Menko Polhukam Mahfud Md akan mengupayakan agar Saiful Mahdi mendapatkan amnesti dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Saiful adalah Dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, yang dijatuhi hukuman 3 bulan penjara oleh Mahkamah Agung (MA) karena mengkritik kampusnya di Grup WhatsApp (GWA).
Hak Presiden memberikan amnesti berdasarkan Pasal 14 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi:
Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun UU pelaksananya adalah UU Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi. Pasal 1 menyebutkan:
Presiden, atas kepentingan Negara, dapat memberi amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang telah melakukan sesuatu tindakan pidana. Presiden memberi amnesti dan abolisi ini setelah mendapat nasihat tertulis dari Mahkamah Agung yang menyampaikan nasihat itu atas permintaan Menteri Kehakiman.
Sedangkan Pasal 2 berbunyi:
Amnesti dan abolisi diberikan kepada semua orang yang sebelum tanggal 27 Desember 1949 telah melakukan sesuatu tindak pidana yang nyata akibat dari persengketaan politik antara Republik Indonesia (Yogyakarta) dan Kerajaan Belanda.
Nah, dari ketentuan di atas, secara bertahun-tahun Presiden memberikan amnesti untuk orang yang dengan latar belakang kasus politik. Berikut runtutan amnesti tersebut:
Pada 1959
Presiden Sukarno memberikan amnesti kepada orang orang yang tersangkut pemberontakan DII/TII Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan. Amnesti diberikan lantaran para pemberontak dinilai telah insyaf dan mau kembali ke NKRI.
Pada 1961
Presiden Sukarno memberikan amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang tersangkut dengan pemberontakan Daud Bereueh di Aceh, pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Perjuangan Semesta (Permesta), pemberontakan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan, pemberontakan Kartosuwirjo di Jawa Barat dan Jawa Tengah, pemberontakan Ibnu Hadjar di Kalimantan Selatan hingga pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku.
1977
Soeharto mengeluarkan amnesti kepada para pengikut gerakan Fretelin di Timor Timur, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
25 Mei 1998
Presiden BJ Habibie memberikan amnesti kepada 18 tahanan politik kasus demo di Timor Timur. Ke-18 orang itu dulunya ditangkap karena telah menghina Presiden Soeharto.
Presiden BJ Habibie juga memberikan amnesti kepada dua aktivis pro-demokrasi, yaitu Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan. Sri-Muchtar ditahan di masa Orde Baru lantaran sering melakukan kritik keras terhadap pemerintahan.
Lihat juga video 'Tolak Hukuman Mati Bagi Koruptor, Amnesty: Tak Manusiawi':
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.