Analisis Pakar Bahasa soal Cuitan Natalius Pigai yang Dianggap Rasis

Analisis Pakar Bahasa soal Cuitan Natalius Pigai yang Dianggap Rasis

Tim Detikcom - detikNews
Minggu, 03 Okt 2021 15:38 WIB
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai
Natalius Pigai (Foto: Ari Saputra)
Jakarta -

Eks komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai menampik bahwa tuduhannya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo bermuatan rasis karena tidak ada tanda koma di antara frasa orang Jawa Tengah dan frasa Jokowi dalam cuitannya. Dosen Linguistik dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Untung Yuwono angkat bicara tentang cuitan Eks komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai itu.

"Begini, tanda baca atau pungtuasi itu berfungsi untuk membantu pemahaman pembaca atas gagasan yang disampaikan secara tertulis. Terkait cuitan mantan Komisioner Komnas HAM, ada atau tidak adanya tanda baca dapat membedakan makna," kata Untung kepada wartawan, Minggu (3/10/2021).

Untung mencontohkan, dalam konteks pemakaian tanda koma, tanda koma dapat membedakan makna klausa yang membatasi dengan klausa yang tidak membatasi. Misalnya 'Mereka, yang tinggal di Jakarta, dapat mengunjungi Monas dengan mudah kapan saja'. Dengan kata 'mereka' yang merujuk pada orang-orang tertentu, misalnya Ani, Banu, dan Caca, yang berbeda makna dengan 'Mereka yang tinggal di Jakarta' dapat mengunjungi Monas dengan mudah kapan saja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan kata mereka yang tidak membatasi siapa yang dirujuk. Tanda koma juga dapat membedakan makna pada lingkungan kalimat yang di dalamnya digunakan kata sapaan dan yang tidak," ujar Untung.

Ia kembali mencontohkan, dalam kalimat 'Tolong sampaikan ini kepada mahasiswa semester dua Pak Untung'. Dan 'Tolong sampaikan ini kepada mahasiswa semester dua, Pak Untung'. Untung menjelaskan, pada kalimat pertama, mahasiswa semester dua Pak Untung merupakan kesatuan sehingga makna yang muncul adalah 'kepemilikan' atau 'mahasiswa semester dua milik Pak Untung', sedangkan pada kalimat yang kedua kata Pak Untung merupakan kata sapaan (menyapa Pak Untung).

ADVERTISEMENT

"Namun, kita lihat dalam kedua kalimat itu makna mahasiswa semester dua tetap sama, yaitu 'mahasiswa yang menempuh studi pada semester kedua', tidak dipengaruhi oleh ada atau tidaknya tanda koma sebelum kata Pak Untung," ujarnya.

Sementara itu, terkait cuitan Pigai yang menyebut 'jangan percaya orang Jawa Tengah Jokowi dan Ganjar', Untung memaparkan pandangannya.

"Saya masih belum memahami maksud Pak Pigai itu. Kalau berbicara soal rujukan atau referensi, baik orang Jawa Tengah, Jokowi dan Ganjar, maupun orang Jawa Tengah Jokowi dan Ganjar mempunyai makna perujukan atau makna referensial seperti yang saya jelaskan tadi, dengan perbedaan makna ketika digunakan tanda koma. Itu kalau saya ditanya tentang makna kalimat itu berbeda atau tidak dengan adanya tanda koma," ujarnya.

Namun apabila ditanyai tentang makna adanya rasis atau tidak dalam konteks kalimat tersebut, Untung mengatakan hal itu dapat dibuktikan dalam proses hukum.

"Kalau saya ditanya tentang rasis atau tidaknya kalimat itu, tentu ada penjelasan lebih dalam yang tetap berbasis pada makna kalimat itu. Namun, tidak pada tempatnya saya menjawab jika ditanyai rasis atau tidak kalimat itu," ungkap Untung.

"Intinya, apa yang disampaikan Pak Pigai benar bahwa makna kalimat itu berbeda jika ada tanda koma atau tidak dalam kalimat itu. Namun, untuk menjawab pertanyaan kalimat itu merujuk pada hal yang rasis atau tidak, ranahnya tentu tidak di media ini, namun dalam pembuktian hukum," imbuhnya.

Sebelumnya, Eks komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai menampik bahwa tuduhannya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo bermuatan rasis. Pigai menyebut hal itu tak rasis karena tidak ada tanda koma di antara frasa orang Jawa Tengah dan frasa Jokowi dalam cuitannya.

Selengkapnya di halaman berikutnya.

Simak video 'Alasan Pigai Sebut Jokowi-Ganjar Rasis Hingga Direspons Ganjar':

[Gambas:Video 20detik]



Tuduhan itu disampaikan Pigai melalui akun Twitter-nya. Berikut isi cuitan Piagi yang tidak menggunakan tanda koma antara kata orang Jawa Tengah dan nama Jokowi.

"Jgn percaya org Jawa Tengah Jokowi & Ganjar. Mrk merampok kekayaan kita, mereka bunuh rakyat papua, injak2 harga diri bangsa Papua dgn kata2 rendahan Rasis, monyet & sampah. Kami bukan rendahan. kita lawan ketidakadilan sampai titik darah penghabisan. Sy Penentang Ketidakadilan)." demikian cuitan Pigai lewat akun Twitter-nya @NataliusPigai2 seperti dilihat detikcom, Sabtu (2/10/2021).

Saat dihubungi detikcom, Pigai membantah bahwa cuitannya itu rasis. Pigai menyebut bahwa dia hanya berbicara dua oknum yang berasal dari Jawa Tengah.

"Itu tidak ada rasis itu. Itu hanya dua oknum yang namanya Jokowi dengan Ganjar, itu tidak ada rasis," kata Pigai saat dihubungi, Sabtu (2/10/2021).

"Ke siapa rasisnya? Mereka berasa dari Jawa Tengah itu aksioma. Matahari terbit dari timur itu aksioma. Jokowi dengan Ganjar dari Jawa Tengah itu aksioma. Nggak ada rasis di situ," sambungnya.

Pigai Pakai Tanda Baca untuk Hindari Anggapan Rasis

Pigai menilai orang-orang yang menuding dirinya rasis adalah pendukung Jokowi atau Ganjar yang sakit hati terhadap dirinya. Pigai menyebut dirinya sebagai penentang rasisme di Indonesia.

Pigai lalu memberikan penjabaran dan alasan bahwa cuitannya itu tidak rasis. Hal itu karena tak adanya tanda koma antara frasa Jawa Tengah dengan frasa Jokowi.

"Kecuali ada misalnya Jawa Tengah, Jokowi, Ganjar. Ada tanda koma antara frasa Jawa Tengah dengan frasa Jokowi dan Ganjar, baru. Itu ada tiga variabel. Kalau langsung tidak ada tanda komanya di situ, itu aksioma. Memang Jokowi dari Jawa Tengah," ucap Pigai.

"Orang saja yang mau kait-kaitkan dengan rasisme. Memang karena mereka sudah pendukung fanatik dan mereka sangat benci sama saya karena 10 tahun saya konsisten kritik Jokowi," sambungnya.

Halaman 2 dari 2
(yld/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads