Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kajati Sultra) Sarjono Turin diadukan ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Sarjono dituduh melakukan kriminalisasi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dan rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) PT Toshida Indonesia.
"Karenanya, menurut kami bahwa penetapan tersangka yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Sultra kepada klien kami adalah wujud penyalahgunaan wewenang, arogansi kekuasaan, dan lain-lain," ucap Zakir Rasyidin selaku kuasa hukum Laode Sinarwan Oda sebagai Direktur Utama PT Toshida Indonesia dalam keterangannya, Rabu (29/9/2021).
Laode Sinarwan Oda dijerat Kejati Sultra sebagai tersangka dalam perkara tersebut. Kejati Sultra turut menggandeng KPK melalui mekanisme koordinasi supervisi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perkara yang ditersangkakan kepada klien kami ini awalnya berkaitan dengan PNBP (penerimaan negara bukan pajak), karena menurut penyidik, klien kami tidak membayar PNBP, padahal faktanya bukan tidak membayar, tetapi sedang menyampaikan keberatan atas penghitungan dari kementerian," kata Zakir.
Zakir beralasan Laode Sinarwan mengajukan keberatan karena ada selisih penghitungan jumlah tagihan. Selain itu, menurut Zakir, perkara yang diusut Kejati Sultra itu adalah urusan perdata.
"Apa yang dilakukan oleh klien kami tersebut sudah sesuai dengan penjelasan Pasal 58 dan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang PNBP," ucap Zakir.
"Dalam hal wajib bayar belum melakukan pembayaran PNBP terutang, instansi pengelola PNBP mencatat PNBP terutang sebagai piutang PNBP. Artinya, kalau ini piutang, kenapa Kejaksaan Tinggi mengatakan ini korupsi? Basis datanya apa? Karena ada kerugian negara? Undang-undang apa yang mengatur tidak bayar PNBP bisa jadi pidana korupsi?" imbuhnya.
Kajati Ancam Pidanakan Penasihat Hukum
Mengenai pengaduan itu, Sarjono Turin tidak ambil pusing. Bagi Turin, apa yang dilakukannya sudah berdasarkan hukum yang berlaku.
"Berita laporan yang bersangkutan tidak masalah, hak mereka. Tetapi penyidik bekerja sesuai aturan KUHAP, yang dimaksud mereka menang itu bukan materi perkara yang dilakukan penyidikan, tetapi baru menyangkut administrasinya, KUHAP memang memberikan ruang atau hak kepada setiap orang yang dijadikan tersangka untuk mendapatkan penjelasan terkait penetapannya sebagai tersangka melalui saluran KUHAP. Namun bukan berarti dengan adanya putusan praperadilannya dikabulkan lantas yang bersangkutan tidak dapat dijadikan tersangka kembali," Turin menegaskan.
Turin mengatakan Laode sendiri saat ini telah dimasukkan ke daftar pencarian orang (DPO). Sedangkan soal pengaduan ke Kejagung, Turin tengah mempertimbangkan langkah hukum.
"Untuk tersangka Laode Sinarwan berstatus tersangka yang DPO penyidik Kejati Sultra karena tidak pernah memenuhi panggilan penyidik sebanyak 3 kali," kata Turin.
"Langkah yang akan kita ambil terkait laporan penasihat hukum tersangka Laode Sinarwan tersebut akan kami pelajari, apabila bersifat menghalang-halangi tugas penyidik dalam melakukan penyidikan maka akan dapat dipertimbangkan dijadikan tersangka sebagai pihak yang menghalang-halangi penyidikan. Apalagi penasihat hukum tersangka telah menyembunyikan tersangka dan mempengaruhi tersangka Laode Sinarwan agar tidak memenuhi panggilan penyidik Kejati Sultra dengan berbagai alasan," imbuhnya.
Duduk Perkara
Dilansir Antara pada Jumat, 13 Agustus 2021, Sarjono Turin selaku Kajati Sultra menggandeng KPK, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam perkara ini. Salah satu kerja sama yang dilakukan itu berkaitan dengan penghitungan kerugian keuangan negara.
"Kami menggandeng KPK, BPKP, dan pihak Kementerian Kehutanan terkait untuk melakukan perhitungan kerugian uang negara," ucap Turin.
Laode Sinarwan alias LSO sebelumnya disebut lolos dari status tersangka setelah menang dalam praperadilan, tetapi kembali dijerat sebagai tersangka oleh Kejati Sultra. Selain Laode Sinarwan, ada sejumlah tersangka yang dijerat, yaitu Manajer Keuangan PT Toshida inisial UMR, Plt Kepala Dinas ESDM Sultra tahun 2020 inisial BHR, dan mantan Kabid Minerba ESDM Sultra inisial YSM.
"Jadi dikarenakan putusannya dikabulkan, penyidik saat ini sudah berupaya untuk membuka kembali dan mengevaluasi. Kemudian kalau sudah nanti menemukan lingkup daripada praperadilan itu diperbaiki, kita akan terbitkan kembali penyidikan khusus untuk tersangka LSO," ujar dia.
Selanjutnya keterlibatan KPK
Keterlibatan KPK
Pada 10-11 Agustus 2021 Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan Direktorat Koordinasi Wilayah (Korwil) IV bersama Kejati Sultra melakukan pemeriksaan fisik di lokasi tambang PT Toshida di Kecamatan Tanggetada, Kabupaten Kolaka, Sultra. Ali mengatakan perkara itu menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai lebih dari Rp 168 miliar, yaitu dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang diduga tidak dibayarkan PT Toshida sejak perusahaan tersebut mulai beroperasi pada 2009 hingga 2020.
"Selama aktivitasnya dalam kurun waktu tersebut, PT Toshida tidak membayar PNBP izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH), sehingga KLHK mencabut IPPKH PT Toshida. Namun, setelah KLHK mencabut izin tersebut, PT Toshida ternyata masih melakukan penambangan dan kegiatan operasional berdasarkan pada rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dari Dinas ESDM Sultra ke PT Toshida," ucap Ali.
Selain bantuan pemeriksaan fisik, KPK memfasilitasi Kejati Sultra dengan dukungan keterangan ahli. KPK juga ikut memantau praperadilan yang diajukan tersangka lainnya atas nama Buhardiman selaku Plt Kepala Dinas ESDM Sultra.
"Rangkaian kegiatan ini sebagai bentuk dukungan KPK terhadap penyelamatan sumber daya alam dari para pihak yang melakukan kegiatan illegal mining," ucap Ali.