Pengacara kondang Yusril Ihza Mahendra digandeng sejumlah mantan kader Partai Demokrat untuk menggugat AD/ART Partai Demokrat. Rencana gugatan itu pun ternyata diserang oleh beberapa kader Demokrat sehingga berujung pada perseteruan.
Direktur Parameter Politik, Adi Prayitno menjelaskan kader Partai Demokrat memberikan reaksi terhadap Yusril lantaran Yusril nampak di mata Demokrat sebagai orang yang tidak tahu terima kasih. Di sisi lain, Yusril juga dikenal tak pernah kalah dalam berperkara.
"Ini buntut Yusril jadi pengacara eks kader Demokrat yang mengguggat keabsahan AD/ART 2020. Yusril diserang balik kader Demokrat karena dinilai tak tahu terima kasih karena PD telah dukung anaknya di Pilkada. Jadi efeknya kemana-mana, saling mengungkit jasa. Demokrat pantas panik dengan nyerang Yusril karena pengacara kondang ini nyaris tak pernah kalah berperkara," kata Adi saat dihubungi, Sabtu (25/9/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebut Yusril akhirnya bereaksi dengan menyebut Susilo Bambang Yudhoyono tak mungkin bisa menjadi Presiden pada 2004 tanpa dirinya. Adi menilai statement tersebut tidak sepenuhnya salah.
"Saat itu SBY melawan nama-nama besar seperti Megawati, Wiranto, dan Amien Rais. Sekecil apapun dukungan PBB pasti penting dalam rezim one man one vote. Karena satu suara pun ada artinya. Tapi dukungan PBB tidak terlalu determinan. Demokrat bisa maju sendiri tanpa PBB dan SBY mulai jadi idola saat itu. Pernyataan Yusril soal SBY tak bisa maju tanpa PBB itu klaim berlebihan," ucap Dosen Komunikasi Politik UIN Syarif Hidayatullah ini.
"Pernyataan Yusril ada benarnya. SBY mungkin bisa gagal maju tanpa dukungan PBB untuk memenuhi ambang batas Presiden. Tapi setelah itu murni karena pesona SBY yang dipilih rakyat, bukan karena partai pengusung," lanjutnya.
![]() |
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Saksikan juga 'Sidang PTUN, PD Nilai Bukti Kubu Moeldoko Tak Relevan':