Kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya, Palembang, memasuki babak baru. Mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin kini menjadi tersangka. Berikut perjalanan kasusnya.
Kejati Sumsel Mulai Penyidikan
Kejati Sumsel melakukan penyidikan terkait kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya pada awal tahun lalu. Penyidikan kasus tersebut bermula dari mangkraknya pembangunan masjid.
"Dari hasil penyelidikan adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi dalam proses pembangunan Masjid Sriwijaya, Palembang, sehingga dinaikkan ke tingkat penyidikan," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumsel Khaidirman saat dihubungi, Minggu (14/2).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awalnya kasus tersebut diselidiki karena pembangunan Masjid Sriwijaya, Palembang, mangkrak oleh Yayasan Wakaf Sriwijaya dengan menggunakan dana hibah Pemerintah Provinsi Sumsel tahun 2016 dan 2017 sebesar Rp 130 miliar. Namun pembangunan fisik tersebut diduga tidak sesuai dengan anggaran proyek tersebut.
"Namun, dilihat dari fisik bangunan tersebut, tidak sesuai dengan dana yang telah keluarkan sehingga pihak Kejati Sumsel melakukan penyelidikan," ungkapnya.
Kejati Tetapkan 4 Tersangka
Kejati Sumsel menetapkan dua orang tersangka di kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya.
"Dari hasil pemeriksaan sejumlah saksi beberapa waktu lalu, hari ini penyidik Kejati Sumsel telah menetapkan dua tersangka dalam penyidikan adanya dugaan tipikor dalam pembangunan Masjid Sriwijaya, Palembang, sumber dana hibah Pemprov Sumsel 2015 Rp 130 M," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumsel Khaidirman ketika dimintai konfirmasi detikcom, Senin (8/3).
Keduanya adalah mantan Ketua Panitia Pembangunan Masjid Sriwijaya, Palembang, dan kuasa kerja sama operasi dua perusahaan.
"Kedua tersangka adalah Eddy Hermanto selaku mantan Ketua Panitia Pembangunan Masjid Sriwijaya, Palembang, dan Dwi Kridayani selaku kuasa KSO," terang Khaidirman.
Simak Video: Kasus Dugaan Korupsi yang Menjerat Alex Noerdin
Kejati Panggil Jimly
Kejati Sumsel memanggil mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie terkait kasus dugaan korupsi proyek Masjid Sriwijaya. Jimly dipanggil sebagai saksi.
"Iya benar, Senin ini ada agenda pemeriksaan terhadap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie terkait kasus dugaan korupsi Masjid Sriwijaya, bertempat di Kejagung Jakarta," kata Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumsel Khaidirman saat dimintai konfirmasi, Sabtu (10/4).
Jimly merupakan Ketua Dewan Pembina Yayasan Wakaf Masjid Raya Sriwijaya sejak awal rencana pembangunan masjid pada 2015. Pada 2019, Jimly sempat mempertanyakan pembangunan masjid yang terhambat sengketa lahan ke Pemprov Sumsel.
Kejati Sumsel telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Dua tersangka yang pertama diumumkan ialah mantan Ketua Panitia Pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang Eddy Hermanto dan kuasa KSO Dwi Kridayani. Dua tersangka lainnya ialah Ketua Panitia Divisi Lelang Syarifudin, Project Manager PT Yodya Karya sebagai kontraktor Yudi Arminto.
Eks Sekda Jadi Tersangka
Jumlah tersangka kasus korupsi Masjid Sriwijaya bertambah. Kedua tersangka tersebut adalah Mukti Sulaiman (mantan Sekda Pemprov Sumsel) dan Ahmad Nasuhi (mantan Plt Kepala Biro Kesra Pemprov Sumsel).
"Kini keduanya (Mukti Sulaiman dan Ahmad Nasuhi) telah ditetapkan sebagai tersangka baru dalam dugaan kasus pembangunan Masjid Sriwijaya, dan keduanya dilakukan penahanan di Rutan Pakjo, Palembang. Kedua tersangka tersebut ditetapkan sebagai tersangka terkait jabatan mereka kala itu," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumsel Khaidirman kepada detikcom, Rabu (16/6).
Ponakan Megawati Diperiksa
Giri Ramanda Kiemas, keponakan Megawati Soekarnoputri, diperiksa Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan dalam kasus dugaan korupsi Masjid Sriwijaya, Palembang. Soal pencairan dan penggunaan dana hibah itu, dia menyebut proses penganggaran di DPRD tidak ada masalah.
"Iya kemarin (29/6) itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Mukti Sulaiman dan Ahmad Nasuhi terkait mereka berdua sebagai pejabat Pemprov Sumsel kala itu," kata Giri kepada detikcom, Rabu (30/6).
Giri mengaku diperiksa terkait proses pengajuan penganggaran di DPRD Sumsel terkait perencanaan pembangunan Masjid Sriwijaya, Palembang.
"Diperiksa sebagai saksi, di posisi itu adalah menjelaskan bagaimana penganggaran prosesnya di DPRD. Mulai pengajuan eksekutif, kemudian kita bahas di badan anggaran, diparipurnakan, dievaluasi oleh Kemendagri sampai ada perda dan pergub penjabaran APBD," katanya.
Dia menjelaskan, dalam dua kali pemeriksaan soal penganggaran di DPRD Sumsel, baik anggaran pada 2015 dan 2017, pemeriksaan terhadapnya itu ada dua kejadian, yakni penganggaran pada 2015 dan 2017.
"Sebenarnya ada dua kejadian, pertama terkait anggaran 2015 saya diperiksa sebagai Ketua Komisi III dengan pimpinannya almarhum Wasista Bambang Utoyo. Sedangkan pada anggaran 2017 yang dibahas pada 2014 saya diperiksa sebagai Ketua DPRD Sumsel," terangnya.
Alex Noerdin Disebut Terima Rp 2,4 M
Alex Noerdin disebut menerima aliran dana Rp 2,4 miliar terkait proyek pembangunan Masjid Raya Sriwijaya, Palembang. Hal itu disampaikan oleh jaksa penuntut umum (JPU) saat sidang di Pengadilan Negeri Palembang.
Dilansir dari Antara, Rabu (28/7), hal ini terungkap saat jaksa penuntut umum (JPU) M Naimullah membacakan dakwaan terhadap empat terdakwa korupsi dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya, yakni Eddy Hermanto, Syarifuddin, Yudi Arminto, dan Dwi Kridayani.
Di hadapan majelis hakim yang dipimpin Sahlan Effendy, Naimullah, yang juga Kepala Seksi Penuntutan Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, menyatakan Alex Noerdin terindikasi menerima aliran dana tersebut berdasarkan temuan tim penyidik dalam kasus dugaan korupsi dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya.
"Ditemukan bukti di mana ada pengaturan proses lelang agar dimenangkan oleh salah satu pihak swasta dan pemerintah. Juga ada indikasi menerima dan memberi sejumlah dana pada termin pertama dalam pembangunan Masjid Raya Sriwijaya tahun 2015," katanya.
Meski demikian, keterlibatan Alex Noerdin nanti akan dibuktikan dalam persidangan dengan menghadirkan sejumlah saksi.
"Dalam sidang nanti, kami akan menghadirkan saksi atas dugaan ini," ujarnya.
Sementara itu, staf ahli Alex Noerdin, Kemas Khoirul Mukhlis, mengatakan pernyataan jaksa tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu sebelum disebut dalam surat dakwaan di persidangan.
"Nanti dalam persidangan akan dibuktikan apakah benar Alex melakukan hal seperti bunyi dakwaan," ujarnya.
Dia menepis dugaan kalau Alex Noerdin menyadari keterlibatannya tersebut sehingga membuat yang bersangkutan beberapa kali mangkir dari panggilan tim penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan.
Alex Noerdin-Jimly Diperiksa Kejagung
Kejagung memeriksa Alex Noerdin dan Jimly Asshiddiqie. Keduanya diperiksa terkait kasus dana hibah pembangunan Masjid Sriwijaya, Palembang.
"Saksi itu terkait pemberian dana hibah wakaf untuk Masjid Sriwijaya di Palembang 2015 dan 2017," kata Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Sumsel) Victor Antonius Saragih Sidabutar saat dihubungi, Kamis (29/7).
Victor menerangkan Alex diperiksa sebagai Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) periode 2008-2018. Saat menjabat gubernur, kata Victor, Alex memproses, bahkan menyetujui dana hibah kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya.
"Ya tentunya dia sebagai gubernur pada masa itu yang memproses dan menyetujui pemberian hibah untuk Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya," ungkapnya.
Sementara itu, Jimly Asshidiqie diperiksa sebagai Pembina Yayasan Wakaf Sriwijaya. Diketahui, Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya adalah penerima dana hibah itu.
"Dia kedudukannya sebagai pembina yayasan yang dimaksud, Yayasan Wakaf Sriwijaya yang menerima bantuan hibah itu," ucapnya.
Alex Noerdin Jadi Tersangka
Kini Kejaksaan menetapkan Alex Noerdin sebagai tersangka. Penetapan tersangka itu dikonfirmasi oleh Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Sumsel) Victor Antonius Saragih.
"Ya sudah (ditetapkan tersangka)," kata Viktor melalui pesan singkat kepada detikcom, Rabu (22/9).
Viktor belum memerinci lebih jauh terkait peran Alex dalam kasus ini. Viktor menyebut Alex dijerat Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
"Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999," ungkapnya.