Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan terpidana korupsi Dana Pensiun (DP) Pertamina Rp 612 miliar, Muhammad Helmi Kamal Lubis. Helmi yang dihukum 8 tahun penjara itu menggugat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK).
Menurut Helmi, BPK tidak berwenang mengaudit keuangan Dana Pensiun Pertamina, karena DP Pertamina bukan lembaga negara dan uangnya bukan uang negara. Kewenangan BPK yang dimaksud itu tercantum dalam Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1) UU BPK.
Helmi mendalilkan Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1) UU BPK tidak jelas dan tidak tegas sehingga dapat ditafsirkan secara berbeda oleh badan negara. Hal ini berakibat hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon dirugikan terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun apa kata MK?
"Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan channel YouTube MK, Rabu (29/9/2021).
Menurut MK, apabila "lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara" dalam Pasal 6 ayat (1) juncto frasa "lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara" dalam Pasal 10 ayat (1) UU 15/2006 dikabulkan oleh MK, maka hal tersebut justru akan membatasi kewenangan BPK dalam melakukan pemeriksaan keuangan terhadap lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
"Termasuk kewenangan untuk menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian yang dilakukan oleh bendahara pengelola lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan," ujar MK.
MK kembali menegaskan dengan mengutip pertimbangan putusan MK sebelumnya, bahwa yang dapat menjadi objek pemeriksaan BPK adalah semua lembaga yang mengelola keuangan negara. Baik keuangan negara yang dikelola secara langsung maupun keuangan negara yang dipisahkan.
"Oleh karena itu, sepanjang lembaga yang mengelola keuangan negara diduga melakukan perbuatan yang merugikan keuangan negara maka BPK berwenang melakukan pemeriksaan dan salah satu jenis pemeriksaannya adalah audit investigatif yang mana hasil pemeriksaannya disebut Pemeriksaan Penghitungan Kekayaan Negara (PPKN). Pemeriksaan oleh BPK jenis ini dilakukan atas permintaan dari Kejaksaan Agung. Oleh karena itu, kewenangan PPKN ini adalah kewenangan atribusi BPK dalam proses penegakan hukum," tutur MK.