Masih ingat Ike Farida? Pada 2016, ia bisa meyakinkan Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga perjanjian kawin di UU Perkawinan bisa dilakukan kapan pun. Bermodal putusan itu, Ike akhirnya bisa menang di pengadilan melawan pengembang agar bisa menempati apartemen miliknya di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan.
Sengketa bermula pada Mei 2012. Saat itu Ike yang menikah dengan WNA membeli satu unit apartemen di Kuningan. Setelah unit dibayar lunas, pengembang menolak menyerahkan unit rusunnya karena Ike kawin dengan WNA dan tidak punya perjanjian kawin.
Ike tidak patah semangat dan melakukan judicial review ke MK. Ike meminta pasal soal perjanjian kawin dilakukan judicial review.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perjanjian kawin diatur dalam Pasal 29 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang berbunyi:
1. Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
2. Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.
3. Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
4. Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga
Akhirnya, MK mengabulkan permohonan Ike dan menilai pasal di atas bertentangan dengan UUD 1945. MK memutuskan frasa 'pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan' dalam Pasal 29 ayat (1) dan frasa 'selama perkawinan berlangsung' dalam Pasal 29 ayat (4) UU 1/1974 adalah bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai termasuk pula selama dalam ikatan perkawinan.
Dengan putusan MK itu, pasangan yang sudah menikah dibolehkan membuat perjanjian kawin kapan saja selama perkawinan berlangsung. Hal ini disambut luar biasa oleh masyarakat, khususnya mereka yang kawin campur.
Bermodal putusan MK itu, Ike kemudian membawa kasus ini ke pengadilan. Ike akhirnya menang di tingkat peninjauan kembali (PK). Majelis PK memutuskan pengembang telah melakukan wanprestasi dan menyatakan Ike adalah pembeli yang beriktikad baik dan patut dilindungi oleh hukum. MA juga menghukum penggugat untuk memproses PPJB dan AJB apartemen.
"Menghukum tergugat menyerahkan asli surat apartemen berikut surat pendukungnya lainnya kepada penggugat atau orang yang ditunjuk oleh penggugat sejak putusan perkara a quo dibacakan majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," ucap majelis yang diketuai Nurul Elmiyah dengan anggota Maria Anna Samiyati dan Pri Pambudi Teguh, dalam berkas yang didapat detikcom, Jumat (24/9/2021).
Atas putusan PK itu, Ike mengaku bersyukur dan berharap pengembang menaatinya.
"Saat ini pertempuran di pengadilan dalam menuntut keadilan sudah tuntas, karena ada dua putusan Mahkamah Agung (MA) berpihak kepadanya. Alhamdulillah. dan satu putusan MK juga memihak," kata Ike.
"Secara pribadi, saya mengajak teman-teman untuk bersama-sama membantu dalam penegakan hukum dan menghapus segala bentuk kesewenang-wenangan pengembang terhadap masyarakat dengan harapan kasus serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari. Mari kita tegakkan keadilan, Tuhan menyertai siapa pun yang berani menyuarakan kebenaran," sambung Ike.