"Kuriana, mertua dari pelapor, melakukan penganiayaan kepada korban karena merasa dipermainkan pada hari pernikahan tersebut, yang mana pada saat itu ada empat kali penundaan akad nikah," kata Iptu Jufri.
"Karena pelapor atau pengantin laki-laki tidak hadir sesuai waktu yang disepakati dan begitu juga petugas KUA empat kali bolak-balik karena pengantin laki-laki tidak datang," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum terjadi insiden tersebut, prosesi akad nikah sempat dijalankan. Pengantin pria dan mertua duduk berhadapan. Di samping mereka, ada petugas KUA dan saksi-saksi dari kedua belah pihak.
Di tengah prosesi, terlihat mertua melafazkan kalimat syahadat tanda upacara sakral dimulai. Namun, di pengujung kalimat itu, Kuriana mengucapkan kata 'bote', yang berarti monyet dalam bahasa Bima.
"Sebelum penganiayaan berlangsung, tiba-tiba keluarga dari korban melontarkan kata-kata yang kurang enak didengar oleh terlapor, sehingga saat terlapor mengucapkan kalimat syahadat, di akhir kalimat langsung mengucapkan kata-kata 'bote', artinya monyet. Akhirnya saat itu suasana menjadi ricuh. Selanjutnya, terlapor bangun dari duduknya. Karena emosi, lalu menendang ke arah kepala Armanul Hakim," ulas Jufri.
Atas tendangan tersebut, pengantin pria melaporkan mertua ke Polsek Rasanae Timur pada hari yang sama dengan hari pernikahan tersebut.
(jbr/idh)