Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menemui sejumlah tokoh budayawan yang tergabung dalam berbagai paguyuban di sela-sela kunjungan kerjanya ke Bandung, Jawa Barat pada. Dalam pertemuan itu, LaNyalla disambut oleh kesenian Lengser sebagai penyambutan.
Diketahui, para tokoh budayawan menyatakan dukungannya kepada LaNyalla dalam memperjuangkan amandemen kelima Undang-Undang Dasar 1945.
Salah satu tokoh budayawan asal Bandung, Raden Deni Romli menjelaskan, para tokoh budayawan dari berbagai paguyuban melihat jika persoalan bangsa perlu diselesaikan melalui amandemen kelima Undang-Undang Dasar 1945.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami mendukung penuh langkah tersebut karena beliau adalah wakil kami. Kami berharap ada wakil atau calon perseorangan pada Pemilu 2024," ujar Deni dalam keterangan tertulis, Senin (21/9/2021).
Ia menjelaskan, tokoh budayawan yang hadir pada kesempatan tersebut, di antaranya berasal dari Paguyuban Jara Sabda, Sagara Hikmah, Macan Tunggara, PSSN, Maung Lodaya Siliwangi, Gajah Putih dan Jala Sutra. Di samping itu, terdapat budayawan yang berasal dari Majalengka, Sumedang, dan berbagai wilayah lainnya di Jawa Barat.
LaNyalla yang didampingi Bustami Zainuddin (Lampung) Alexander Fransiscus (Bangka Belitung) dan Andi Muhammad Ihsan (Sulawesi Selatan) mengucapkan terima kasih atas dukungan yang diberikan budayawan Bandung. Senator asal Jawa Timur itu mengaku senang dengan pertemuan ini.
"Terima kasih atas dukungan yang diberikan kepada kami. Saya senang hari ini kita dapat memperluas persaudaraan," tutur LaNyalla.
Ia mengaku bahwa pihaknya tengah bekerja keras memperjuangkan amandemen kelima konstitusi.
"Kami ingin memperbaiki dari hulunya. Ini bukan soal hasrat politik, tetapi untuk mengembalikan marwah bangsa ini, sekaligus mengoreksi arah perjalanan bangsa ke depan," papar dia.
Menurut LaNyalla, ada dua hal penting yang menjadi agenda utama dari amandemen kelima tersebut. Pertama adalah mendorong tokoh-tokoh terbaik bangsa non-partai politik dapat dicalonkan sebagai capres-cawapres, sedangkan kedua adalah ambang batas pencalonan atau Presidential Treshold (PT) nol persen.
"Setelah mengalami empat kali amandemen, perjalanan bangsa ini semakin tidak terarah. Cita-cita para pendiri bangsa semakin jauh dari harapan, utamanya tanggung jawab negara dalam mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Maka, amandemen kelima ini merupakan hal mendesak dan urgent untuk mengoreksi dan meluruskan kembali arah perjalanan bangsa ini," tutur LaNyalla.
Sebagai senator, kata dia, memang tidak mewakili partai politik. Namun, para senator merupakan peserta pemilu yang sah.
"Kami berjumlah 136 orang dan kami dipilih oleh rakyat. Kami ini peserta pemilu," tegas LaNyalla.
Menurutnya, DPD tak diperkenankan terlibat atau menjadi pengurus partai politik. Namun, ketika sudah menjadi DPD, kewenangan yang dimiliki terbatas.
Hal ini, lanjutnya, juga berlaku dalam pengambilan keputusan, LaNyalla menilai perjuangan DPD selalu dipatahkan dengan sistem voting.
"Kalau selalu pakai hitungan voting, jelas kami kalah jika dibandingkan dengan jumlah anggota DPR RI. Dulu, MPR itu terdiri dari Utusan Golongan dan Utusan Daerah. Utusan Golongan kemudian dihapus dan Utusan Daerah menjelma menjadi DPD RI. Dulu pengambilan keputusan didasarkan pada musyawarah mufakat. Begitu amandemen dilakukan, kita tak punya hak apa-apa, karena semua dilakukan berdasarkan voting ketika deadlock," papar LaNyalla.
Sebagai informasi, dalam memperjuangkan amandemen kelima, LaNyalla telah berkeliling ke 33 provinsi di Indonesia melalui berbagai forum seperti seminar, Focus Group Discussion (FGD) dan pertemuan lainnya.
(prf/ega)