Jakarta -
Koordinator BEM PTMI Nadief Rahman mengklarifikasi pernyataan Nur Eko Suhardana, yang mengklaim sebagai Koordinator Presidium Nasional BEM PTMI. Nadief Rahman, bahwa Nur Eko bukan lagi Koordinator BEM PTMI.
"Bahwa Saudara Nur Eko Suhandana (NES) bukan lagi Presiden Mahasiswa UMSurabaya yang secara otomatis bukan lagi menjadi koordinator BEM PTMI. Hal tersebut dibuktikan dengan saudara NES sudah tidak lagi menjabat di posisi presiden mahasiswa dan status mahasiwanya yang tidak jelas," kata Nadief Rahman dalam keterangan tertulis, Minggu (26/9/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selai itu, Nadief menegaskan bahwa pendapat Nur Eko ialah pendapat pribadi. Pendapat Nur Eko terkait TWK KPK tidak mewakili institusi.
"Apa yang disampaikan saudara NES adalah pendapat pribadi. Tidak mewakili institusi BEM PTMI. BEM PTMI selalu memperhatikan kualitas argumentasi dan kedalaman wawasan ketika membuat pernyataan ke publik. Jadi apa yang disampaikan Saudara NES jelas bukan sikap institusi," ujarnya.
Berbeda dengan Nur Eko yang tidak menyalahkan TWK KPK, pihaknya menegaskan TWK KPK cacat hukum. Dia menilai sikap pimpinan KPK tidak senapas dengan spirit Muhammadiyah.
"Muhammadiyah melalui Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah terang-terangan nyatakan bahwa TWK cacat hukum dan maladministrasi. Atas dasar kajian di atas, menyatakan mendukung sikap pimpinan KPK jelas tidak senapas dengan spirit Muhammadiyah yang selalu menyeru kepada semua hal baik dan mencegah semua hal yang mungkar," ungkapnya.
Simak juga 'Pimpinan Komisi VII DPR Bikin Ormas, Gandeng Eks Aktivis BEM SI':
[Gambas:Video 20detik]
Pendapat Nur Eko
Sebelumnya, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) bakal menggelar aksi massa terkait polemik pemberhentian 56 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) yang terpusat di DKI Jakarta. Namun sikap berbeda disampaikan Nur Eko, yang mengklaim dirinya sebagai Koordinator BEM PTMI.
"Tafsir hukum pakar yang menilai SK Pimpinan KPK melanggar UU ASN adalah jelas keliru dan ceroboh," kata Nur Eko Suhardana kepada wartawan, Sabtu (25/9/2021).
Pernyataan Eko menanggapi kritik sejumlah aktivis atau pakar hukum kepada Ketua KPK Firli Bahuri soal penonaktifan 56 pegawai KPK.
Eko berpendapat pihak yang merasa dirugikan oleh Surat Keputusan (SK) Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 tentang Hasil TWK Pegawai yang Tidak Memenuhi Syarat dalam Rangka Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dapat menempuh jalur hukum jika ingin mencari keadilan.
Menurut dia, pegawai KPK yang tidak lolos ASN, semisal mantan pimpinan dan penyidik KPK, masih mempunyai kesempatan berkarya di luar lembaga antirasuah. Contoh ada mantan pegawai KPK yang menduduki jabatan eselon I di kementerian tertentu.
Eko memandang polemik TWK di media sosial belakangan ini semakin ramai. Eko memilih mendukung langkah Firli Bahuri meski dikritik karena persoalan TWK.
"Maju terus @KPK_RI, lebih baik memulai dengan keraguan orang yang berakhir pujian, dari pada memulai dengan pujian setinggi langit tapi tidak menghasilkan apa-apa bahkan kekecewaan, Ini waktu yang tepat untuk membuktikan keyakinan dan tekad membela negara bukan kebanggaan pribadi semata! Bravo!," cuit Eko dalam akun Twitter-nya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini