Andi M Faisal Bakti dan Masri Mansoer kini bisa bernapas lega sejenak. Sebab Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang memerintahkan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mengangkat kembali Andi sebagai Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Masri sebagai Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan. Bagaimana awal sengketa itu?
"Negara kita adalah negara hukum sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) Konstitusi kita, jadi kita punya aturan main dalam bernegara, sehingga tidak boleh karena jabatan atau kekuasaannya seseorang berbuat sewenang-wenang, semua harus sesuai prosedur dan hukum due process of law," kata kuasa hukum Andi dan Masri, Mujahid. A Latif dalam siaran pers kepada wartawan, Rabu (22/9/2021).
Dalam berkas putusan PTUN Serang yang dikutip detikcom, Rabu (22/9), tergambar jelas duduk masalah yang melatarbelakangi kasus tersebut. Di mana awalnya saat muncul Gerakan UIN Bersih 2.0.
Gerakan ini membuat petisi agar Rektor UIN Jakarta, Amany Lubis dimintai pertanggungjawaban atas sejumlah proyek pembangunan. Petisi ini ditandatangani 126 dosen dan ditujukan kepada Ketua Senat UIN Jakarta.
Di sisi lain, muncul laporan UIN Watch ke Polda Metro Jaya atas sengkarut di atas. Rektor Amany Lubis tidak terima atas gonjang-ganjing tersebut.
"Bahwa berdasarkan tangkapan layar (screenshot) pesan WhatsApp, didapati peran Penggugat (Andi dan Masri) untuk mengumpulkan dukungan tandatangan sebanyak 124 dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 2 orang tenaga pendidikan non PNS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tergabung dalam gerakan UIN Bersih 2.0, dalam pengaduan dan permohonan klarifikasi kepada Senat Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tanpa sepengetahuan Tergugat (Rektor)," kata Rektor Amany Lubis dalam jawaban di pengadilan.
Rektor Amany Lubis juga tidak terima Andi menjadi saksi dalam Laporan Polisi Nomor: LP/7117/XI/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ yang dilaporkan oleh UIN Watch atas dugaan penipuan dan pemalsuan dokumen dengan terlapor H. M Suparta MA. dan korbannya adalah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
"Bahwa dampak Laporan Polisi dan/atau turut sertanya Penggugat dalam mewakili UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak disertai konfirmasi dengan Tergugat secara jelas telah melanggar Pasal 29 ayat (2) PMA 17/2014," kata Amany Lubis lagi.
Pasal 29 Ayat (2) PMA 17/2014 berbunyi:
(2) Rektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 berwenang untuk dan atas nama Menteri dalam hal:
a. mewakili Universitas di dalam dan di luar pengadilan;
b. melakukan kerjasama; dan
c. memberikan gelar doctor kehormatan (doctor honoris causa).
Rektor Amany juga menuding perbuatan wakilnya bertolak belakang dengan Pasal 4 ayat (1), ayat (4), dan ayat (10) Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 476a Tahun 2017 tentang Kode Etik Kelembagaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang berbunyi:
Universitas berkewajiban memelihara jati diri dan citra lembaga dengan cara:
(1) Menjaga nama baik Universitas baik di dalam maupun di luar
(2) Membangun rumah jabatan Universitas
(3) Menyediakan kendaraan yang sepadan dengan jabatan(4) Memelihara keutuhan dan kesinambungan kelembagaan melalui
pengembangan program akademik dan non akademik
(5) Penguatan integrase keilmuan dan keislaman
(6) Menjalin kerja sama dengan lembaga keuangan keislaman internasional
(7) Menjalin kerja sama dengan lembaga keagamaan internasional
(8) Membangun jaringan kelembagaan universitas internasional
(9) Menerbitkan berita berkala kampus
(10) Memelihara dan menjaga nama baik UIN Jakrta baik secara hukum maupun moral...
Serta Pasal 5 ayat (55), ayat (56), dan ayat (57) Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 468 Tahun 2016 tentang Kode Etik Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang berbunyi:
"55. menghambat berjalannya tugas Universitas;
56. membocorkan atau memanfaatkan rahasia Negara atau Universitas yang diketahui karena kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain;
57. bertindak secara tidak profesional atau selaku perantara bagi pelaku usaha atau golongan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau pihak lain;..."
Kekesalan Asmany Lubis memuncak dengan memecat Andi dan Masri pada 18 Februari 2021 lewat sepucuk surat. Andi dan Masri tidak terima dan mengajukan gugatan ke PTUN Serang. Asmany tidak terima dengan gugatan itu karena menurutnya salah alamat. Seharusnya gugatan dilayangkan ke PTUN Jakarta.
"SK dikeluarkan di wilayah yurisdiksi Jakarta sehingga Pengadilan yang berwenang untuk mengadili perkara a quo adalah Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta," kata Asmany Lubis.
Setelah digelar sidang, majelis hakim mengabulkan gugatan Andi-Masri tersebut.
"Mengadili. Dalam pokok sengketa. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya," kata ketua majelis Herry Wibawa dengan anggota Eri Elfi Ritonga dan Febriana Permadi.
Apa pertimbangan PTUN Serang memenangkan Andi-Masri? Simak di halaman selanjutnya.
Saksikan juga 'Jokowi Minta Rektor Hati-hati, Ada yang Didik Mahasiswa Jadi Ekstremis':
(asp/dnu)