokasi atau habitat keanekaragaman hayati yang dilindungi.

"Sebab dari penggunaan sumber daya tersebut yang untuk pembangunan oleh badan hukum atau individu dapat mengubah/berdampak secara langsung terhadap kualitas sumber daya alam tersebut, misalnya terganggunya siklus hidrologi air-krisis air, perubahan iklim suhu bumi meningkat-bencana alam (natural disaster-man made disaster), krisis energi, konflik kekerasan perebutan sumber daya untuk hidup," paparnya.

Simak juga 'Polisi Bubarkan Aksi BEM SI Setahun Disahkannya UU Cipta Kerja':

[Gambas:Video 20detik]



Oleh sebab itu, seharusnya negara dalam hal ini pembuat UU sebagai pemegang otoritas membuat UU, maka haruslah berlaku adil dan tidak diskriminatif . Dengan kata lain, negara seharusnya menyediakan UU sebagai sarana untuk setiap orang diberikan hak untuk mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi yang berimbang, akses partisipasi terhadap pembangunan, dan akses bagi sarana keadilan, termasuk memberikan suara masukkan terhadap Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal).

"Dokumen Amdal merupakan dokumen yang digunakan sebagai acuan mengukur prediksi dampak dari sebuah proyek sebelum dibangun. Oleh sebab itu, hak- hak pemohon memberikan pendapat mengenai sebab-sebab dari ancaman kerusakan lingkungan sebelum kemudian dampak buruk tersebut menjadi penghambat hak-hak asasi pemohon untuk menikmati lingkungan hidup yang sehat," ujarnya.

Dengan diberlakukannya ketentuan Pasal 22 angka 5 UU Cipta Kerja, katanya, akan menghalangi pemohon dalam menjalankan aktivitasnya untuk berpartisipasi dalam penyusunan amdal. Maupun dalam rangka pelestarian atau perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

"Pemohon dalam hal ini mengalami kerugian konstitusional berupa kehilangan hak berpartisipasi menyampaikan informasi dalam keputusan penting disetujuinya ditolaknya karena keuntungan atau ancaman kerugian khususnya lingkungan hidup dalam amdal. Dalam hal proyek berdampak terhadap kerusakan lingkungan, tentu dampak tersebut akan menghalangi pemohon menikmati lingkungan hidup yang sehat," terangnya.

Pemohon mencontohkan tragedi lingkungan hidup yang paling menyedihkan ialah semburan lumpur panas pada 29 Mei 2006 yang berasal dari lokasi pengeboran milik PT Lapindo Brantas. Juga kasus kebakaran hutan yang dilakukan Kallista Alam di Aceh. Semua kasus-kasus itu karena kurang melibatkan masyarakat dalam menyusun Amdal. Dengan adanya UU Cipta Kerja, maka peran serta masyarakat semakin tidak bisa diakomodir.

"Padahal amdal adalah satu dokumen yang bertujuan untuk mencegah (prevention) sebelum terjadinya kesukaan yang lebih besar, seperti kasus antara KLHK dan PT Kalista Alam ini. Dari awal, LSM lingkungan hidup di Aceh seperti Walhi Aceh sama sekali tidak dilibatkan dalam pembuatan amdal perusahaan ini. Bahwa dalam hal dilibatkan, mungkin Walhi Aceh memiliki kewajiban mengingatkan bahwa cara pembakaran lahan untuk membuka kebun dilarang, dan kemungkinan bisa dicegah kerugian seperti sekarang ini," paparnya.

Sebagaimana diketahui, ini adalah judicial review UU Cipta Kerja ke MK yang kesekian kali. Sidang terakhir di MK, pemerintah dan DPR meminta sidang ditunda dengan alasan belum siap.

"Kuasa presiden ada surat yang meminta penundaan sidang. Jadi agenda untuk hari ini sebenarnya mendengarkan keterangan DPR dan presiden tetapi tidak bisa dilanjutkan karena DPR tidak hadir dan kuasa presiden meminta penundaan persidangan," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pada Kamis (7/10) kemarin

Halaman 2 dari 2
(asp/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads